Rabu, 20 November 2019

PENANGANAN IKAN SEGAR

Daging ikan segar yang baik
Penurunan mutu ikan disebabkan oleh reaksi pembusukan ikan yang terjadi secara kimiawi dan enzimatis setelah ikan mati. Setelah ikan mati, peredaran darah berhenti sehingga pasokan oksigen untuk kegiatan metabolisme juga terhenti. Pada saat tersebut ikan berada pada tahap pre-rigor. Meskipun sudah mati, di dalam tubuh ikan masih berlangsung suatu proses metabolisme, yaitu proses enzimatis yang sebenarnya sudah berlangsung saat ikan masih hidup. Setelah ikan mati, sistem kendali proses enzimatis hilang sehingga proses tersebut berjalan tanpa kendali  yang mengakibatkan terjadi perubahan biokimiawi. Salah satu tandanya adalah terjadinya hyperemia, yaitu ikan mengeluarkan lendir bening atau transparan yang menyelimuti tubuh ikan. Lendir tersebut menjadi tempat pertumbuhan bakteri pembusuk. Beberapa saat kemudian tubuh ikan mengalami kekakuan. Proses kekakuan ini disebut dengan rigor mortis akibat terjadinya proses biokimiawi. Selama berada pada tahap ini ikan masih dalam keadaan segar. Setelah tahap ini, daging ikan mengalami proses pelunakan. Pada tahap ini terjadi penguraian protein oleh enzim proteolitik menghasilkan senyawa sederhana. Senyawa tersebut menjadi substrat bagi bakteri pembusuk sehingga aktivitas bakteri semakin cepat. 

Proses penurunan mutu ikan segar telah banyak dilaporkan pada beberapa penelitian, diantaranya oleh Wibowo et al. (2007) yang dimuat dalam buku Penanganan Ikan Tuna Segar untuk Ekspor ke Uni Eropa yang diterbitkan oleh Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Faktor lain yang dapat menyebabkan penurunan mutu ikan adalah kerusakan fisik ikan yang diakibatkan oleh benturan dan tekanan fisik selama proses penangkapan dan transportasi ikan. Kerusakan tersebut menyebabkan daging memar, robek yang dapat mempercepat proses pembusukan ikan. Beberapa penelitian lain penanganan mutu ikan dijumpai pada buku Fisheriest Post Harvest Specialist (2005).

Proses pembusukan ikan dapat dicegah dengan menunda terjadinya rigor mortis atau memperpanjang masa rigor mortis. Salah satunya dengan menerapkan sistem rantai dingin yaitu mengkondisikan ikan pada suhu rendah. Pada suhu rendah aktivitas pembusukan secara kimiawi dan enzimatis dapat diperlambat. Ikan yang disimpan pada suhu 2 0C sampai 10 0C menyebabkan pertumbuhan bakteri kurang cepat sehingga dapat memperpanjang daya simpan antara 2 sampai 3 hari seperti disampaikan oleh Ilyas (1983) yang dimuat dalam buku Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. 

Selain penerapan sistem rantai dingin, cara penanganan ikan juga harus hati-hati sehingga tidak menyebabkan kerusakan fisik yang diakibatkan oleh benturan dan tekanan selama kegiatan transportasi. Jumlah ikan yang terlalu banyak dalam sebuah alat transportasi dapat menyebabkan tekanan fisik yang mengakibatkan kerusakan ikan terutama yang letaknya di bagian bawah alat transportasi. Informasi karakteristik fisik ikan diperlukan dalam mendesain alat transportasi sehingga dapat mengurangi kerusakan fisik ikan. Pengurangan penggunaan bongkahan es atau penggunaan sistem pendingin lain dalam alat transportasi dapat mengurangi kemungkinan gesekan antara ikan dengan es, sehingga dapat mengurangi kerusakaan fisik ikan. Dengan penanganan ikan segar yang baik diharapkan diperoleh mutu ikan segar yang sangat baik dan menarik.


Penulis : Tri Nugroho Widianto, Peneliti LRMPHP

0 comments:

Posting Komentar