EKONOMI BIRU

Arah Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan 2021 - 2024 Berbasis EKONOMI BIRU

ZI WBK? Yes, We CAN

LRMPHP siap meneruskan pembangunan Zona Integritas menuju satuan kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) yang telah dimulai sejak tahun 2021. ZI WBK? Yes, We CAN.

LRMPHP ber-ZONA INTEGRITAS

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan siap menerapkan Zona Integritas menuju satuan kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) 2021.

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Produk Hasil Rancang Bangun LRMPHP

Lebih dari 30 peralatan hasil rancang bangun LRMPHP telah dihasilkan selama kurun waktu 2012-2021

Kerjasama Riset

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Kanal Pengelolaan Informasi LRMPHP

Diagram pengelolaan kanal informasi LRMPHP

Sabtu, 12 Oktober 2019

Perwakilan LRMPHP Ikuti Pendampingan Sosialisasi Data LK (Span) TW 3 TA 2019 lingkup BRSDM


Pendampingan Sosialisasi Data LK (Span) TW 3 TA 2019 lingkup BRSDM
Jakarta – Sekretaris BRSDM Maman Hermawan membuka sekaligus memberikan arahan pada kegiatan Pendampingan Sosialisasi Data LK (Span) TW 3 TA 2019 lingkup BRSDM, yang terlaksana pada 11-12 okt 2019.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan arahan teknis dan asistensi kepada Satker lingkup BRSDM dalam menyusun Laporan Keuangan Triwulan III Tahun 2019 tingkat UAKPA, untuk selanjutnya disampaikan kepada BRSDM sebagai bahan penyusunan Laporan Keuangan Triwulan III Tahun 2019 tingkat Eselon I BRSDM (UAPPA E1).

Penyusunan Laporan Keuangan dilakukan melalui tahap rekonsiliasi data transaksi keuangan dan  tahap penyusunan LK. Langkah-langkah penyusunan Laporan Keuangan, yakni: Melakukan Rekonsiliasi Internal (pencocokan data antara SAIBA dan Simak BMN); Upload ADK Tepat Waktu melalui aplikasi e-Rekon; Membuat Laporan Keuangan Satker; serta Membuat Telaah Laporan Keuangan Satker

Disamping hal teknis tersebut, Satker agar mulai mengidentifikasi catatan penting sampai dengan triwulan III 2019, sebagai bahan untuk menyusun Catatan atas Laporan Keuangan yang akan dituangkan dalam LK Tahunan 2019.

“Harapan kami, dengan asistensi yang dilakukan oleh Narasumber serta pendampingan petugas akuntansi BRSDM, output data keuangan dan BMN Satker lingkup BRSDM memenuhi standar akuntansi, dengan kriteria tidak terdapat Transaksi Dalam Konfirmasi, tidak terdapat Unregister, tidak terdapat Saldo Tidak Normal, meminimalkan Pagu Minus, tidak terdapat Pengembalian Belanja (Pengembalian Belanja melebihi realisasi, tidak terdapat Neraca Tidak Balance, serta t idak terdapat selisih Rekonsiliasi Internal,” tutur Maman Hermawan.

Lebih jauh lagi pihaknya berharap dengan tersusunnya laporan Keuangan TW III Tahun 2019 ini, maka laporan Keuangan Tahun 2019 akan lebih  berkualitas, dengan hasil reviu Itjen yang bersih tanpa catatan, serta menjadi penyumbang opini WTP bagi LK KKP Tahun 2019.

Perwakilan LRMPHP Ikuti Pendampingan Sosialisasi Data LK (Span) TW 3 TA 2019 lingkup BRSDM
                         

Minggu, 06 Oktober 2019

Petani Bantul Sukses Uji Coba Budidaya Minapadi


Petani Bantul Sukses Uji Coba Budidaya Mina Padi
Musim tanam kali ini digunakan oleh para petani yang tergabung di Kelompok Tani Dwi Manunggal untuk ujicoba budidaya mina padi. Dengan difasilitasi Kementrian Kelutan dan Perikanan (KKP) RI, ujicoba ini berhasil menghasilkan panen lebih banyak dibanding sebelumnya. Meski dilakukan saat musim kemarau, ikan nila dari sawah dapat berkembang dengan baik.
             Dengan sistem budidaya mina padi mampu hasilkan gabah 11 ton perhektar
Penyuluh Perikanan Badan Riset SDA Kelautan dan Perikanan, Sulistyatmoko menjelaskan bahwa fasilitasi dari KKP RI untuk lahan seluas 15 hektar. Hasil panen, Sulis menilai jauh lebih baik karena satu hektar dapat menghasilkan padi hingga 11 ton. Padahal rata-rata lahan di wilayah itu tanpa mina padi hanya menghasilkan 9,93 ton. Angka ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan hasil panen rata-rata Kabupaten Bantul yang hanya sekitar 6 ton perhektarnya. “Untuk ikan bisa sampai 800 kilogram,” imbuhnya disela panen raya di Dusun Nglebeng, Tamanan, Banguntapan, Jumat (4/10).
Ikan nila mampu membantu pertumbuhan padi
Sulis menambahkan dengan sistem ini petani selain mendapat hasil lebih banyak, dapat memanen ikan yang dibudidaya. Menurutnya ikan jenis nila yang dibesarkan di sawah tersebut bukan hanya sebagai penunjang pemanfaatan lahan. Namun juga dapat membantu pertumbuhan padi. Nila akan memakan hama sehingga petani tidak perlu melakukan penyemprotan pestisida. Selain itu pemupukan juga hanya dilakukan cukup sekali dari mulai tanam hingga panen. Kotoran ikan dinilai dapat memberikan nurisi tambahan bagi tanaman, sehingga dapat berkembang dengan lebih baik. “Hasil panen tambah dan biaya produksi petani menurun,” paparnya.
Ketua Kelompok Tani Manunggal, Subandi membenarkan hal ini. Bahkan menurutnya sejak ikan nila dimasukkan ke sawah dia tidak lagi menemui tanaman padi yang tidak produktif atau biasa disebut gabuk. Tanaman padi yang gabuk akan menjadi makanan ikan nila termasuk rumput-rumput pengganggu diantara tanaman padi. “Tidak perlu disorok, karena tidak ada rumput yang perlu dibersihkan,” paparnya.
Tak butuh air yang berlimpah agar ikan nila tetap hidup
Subandi menambahkan seluruh lahan di kelompoknya sekitar 18  hektar namun yang digunakan ujicoba baru 15 hektar saja. Pada saat usia padi 20 hari bibit nila mulai ditebar di sawah. Perawatannya hanya diberi pakan yang juga bantuan dari KKP. Rata-rata setiap seribu meter persegi sawah, menghabiskan pakan jenis pellet B78 sebanyak 100 kilogram hingga panen. Saat dipanen dalam satu kilogram terdiri dari 8-10 ekor ikan nila. “Pertumbuhannya cepat kalau nila,” sebutnya.
Penerapan sistem mina padi ini hanya sedikit merubah teknis persawahan. Di tepi sawah akan dibuat kolam dalam, meskipun tidak lebar namun kedalaman air sekitar 40 cm. Sedangkan kedalam air dibagian lain tetap sama seperti sawah pada umumnya, sekitar 10 cm. Menurutnya lokasi persawahan itu tidak pernah kekurangan air. Selama ini mengandalkan saluran irigasi Bendung Mrican dengan air yang bersumber dari Sungai Gajahwong. Subandi mengatakan syarat utamanya adalah ketersediaan air, sehingga air di sawah harus tetap terjaga. “Tidak harus dalam, yang penting air itu ada terus,” tandasnya.
Hama regul jadi ancaman utama budidaya mina padi
Sejauh ini kendala yang dihadapi oleh petani justru pada hama ikan berupa regul. Hewan pemakan ikan ini menjadi musuh petani, karena jaring yang dipasang mengelilingi sawah tidak mampu menghalau regul. Selain itu belum adanya jaringan pemasaran ikan yang membeli ikan hasil petani. Namun begitu Subandi mengaku akan melanjutkan sistem mina padi tersebut. Meskipun diperkirakan lahan akan berkurang, Subandi yakin petani lain mulai tertarik untuk melanjutkan sistem ini. “Kalau selanjutnya kan petani harus mandiri ya, tidak bisa mengandalkan bantuan lagi jadi tidak bisa sebanyak sekarang,” pungkasnya.

Sumber : jogja.idntimes

Selasa, 01 Oktober 2019

CEGAH KEMATIAN MASSAL IKAN, KKP DORONG PANEN PARSIAL JELANG PERUBAHAN MUSIM

Nomor : SP261/SJ.04/X/2019
SIARAN PERS

JAKARTA (1/10) –  Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) melakukan upaya pencegahan dan pengendalian atas penyebab kematian ikan massal yang terjadi akibat perubahan musim. Terlebih saat ini Indonesia tengah mengalami musim kemarau akibat memanasnya suhu muka laut di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timur. Musim kemarau kini sudah menghampiri utara dan timur Aceh, Sumatera Utara, Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan bagian tenggara, pesisir barat Sulawesi Selatan, pesisir utara Sulawesi Utara, pesisir dalam perairan Sulawesi Tengah, sebagian Maluku, dan Papua bagian selatan.

Kepala BRSDM, Sjarief Widjaja mengungkapkan, kematian massal ikan pada umumnya terjadi karena adanya pergantian cuaca sehingga terjadi penurunan massa air hingga upwelling, yang menyebabkan pasokan oksigen ikan berkurang secara drastis. Hal tersebut berimbas pada rusaknya suhu air.

BRSDM merekomendasikan untuk sementara waktu aktivitas Keramba Jaring Apung (KJA) dihentikan terlebih dahulu sekitar dua bulan, agar perairan bisa memperbaiki kondisinya seperti semula. Di samping itu, ia juga mendorong pembudidaya untuk melakukan panen sebagian atau panen parsial.
“Ketika waktu kematian massal ikan sudah diketahui, kenapa tidak dilakukan panen parsial, panen awal, sehingga risiko kematian massal akan lebih kecil,” ungkap Sjarief di Jakarta, Selasa (1/10).

Berdasarkan hasil riset dan informasi yang dilakukan oleh Peneliti Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI) - BRSDM, Krismono dan Joni Haryadi, kemarau yang melanda Indonesia saat ini membuat daerah perairan waduk dan telaga mengalami penurunan kedalaman air dari 10 - 20 m, luas perairan menurun sehingga tinggal 50 - 60 persen.  Hal ini mengindikasikan bahwa daya dukung perairan juga menurun. Daerah perairan yang mengalami penurunan kedalaman antara lain Telaga Sarangan, Danau Singkarak, Waduk Kedung Ombo, Rawa Pening, Waduk Saguling, Waduk Cirata, Waduk Wadaslintang, dan Waduk Sempor, serta Waduk Jatiluhur.

Penyusutan volume air ini juga menyebabkan konsentrasi beberapa senyawa kimia perairan menjadi lebih tinggi. Berdasarkan prakiraan cuaca dari BMKG, musim hujan akan diawali sekitar Oktober-November 2019 serta puncaknya terjadi pada Januari 2020.
“Seperti biasa, pada musim hujan maka akan terjadi pencucian daerah tangkapan air (catchment area) dengan air hujan yang kemudian masuk ke perairan waduk atau danau. Masuknya air dengan material yang dibawa dari wilayah daratan dan besarnya arus yang masuk keperairan akan mengakibatkan pembalikan material di dasar perairan yang dangkal, sehingga akan mengakibatkan kualitas air yang jelek. Ini dapat mengakibatkan kematian ikan khususnya ikan budidaya dalam keramba jaring apung,” tuturnya.

Menurutnya, konsentrasi oksigen saat ini masih baik dan layak untuk kehidupan ikan. Sebagai contoh di Telaga Sarangan berkisar 5,59-6,23 mg/L; untuk Kedung Ombo 9,42 mg/L, dan Waduk Jatiluhur berkisar 3,83-5,76 mg/L. Namun konsentrasi oksigen terlarut ini akan menurun secara drastis ketika datang musim penghujan. Hasil monitoring rutin menunjukkan bahwa konsetrasi oksigen pada musim penghujan berkisar 1,54-3,55 mg/L, sedangkan konsentrasi oksigen yang dibutuhkan oleh ikan > 5 mg/L.

Pada musim penghujan, dikatakan terdapat hembusan angin kencang serta arus air yang deras dari sungai inlet yang menyebabkan pembalikan massa air dari dasar. Air di dasar perarian umumnya akan memiliki kualitas air yang kurang baik dengan kandungan oksigen yang rendah dan kosentrasi senyawa yang bersifat racun seperi nitrit dan amoniak sehingga ketika terjadi pembalikan massa air akan menyebabkan kematian ikan.

Kualitas yang buruk ini sebagai akibat dari dekomposisi bahan organik yang terakumulasi di dasar perairan. "Pada umumnya kematian massal ikan ditandai oleh terjadinya mendung disertai gerimis selama beberapa hari. Hal ini mengakibatkan proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen diperairan menjadi tidak optimal, sedangkan oksigen yang ada terus digunakan untuk respirasi. Sehingga konsentrasi oksigen tidak mencukupi untuk organisme akuatik termasuk ikan budidaya," jelasnya.

Sementara Joni menambahkan, untuk pembudidaya ikan, kondisi perairan tersebut harus menjadi perhatian. "Pembudidaya harus mengambil langkah-langkah antisipasi untuk ikannya. Langkah tersebut antara lain dengan: mengurangi kepadatan ikan (dengan dipanen), memindahkan letak KJA ke tempat yang lebih dalam, atau mempersiapkan alat aerasi karena biasanya kandungan oksigen terlarut turun, mempersiapkan penampungan ikan di kolam darat, dan lain-lain. Perhatian ini untuk pembudidaya ikan dalam KJA yang ada di perairan waduk atau danau supaya tidak terjadi kerugian besar karena kematian ikan masal,” papar Joni.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa fenomena kematian ikan budidaya tersebut sudah sering terjadi dan menimbulkan kerugian bagi pembudidaya bahkan hingga gulung tikar.  Terkadang petani telah mengetahui tentang fenomena kematian massal ikan, namum tetap melakukan kegiatan budidaya pada saat rawan kematian karena tergiur besarnya keuntungan yang akan diperoleh ketika dapat panen ikan.

Untuk beberapa lokasi seperti Waduk Jatiluhur dan Danau Toba, BRSDM telah mengeluarkan rekomendasi berupa kalender ‘Prediksi Kematian Massal Ikan’ dan skema ‘Alur Penanganan Kematian Massal Ikan’, yang berisikan data dan informasi penyebab kematian massal ikan di KJA, termasuk upaya penanggulangannya sebagai bagian upaya pencegahan dan pengendalian peristiwa kematian massal ikan agar tidak kembali terjadi. Kalender tersebut diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pembudidaya.

Kejadian kematian massal ini umumnya terjadi pada badan air dengan kegiatan budidaya yang telah melebihi daya dukung lingkungan. Oleh karena itu, pihak pengelola juga harus mengakkan aturan tentang jumlah KJA yang boleh beroperasi.

Beban pencemaran yang masuk ke perarain juga berasal dari luar badan air, sehingga aktivitas pemanfaatan lahan di sekitar badan air juga harus diperhatikan. Kegiatan pertanian dan perkebunan yang menggunakan pupuk serta limbah rumah tangga yang masuk ke badan air juga menyebabkan penurunan kualitas air.

Sebagai informasi, BRPSDI adalah Unit Pelaksana Teknis  KKP di bidang riset pemulihan sumber daya ikan perairan tawar dan laut. BRPSDI mempunyai tugas pokok melakukan riset pemulihan, konservasi, dan rehabilitas terhadap  sumber daya ikan dan lingkungan di perairan laut dan tawar.

Lilly Aprilya Pregiwati
Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri

Kunjungan Dewan Riset Daerah (DRD) DIY di LRMPHP

Kunjungan Dewan Riset Daerah (DRD) DIY di LRMPHP
Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan (LRMPHP) menerima kunjungan Dewan Riset Daerah (DRD) DIY pada 30 September 2019. Kunjungan dipimpin oleh KPH Ir. Bayudono, M.Sc selaku ketua DRD DIY ini dalam rangka sosialisasi dan koordinasi untuk perumusan kebijakan pengembangan Science Techno Park (STP) di DIY. 

KPH Ir. Bayudono, M.Sc menyampaikan bahwa DRD DIY mempunyai visi untuk menjadikan DIY pusat keunggulan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terapan yang berbasis pada budaya dan intelektualitas masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Saat ini banyak lembaga riset, baik dari PT, lembaga pemerintah, maupun swasta tidak terhubungkan satu dengan lainnya, akibatnya banyak materi riset yang duplikatif dan hasilnya tidak termanfaatkan karena tidak didukung dengan riset yang akurat dan hanya bersifat tambal sulam. 

Dengan melihat kondisi kegiatan riset dan pembangunan iptek tersebut maka sumber daya manusia  (SDM) dan kegiatan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi perlu dikembangkan. Agar kegiatan riset dan teknologi dapat diterapkan dan dikembangkan, ada beberapa hal yang harus dipenuhi diantaranya secara substansi, teknologi yang dikembangkan sesuai dengan realita kebutuhan, teknologi yang dikembangkan sepadan dengan kapasitas adopsi pengguna potensialnya sehingga mampu digunakan, kompetitif terhadap teknologi yang sudah tersedia di pasar dan invention (penemuan) yang diarahkan keinnovation (penerapan).

Untuk itu, DRD DIY sepakat membentuk forum komunikasi antar STP di DIY dan akan menyusun konsep mengenai wadah komunikasinya. DRD DIY siap dalam membantu, mendampingi serta mengarahkan para peneliti  mengingat DRD DIY merupakan wadah bagi para peneliti di DIY.

Menanggapi pemaparan yang disampaikan oleh DRD DIY tersebut, LRMPHP yang diwakili oleh Tri Nugroho Widianto, MSi menyambut antusias dan menyatakan mendukung pembentukan forum STP. Selain untuk menjembatani koordinasi antar institusi riset, forum komunikasi ini sebagai upaya untuk mendukung secara langsung pembangunan yang dilandasi oleh hasil riset. Salah satu upaya yang ditempuh LRMPHP selama ini adalah dengan cara menjalin penjajakan kerja sama dengan institusi riset dan pelaku usaha, melakukan monev terpadu dengan dinas terkait dan pengujian peralatan hasil riset kepada pengguna. 

Dengan diawalinya pertemuan ini, baik LRMPHP dan DRD DIY sepakat untuk melakukan koordinasi lanjutan terkait pengembangan STP di DIY yang berbasis budaya lokal. 

Rabu, 25 September 2019

LRMPHP ikuti FGD Litbang Pasca Pemberlakuan UU 11/2019


Perwakilan LRMPHP yang terdiri dari Kepala Loka, Kakelti dan Pengelola Kepegawaian menghadiri kegiatan FGD Litbang bertema Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Sektor Kelautan dan Perikanan Pasca Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang diselenggarakan oleh Biro Hukum dan Organisasi KKP pada tanggal 23 September 2019 di Balai Besar Penangkapan Ikan, Semarang.

Kegiatan ini dihadiri oleh peserta yang terdiri dari perwakilan unit kerja eselon 1 dan satuan kerja/UPT yang memiliki jabatan fungsional peneliti (satuan kerja riset di BRSDMKP) dan jabatan fungsional perekayasa (satuan kerja – UPT pada Ditjen Teknis KKP). Diantaranya yaitu:
  • Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara, Jawa Tengah
  • Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar Sukabumi, Jawa Barat
  • Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Pesawaran, Lampung
  • Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar, Sulawesi Selatan
  • Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo, Jawa Timur
  • Balai Perikanan Budidaya Air Payau Ujung Batte, Aceh
  • Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Sei Gelam, Jambi
  • Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Mandiangin, Kalimantan Selatan
  • Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Tatelu, Sulawesi Utara
  • Balai Perikanan Budidaya Laut Batam, Kep. Riau
  • Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok, Nusa Tenggara Barat
  • Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon, Maluku
  • Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya
  • Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan Karangasem, Bali
  • Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan Serang, Banten
  • Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan Jakarta
  • Pusat Riset Kelautan
  • Pusat Riset Perikanan
  • Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Jakarta
  • Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Jakarta
  • Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan Gondol, Bali
  • Balai Riset dan Observasi Laut Perancak, Bali
  • Balai Riset Perikanan Laut Cibinong, Jawa Barat
  • Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan Palembang, Sumatera Selatan
  • Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan Jatiluhur, Jawa Barat
  • Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan Maros, Sulawesi Selatan
  • Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan Bogor, Jawa Barat
  • Balai Riset Pemuliaan Ikan Sukamandi, Jawa Barat
  • Balai Riset Budidaya Ikan Hias Depok Jawa Barat
  • Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir Bungus, Sumatera Barat
  • Loka Riset Perikanan Tuna Benoa, Bali
  • Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan Bantul, Yogyakarta
  • Loka Riset Budidaya Rumput Laut Boalemo, Gorontalo
  • Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan Wakatobi, Sulawesi Tenggara
Kegiatan ini diselenggarakan sehubungan dengan pemberlakuan UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Beberapa hal yang menjadi issue yaitu
  1. Rencana Induk Pemajuan Iptek akan menjadi acuan dalam penyusunan RPJPN dan RPJMN.
  2. Penambahan batas usia pensiun untuk Peneliti Ahli Utama (menjadi 70 tahun) dan Peneliti Ahli Madya (menjadi 65 tahun).
  3. Hasil Litbang wajib dipublikasikan dan didiseminasikan.
  4. Komisi Etik dibentuk untuk menegakkan kode etik penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap) iptek.
  5. Pemerintah menetapkan wajib serah dan wajib simpan atas seluruh data primer dan output riset, paling singkat selama 20 tahun, melalui sistem informasi iptek yang terintegrasi secara nasional.
  6. Untuk menjalankan litbangjirap dan menghasilkan invensi dan inovasi yang terintegrasi dibentuk badan riset dan inovasi nasional (BRIN).
  7. Dana abadi litbangjirap invensi dan inovasi dibentuk oleh pemerintah untuk membiayai litbangjirap.
  8. Insentif pengurangan pajak bagi badan usaha yang melakukan litbangjirap.
  9. Dilarang melakukan pengalihan material kekayaan hayati dll, kecuali uji material nya tidak dapat dilakukan di Indonesia. Dalam hal ini wajib dilengkapi dengan dokumen MTA.
  10. Pemerintah melakukan pengukuran indikator iptek nasional secara berkala.
  11. Kegiatan litbangjirap yang berisiko tinggi dan berbahaya wajib mendapatkan izin dari pemerintah, melalui proses di komisi etik.
  12. Beberapa sanksi administratif dan ketentuan pidana bagi pelanggar UU ini.
Sedangkan di kalangan peneliti KKP sendiri, beberapa hal yang menjadi diskusi hangat diantaranya yaitu
  1. Penambahan batas usia pensiun yang belum ada PP nya sampai dengan saat ini.
  2. Kelembagaan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional): bentuk dan mekanisme kerjanya
  3. Apakah BRSDMKP diserahkan/melebur ke BRIN?
  4. Apakah UPT milik ditjen teknis (yang memiliki jabfung perekayasa) ikut diserahkan ke BRIN juga. Karena BRIN memayungi kegiatan litbangjirap (penelitian, pengembangan, pengkajian, dan  penerapan).
Paparan narasumber
Kegiatan diawali dengan sambutan selamat datang oleh Plt. Kepala BBPI (Bpk Usman Effendi) dan dilanjutkan dengan paparan narasumber (panel) yang dipandu oleh ibu Effin Martiana (Kabag Organisasi dan Tata Laksana pada Biro Hukum dan Organisasi)
1. Kepala Pusat Riset Perikanan
Kepala Pusat Riset Perikanan (Bapak Waluyo Sejati Abutohir) membawakan materi bertema Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Sektor Kelautan dan Perikanan. Beberapa poin penting dari materi yang beliau sampaikan yaitu:
  • transformasi kebijakan riset: yang hulu dan hilirnya dari pengguna / masyarakat
  • penyusunan pohon riset sebagai basis/dasar pelaksanaan kegiatan riset
  • ketika organisasi BRIN muncul, baik organisasinya berjalan secara struktural maupun fungsional, roadmap riset tetap harus ada
2. Kepala Bagian Jabatan Fungsional – Biro SDM Aparatur KKP
Kabag Jabfung (Bapak Suratna) membawakan materi bertema kepegawaian Pembinaan Jabfung di KKP terkait dengan pemberlakuan UU 11/2019. Beberapa poin penting dari materi yang beliau sampaikan yaitu
  • umur pensiun untuk peneliti dan perekayasa jenjang ahli madya dan utama bertambah, masing-masing menjadi 65 dan 70 tahun
  • pemberlakuan BUP yang baru mengacu pada PP (yang belum terbit), namun akan diantisipasi dengan SE dari BKN/Menpan agar menjadi acuan selama masa transisi
3. Kepala Bagian Hukum – Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan - Kemenristekdikti
Kabag Hukum (Bapak Syarif) membawakan dua materi, yaitu
  • Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Berdasarkan UU 11/2019
  • Bisnis Proses dan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Sektor Kelautan dan Perikanan Berdasarkan UU11/2019
Poin menarik terkait dengan kelembagaan Badan Riset dan Inovasi Nasional yang beliau sampaikan yaitu, ada 2 opsi kelembagaan
  • Kelembagaan secara struktural, yang artinya BRIN ini akan menarik dan menghapuskan unit-unit litbangjirap di kementerian/lembaga
  • Kelembagaan secara fungsional, yang artinya BRIN ini akan menjalankan peran untuk meng-organisasi-kan unit-unit litbangjirap di berbagai kementerian/lembaga (mirip dengan peran yang dilaksanakan oleh Bappenas terhadap Biro Perencanaan dan Bappeda).
-File paparan dapat diakses melalui alamat: http://bit.ly/fgd-sisnasiptek