Jumat, 29 Juli 2022

Potensi Industri Karaginan di Sulawesi Selatan

Ilustrasi (sumber : https://phys.org/news)

Potensi rumput laut di Indonesia sangat besar, karena Indonesia memiliki garis pantai yang panjang. Tetapi produksi rumput laut di Indonesia masih didominasi oleh produk rumput laut kering (raw material) sebesar 80% dan produk rumput laut olahan (Agar-agar dan Karaginan) hanya sebesar 20%. Padahal jika dibuat karaginan potensi pasar dan pemanfaatannya cukup luas. Karaginan dapat diaplikasikan dalam bidang industri pangan dan non-pangan, farmasi serta kosmetik. Menurut Campo et al (2009) dalam Carbohydrate Polymers, dalam industri pangan karaginan memiliki fungsi sebagai emulsifier, pengental dan pembentuk gel. Target pasar karaginan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk banyak industri. Menurut Necas & Bartosikova (2013) yang dimuat dalam Veterinarni Medicina menyampaikan bahwa karaginan berguna untuk industri pangan seperti produk susu, keju, yogurt, permen, es krim dan produk cokelat. Selain itu juga digunakan pada produk kosmetik, produk farmasi dan produk lainnya. Berdasarkan informasi dari jasuda.net, menyatakan bahwa volume pasar produk karaginan mencapai 15.000-20.000 ton per tahun yang tersebar di Eropa (35%), Asia Pasifik (25%), Amerika Utara (25%), dan Amerika Selatan (15%).

Bersumber dari Satu Data KKP, salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki potensi besar adalah Sulawesi Selatan yang menjadi produsen rumput laut terbesar di Indonesia dengan produksi mencapai sekitar 2.92 juta  ton pada tahun 2014 dan meningkat menjadi 3.28 juta ton pada tahun 2018. Secara demografi, Sulawesi Selatan sendiri terdiri dari 24 wilayah dengan luas 46.717 km². Jumlah penduduk pada tahun 2021 adalah 8.956.181, dengan jumlah penduduk terbanyak di Makassar yaitu 1.555.088. Pendapatan Penduduk Rata-rata Perbulan tahun 2020 – 2021 pada kisaran Rp. 1.300.000,- sd. Rp.  1.755.000,-.

Melihat potensi tersebut maka perlu dianalisis potensi industrialisasi rumput laut di daerah tersebut untuk meningkatkan nilai ekspor rumput laut, dari bahan mentah menjadi produk Alkali Treated Cottonii (ATC), Semi Refined Carrageenan (SRC) dan Refined Carageenan (RC) yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Analisis ini bertujuan untuk menggambarkan bahwa industry karaginan masih prospektif dan memberikan benefit bagi investor, pemerintah pusat, daerah, dan juga masyarakat sekitar, khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan. Dengan benefit tersebut maka dapat meningkatkan ekonomi negara dan juga pemerintah daerah dan masyarakat sekitar industri tersebut, dalam kasus ini adalah pemerintah daerah dan masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan.

Analisis dilakukan dengan beberapa asumsi diantaranya yaitu kapasitas produksi 1 ton/hari dengan operasional 300 hari/tahun, harga bahan baku rumput laut E. Cottonii kering Rp. 10.500,-/Kg dan harga jual SRC Rp. 98.000,- /kg, dan beberapa asumsi lainnya. Hasil analisis diperoleh bahwa keberadaan industri karaginan dapat meningkatkan nilai tambah dan perekonomian di Provinsi Sulawesi Selatan.

Dampak ekonomi di lingkungan industri salah satunya adalah penerimaan negara dalam bentuk pajak PPH 20% dan PPN 10% dari pendapatan yaitu sekitar Rp. 2.124.600.000,00 per tahun (sesuai Pasal 2 PP No. 30/2020 yang sudah ditetapkan menjadi UU No. 2 Tahun 2020 adalah 20%). Penyerapan karyawan dari lingkungan industri yaitu sekitar 12 orang dari masyarakat lokal yang akan meningkatkan pendapatan penduduk sekitar yang terdampak. Selain itu juga dapat meningkatkan perekonomian daerah yaitu dengan semakin meningkatnya jumlah pembudidaya rumput laut yang mensuplai kebutuhan industri. Bersadarkan data dari WWF 2014 satu siklus panen rumput laut E. Cottonii (40 – 45 hari) dengan metode long line (2 ton kering) memperoleh keuntungan sebesar Rp. 4.750.000,-. Jika pembudidaya memperkerjakan 2 orang dengan gaji harian (saat tanam, perawatan dan panen) dapat diperoleh pendapatan bersih sekitar Rp. 3.750.000 dalam satu siklus. Dengan asumsi kapasitas produksi 1 ton per hari, maka kebutuhan bahan baku per hari sekitar 4 ton rumput laut kering (rendemen karaginan 25%), untuk memenuhinya memerlukan sekitar 180 ton dalam satu siklus panen. Sekali panen pembudidaya mampu menghasilkan 2 ton, maka diperlukan 90 pembudidaya rumput laut. Jika masing-masing pembudidaya mempekerjakan 2 orang maka akan menyerap tenaga kerja 180 orang.


Penulis : Wahyu Tri Handoyo - LRMPHP

0 comments:

Posting Komentar