EKONOMI BIRU

Arah Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan 2021 - 2024 Berbasis EKONOMI BIRU

ZI WBK? Yes, We CAN

LRMPHP siap meneruskan pembangunan Zona Integritas menuju satuan kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) yang telah dimulai sejak tahun 2021. ZI WBK? Yes, We CAN.

LRMPHP ber-ZONA INTEGRITAS

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan siap menerapkan Zona Integritas menuju satuan kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) 2021.

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Produk Hasil Rancang Bangun LRMPHP

Lebih dari 30 peralatan hasil rancang bangun LRMPHP telah dihasilkan selama kurun waktu 2012-2021

Kerjasama Riset

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Kanal Pengelolaan Informasi LRMPHP

Diagram pengelolaan kanal informasi LRMPHP

Rabu, 25 Februari 2015

KEMANDIRIAN PAKAN DORONG PENINGKATAN PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA

No: 013/PDSI/HM.420/2/2015

SIARAN PERS

KEMANDIRIAN PAKAN DORONG PENINGKATAN PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya mendorong peningkatan produksi perikanan budidaya dengan memenuhi kebutuhan komponen produksi secara mandiri. Pakan ikan/udang menjadi komponen produksi utama yang menentukan keberhasilan produksi perikanan budidaya, khususnya budidaya ikan air tawar. Namun kebutuhan bahan baku pakan nasional sebagian besar masih berasal dari bahan baku impor, sehingga berdampak pada tingginya harga pakan. Terkait hal itu itu, pemerintah berupaya mendorong penurunan harga pakan dengan memenuhi kebutuhan bahan baku lokal melalui Gerakan Pakan Ikan Mandiri (GERPARI). Hal itu diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Jum’at (20/02).

Menurut Susi, upaya yang ditempuh tersebut diharapkan dapat berkontribusi pada pemenuhan target produksi perikanan nasional dan peningkatan kesejahteraan pembudidaya ikan. Selain ditingkatkan kuantitasnya, perikanan budidaya juga dituntut untuk menjaga kualitas produksinya secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. GERPARI menjadi penting dan strategis karena dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku pakan ikan impor dan mendorong peningkatan penggunaan bahan baku lokal. “Sehingga pembudidaya menjadi lebih mandiri dan mempunyai tingkat pendapatan yang lebih baik yang ujung-ujungnya akan secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat”, kata Susi.

Susi mengungkapkan, data sementara produksi perikanan budidaya tahun 2014 baik dari rumput laut dan ikan/udang adalah sebesar 14,52 juta ton. Adapun target produksi tahun 2015 yang telah ditetapkan adalah sebesar 17,9 juta ton, terdiri dari ikan 7,6 juta ton dan rumput laut basah 10,3 juta ton. Kebutuhan pakan ikan/udang untuk memenuhi target produksi tersebut adalah sebesar 8,728 juta ton. “60 persennya merupakan kebutuhan pakan ikan air tawar seperti ikan mas, nila, gurame, patin dan lele”, ungkap Susi.

Lebih lanjut Susi mengatakan bahwa komoditas ikan air tawar merupakan komoditas yang mendukung secara langsung program Ketahanan Pangan dan Gizi. Dari total produksi ikan budidaya, 60 persen diantaranya dipasok dari komoditas ikan air tawar. Sehingga pemerintah, dalam hal ini KKP berupaya untuk mewujudkan Ketahanan Pangan dan Gizi tersebut melalui peningkatan produksi yang mandiri, berdaya saing dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. “Harus ada kemandirian dalam upaya swasembada ikan. Sehingga kualitas produk perikanan budidaya khususnya komoditas ikan air tawar harus tahan dan kuat dalam menghadapi fluktuasi harga dan nilai tukar rupiah”, tukas Susi.

Susi juga mengungkapkan bahwa pertemuan dengan Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) beberapa waktu yang lalu telah menyepakati bahwa GPMT dalam waktu dekat akan menurunkan harga pakan ikan secara bertahap. Pada bulan Maret 2015 harga pakan akan mulai diturunkan Rp. 1.000,-/kg. Terkait hal itu, KKP memberikan apresiasi yang tinggi kepada pabrik pakan ikan/udang atas niat baik dan dukungannya terhadap program pemerintah tersebut. Pemerintah akan mendorong pembudidaya ikan air tawar jangan hanya sebagai buruh, tetapi harus di tingkatkan ke level pelaku Usaha Mikro dan Kecil Menengah (UMKM). Salah satu upaya yang dilakukan adalah meningkatkan pendapatan pembudidaya tersebut dengan menaikkan margin usahanya. “Sehingga dengan margin yang ada cukup untuk membayar investasi, biaya produksi, membayar upah karyawan dan bahkan melakukan investasi untuk mengembangkan usahanya”, ujar Susi.

Susi menambahkan, biaya pakan merupakan biaya tertinggi dalam usaha budidaya air tawar. Sehingga Susi berharap agar jumlahnya dapat diturunkan di bawah 60 % dari total biaya produksi. Salah satunya dengan menurunkan harga pakan disamping dengan upaya penggunaan induk unggul, benih bermutu serta sistem teknologi yang efisien dan ramah lingkungan. Penurunan harga pakan diharapkan akan mendorong pembudidaya untuk lebih bersemangat dalam melakukan usaha budidaya perikanan. Penuruan harga pakan akan mendorong peningkatan investasi dan mendorong peningkatan produksi sekaligus akan meningkatkan produksi pakan ikan itu sendiri. “Multiplier effect ini pada akhirnya akan sama-sama memberikan keuntungan bagi semua pihak yang berkecimpung dalam usaha perikanan budidaya”, papar Susi.

Susi juga menuturkan, pemerintah telah membebaskan bea masuk bahan baku pakan seperti tepung ikan dan mendorong tumbuhnya pabrik tepung ikan di dalam negeri dan akan menyetop ekspor tepung ikan ke luar negeri. Selanjutnya dikatakan bahwa KKP disamping sebagai regulator juga akan meningkatkan produksi tepung ikan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pabrik pakan ikan, tentunya sesuai syarat yang telah di tentukan. KKP juga akan mendorong produksi bahan baku pakan non tepung ikan sebagai substitusi tepung ikan. Salah satunya adalah dengan mengajak BUMN untuk mendukung produksi maggot dari limbah kelapa sawit yang dapat disalurkan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) kepada masyarakat di sentra-sentra atau wilayah yang dekat dengan perkebunan kelapa sawit. “KKP juga akan menyediakan tenaga ahli formulator pakan untuk mendukung GERPARI dan tenaga-tenaga penyuluh lapangan yang handal dalam produksi pakan mandiri”, kata Susi.

Sementara itu Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto mengatakan bahwa GERPARI bisa terlaksana jika ada kerjasama yang sinergi, kerja keras dan niatan yang baik dari seluruh stake holder. “Kita harapkan dengan cara ini permasalahan pakan dapat diatasi dan pemenuhan protein hewani dari ikan juga berhasil di penuhi melalui tercapainya peningkatan kemandirian dan swasembada produksi ikan yang telah ditetapkan” pungkas Slamet.

Jakarta, 20 Februari 2015
Kepala Pusat Data Statistik dan Infromasi

Lilly Aprilya Pregiwati

Narasumber :
1. Slamet Soebjakto
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya;
2. Lilly Aprilya Pregiwati
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi.

MENTERI SUSI INGIN INDONESIA BISA SWASEMBADA PAKAN IKAN

KKPNews-Jakarta. Pakan ikan menjadi komponen penting dalam menentukan keberhasilan produksi budidaya ikan. Nilai kebutuhannya mencapai 60-70 persen dari biaya produksi budidaya. Untuk itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menginginkan Indonesia bisa swasembada pakan ikan mandiri agar pembudidaya ikan bisa lebih sejahtera.
Dua pekan lalu saat bertemu produsen pakan ikan, Menteri Susi mengungkapkan bahwa posisi pendapatan masyarakat pembudidaya ikan saat ini belum bisa setingkat pelaku Usaha Mikro dan Kecil Menengah (UMKM). Pendapatannya masih dalam level buruh yang hanya mendapat 20 persen saja dari total nilai produksi.
Hal itu menurut Menteri Susi disebabkan masih tingginya biaya operasional akibat tingginya harga pakan ikan. “Semestinya para pembudidaya tersebut bisa mendapatkan 35 hingga 40 persen”, tukas Susi.
Terkait permasalahan ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) saat ini tengah mengkaji rekomendasi teknologi pakan mandiri. Teknologi pakan mandiri menjadi salah satu alternatif penyediaan pakan yang ekonomis bagi pembudidaya ikan air tawar pada skala kecil dan menengah.
“Dengan teknologi pakan mandiri, biaya pakan dalam budidaya ikan diharapkan dapat ditekan hingga dibawah 50 persen”, ungkap Kepala Balitbang KP Achmad Poernomo saat menjadi pembicara pada kegiatan Workshop dan Focus Group Discussion (FGD) Pakan Mandiri, Senin (23/2) di Bogor.
Pada kesempatan itu, Achmad juga menekankan perlunya dukungan penyediaan pakan ekonomis dalam mewujudkan program kedaulatan pangan melalui sektor perikanan budidaya. “Kebijakan ini diharapkan dapat menjadikan Indonesia mandiri dalam bidang pangan”, ujar Achmad.
Lebih lanjut menurut Achmad, dukungan dari seluruh pemangku kepentingan terkait juga sangat diperlukan dalam mewujudkan program kedaulatan pangan. “Peran stakeholder ini menjadi penting dan strategis untuk turut merumuskan rekomendasi tentang arah kebijakan di bidang pakan ikan mandiri untuk mewujudkan kedaulatan pangan”, pungkas Achmad. (DS).

Kamis, 12 Februari 2015

Terjebak di Kanal PLTU, Hiu Paus 2,5 Ton Mati

PROBOLINGGO – Upaya penyelamatan dan evakuasi atas seekor hiu paus yang terjebak di intake kanal PLTU Paiton, Kabupaten Probolinggo berakhor dengan kegagalan. Paslanya, mamalia laut yang punya nama Latin rhincodon typus itu mati sebelum dievakuasi Rabu (11/2).

Hiu paus 2,5 ton itu ditemukan mati pada Selasa (10/2) sekitar pukul 03.00 di bagian hilir intake kanal. Tim evakuasi lantas menguburnya di selatan area PLTU. Hiu 6,3 meter tersebut ditemukan mati dengan kondisi penuh luka. Salah satu yang paling parah adalah luka sayat sepanjang 29 cm dan kedalaman 27 cm.

Tim penyelamat menepis bahwa luka itu terjadi secara disengaja. Berdasar hasil observasi, luka tersebut diperkirakan sudah terjadi cukup lama karena mengeluarkan nanah dan mengalami infeksi.
Hal itu diungkapkan tim jejaring penanganan terpadu saat jumpa pers kemarin. Tim tersebut beranggota BPSPL Denpasar, Ditjen KP3K KKP, DKP Provinsi Jatim, DKP Kabupaten Probolinggo, dokter hewan, dan tim rescue dari PLTU Paiton.

Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan (KKJI) Ditjen KP3K Kementerian Kelautan dan Perikanan Agus Dermawan menyatakan, hiu paus itu mati karena kondisi fisiknya lemah yang disebabkan luka-luka di bagian kiraidan stres yang tinggi. ’’Untuk memastikan penyebab kematiannya secara mikroskopis, tim dokter hewan melakukan nekropsi dan uji histopatologi,’’ ujarnya.

Menurut Agus, hius paus tersebut terperangkap di dalam kanal pada 2 Februari lalu. Upaya mengeluarkan hiu paus itu dilakukan pada 6–8 Februari lalu dengan memanfaatkan perubahan pasang surut air laut. Hasilnya, hiu paus tersebut sempat bergerak dari posisi kanal 7-8 menuju kanal 3-4 atau sekitar 600 meter dari posisi awal. Sayangnya, keesokan harinya mamalia itu kembali ke tempat semula.

’’Upaya petugas untuk menggiring hiu paus langsung tidak bisa dilakukan. Sebab, area itu merupakan objek vital nasional dengan faktor risiko besar. Sebab, kecepatan arus mencapai 12,6 kilometer per jam per 1 intake. Kapasitas sedot air sangat besar di setiap kanal dan berada di daerah aliran listrik ekstratinggi,’’ paparnya.

Setelah melalui perhitungan teknis yang komprehensif, tim sepakat mengevakuasi melalui jalur darat dengan bantuan crane. Tetapi, tim observasi menemukan hiu paus tersebut mati pada Selasa lalu. Selanjutnya, tim hanya bisa mengevakuasi bangkainya. ’’Proses evakuasi makan waktu sekitar 4 jam dari pukul 14.00 sampai pukul 18.15,’’ jelasnya. (mas/rud/JPNN)


Kunjungan Lapangan ke Pembuat Pupuk Berbahan Rumput Laut di Wonosari

_DSC1029

Pada Tanggal 2 Februari 2015, Kepala LPPMPHP Bapak Bakti B. Sedayu dan Team nya bersama DR. Ir. Wawan Hermawan, MS (Dosen IPB) dan DR. Ir. Nur Sigit Bintoro. M.Sc (Dosen UGM) melakukan kunjungan Lapangan ke Wonosari untuk memantau hasil kegiatan LPPMPHP tahun 2014. Menurut  DR. Ir. Wawan Hermawan, MS hasil peninjauan di lapangan khusus untuk pengolahan pupuk granul, sudah tepat dalam penentuan lokasi dan mitra kerjanya. Hal ini berdasarkan permintaan akan pupuk yang cukup besar. Namun dalam aplikasi pupuk granul, perlu percobaan di perkebunan misalnya sawit. Selain itu, juga untuk aplikasi di budidaya bawang merah perlu dilanjutkan.

                                                               sawah

Menurut DR. Ir. Nur Sigit Bintoro. M.Sc, kegiatan ini sangat mendukung pengembangan daerah terutama dalam memanfaatkan produksi rumput laut. sehingga patut lebih ditingkatkan bahkan di produksi secara massal.

Sawah Yang Penuh Ikan Mas di Ngemplak - Jogja

mina-padi-2

Gambar diatas adalah sistem mina padi di ngemplak jogja. Mina padi adalah sambil nanam padi, para petani juga sambil pelihara ikan juga. Ikan yang dipelihara disini adalah babyfish alias bayi ikan mas yang ditebar ditengah sawah pada saat musim tanam. Beberapa foto tersebut di facebook mendadak tenar karena memberikan inspirasi bagi usaha pertanian dan perikanan nusantara dan membuat heboh dunia maya.
sawah-ikan-ngemplak-jogja

“kereeen. padinya pakai pupuk organik, jadi ikannya nggak mati. fesesnya ikan juga jadi pupuk alami buat padinya. yg sudah menerapkan sistem mina padi sejak tahun 90an jangan sinis ya.. kita2 yg lahirnya tahun 2000an kan surprise bgt liat pemandangan yg sangat menginspirasi begini. makanya upload dong foto2 atau video pertanian kamu yg udh jadi sejak tahun 90an. hayo ada nggak?? aku bangga sama petani Indonesia… Indonesia negeri agraris mantaappp” Komentar dari Arif Stat Borneo

”Namanya sistem tanam legowo, memberi celah supaya sirkulasi oksigen bisa merata. Di daerah sukoreno sentolo kulon progo sistem ini udah di terapkan beberapa tahun oleh kelompok tani daerah kami… khususnya di bulak kemendung.. cuma tidak terekspos media… hasilnya bagus.. dan sistematis.. perlu ada kekompakan.. dalam setahun ada 2 x , penanaman padi di musim awal penghujan dan akhir musim penghujan begitu musim kemarau tiba para petani kompak untuk menanam palawija dan tanaman yang lain. Hal ini selain karna kebutuhan air tidak mencukupi dari irigasi berguna untuk menhindari hama..” Joen Sinyo Menambahkan
“Itu inspirasi yang sangat bagus untuk di kaji dan dikembangkan. Tapi kita harus tahu resiko dan sistem pertanian yang dikembangkan oleh petani tidak sama antara satu daerah dengan daerah lain. Dan dimadura masih sangat tradisional secara sistem pengairannya“. Phunsuk Helmi

Sumber berita : Link 1