EKONOMI BIRU

Arah Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan 2021 - 2024 Berbasis EKONOMI BIRU

ZI WBK? Yes, We CAN

LRMPHP siap meneruskan pembangunan Zona Integritas menuju satuan kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) yang telah dimulai sejak tahun 2021. ZI WBK? Yes, We CAN.

LRMPHP ber-ZONA INTEGRITAS

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan siap menerapkan Zona Integritas menuju satuan kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) 2021.

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Produk Hasil Rancang Bangun LRMPHP

Lebih dari 30 peralatan hasil rancang bangun LRMPHP telah dihasilkan selama kurun waktu 2012-2021

Kerjasama Riset

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Kanal Pengelolaan Informasi LRMPHP

Diagram pengelolaan kanal informasi LRMPHP

Senin, 18 Mei 2020

KKP Kembangkan Wisata Bahari Berbasis Desa

Wisata bahari berbasis desa

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Aryo Hanggono mengatakan Pengembangan Wisata Bahari berbasis desa perlu dilakukan untuk memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat pesisir.

Dalam pengembangannya, masyarakat didorong untuk berperan aktif sebagai pelaku usaha dengan memanfaatkan jasa ekosistem kelautan dan perikanan.

“Program Dewi Bahari merupakan upaya meningkatkan nilai tambah ekonomi masyarakat pesisir dengan mengoptimalkan peran masyarakat berbasis desa dalam mendukung pengembangan wisata bahari berkelanjutan,” terang Aryo di Jakarta (15/5).

Aryo menambahkan, selain meningkatkan nilai tambah ekonomi pemanfaatan jasa lingkungan oleh masyarakat, Dewi Bahari juga bertujuan untuk memperbaiki ekosistem dan lingkungan.

“Selain itu juga untuk perbaikan perilaku masyarakat pesisir dalam pengelolaan lingkungan dan pelestarian budaya pesisir,” pungkasnya.

Direktur Jasa Kelautan (Jaskel), Miftahul Huda dalam Webinar “Sharing Pengelolaan Wisata Bahari Berbasis Desa”, menjelaskan beberapa kriteria sebuah desa pesisir yang dapat dikembangkan sebagai lokasi Dewi Bahari, yaitu desa pesisir memiliki potensi daya tarik wisata (alam, buatan, budaya) dan potensi kunjungan wisata, mendapat dukungan dari pemerintah daerah, ketersediaan fasilitas dasar, dan adanya komitmen dari kelompok masyarakat.

“Agar dapat ditetapkan sebagai lokasi Dewi Bahari, desa dapat mengusulkan ke KKP melalui Kepala Desa atau Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan. Penetapan lokasi Dewi Bahari juga dapat dilakukan melalui penunjukan suatu desa yang pernah mendapat bantuan pemerintah. Pada tahun 2016 hingga 2019, KKP melalui Direktorat Jaskel telah memberikan bantuan sarana prasaran wisata bahari di 46 kawasan,” jelas Huda.

Lebih lanjut, Huda menerangkan tahapan pengembangan Dewi Bahari terdiri dari perencanaan berbasis komunitas, pembinaan, pembangunan infrastruktur, pengembangan ekonomi/kemitraan, dan monitoring evaluasi. “Dengan adanya intervensi Dewi Bahari pada desa pesisir, kami berharap ada peningkatan nilai tambah ekonomi dari pemanfaatan jasa lingkungan oleh masyarakat desanya,” tutupnya.

Webinar yang bertujuan sebagai ajang diskusi dan pembelajaran pengembangan wisata bahari diikuti lebih dari 150 orang peserta dari berbagai daerah, instansi, komunitas, dan praktisi wisata bahari. Selain Direktur Jaskel, hadir narasumber lainnya yaitu WWF Indonesia sebagai lembaga yang terlibat mendampingi pengelola wisata (community based tourism), serta Raja Muda Petuanan Kataloka , Clungup Mangrove Conservation, dan Bangsring Underwater yang berbagi pengalaman mengenai pengelolaan eko wisata berbasis masyarakat lokal dan potensi lokal.


Sumber : KKPNews


Jumat, 15 Mei 2020

LRMPHP Bagikan Nasi Ikan Kepada Warga Bantul Terdampak Covid-19


LRMPHP Bagikan Nasi Ikan Kepada Warga Bantul Terdampak Covid-19
Dalam rangka berbagi di bulan Ramadan, LRMPHP Bantul turut berpartisipasi dalam gerakan berbagi nasi ikan yang digagas oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Kegiatan ini sebagai bentuk solidaritas pegawai LRMPHP dalam membantu sesama terdampak pandemi Covid-19. Gerakan berbagi nasi ikan dilaksanakan pada Jumat, 15 Mei 2020 dengan membagikan nasi ikan kepada warga di sekitar kantor LRMPHP. 

Kepala LRMPHP menyatakan bahwa pendanaan kegiatan ini berasal dari murni swadaya pegawai LRMPHP secara sukarela. “Alhamdulillah, terima kasih atas donasi rekan-rekan pegawai LRMPHP, semoga menjadi amal serta mendapatkan balasan dan rejeki yang berkah, “ tutur Kepala LRMPHP, Luthfi Assadad.

Pembagian nasi ikan kepada warga sekitar dilakukan secara langsung oleh pegawai LRMPHP dengan tetap mengikuti protokol Covid-19. Sebanyak 70 paket nasi ikan dibagikan kepada warga terdampak Covid-19 seperti tukang becak, ojek online maupun warga yang ada di lokasi. Pembagian nasi ikan ini direncanakan akan berlangsung selama 4 hari, dengan lokasi pembagian yang berbeda. 

Ojek online menerima pembagian nasi ikan
Dalam kegiatan gerakan berbagi nasi ikan yang diselenggarakan LRMPHP, masyarakat terlihat antusias menerimanya. Hal ini diungkapkan salah satu penerima nasi bungkus yang terdampak Covid-19 hingga saat ini menjadi pengangguran. “Terima kasih LRMPHP Bantul, saya merasa senang dan terbantu dengan pembagian ini, mudah-mudahan kegiatan ini dapat membawa keberkahan untuk semuanya,” ungkap Bp. Waji, warga Bantul.

Tim LRMPHP peduli warga terdampak Covid-19

Dengan kegiatan ini, Kepala LRMPHP berharap dapat membantu meringankan beban warga terdampak Covid-19 dengan sedikit memberikan tambahan nutrisi dari nasi ikan sehingga dapat menambah imunitas tubuh sebagai upaya menangkal Covid-19.


Kamis, 14 Mei 2020

Peneliti LRMPHP Ikuti Webinar Elsevier “Writing a Great Paper and Getting It Published”

Peneliti LRMPHP Ikuti Webinar Elsevier

Dalam rangka meningkatkan kompetensi peneliti serta mengisi kegiatan produktif WFH (work from home), peneliti LRMPHP mengikuti Webinar dari Elsevier "Writing a Great Paper and Getting It Published" dan dibawakan oleh Nicholas Pak (konsultan untuk Elsevier) pada tanggal 14 Mei 2020. Webinar ini diselenggarakan melalui aplikasi Zoom meeting dan dapat diikuti di tempat para peserta berada.

Pada pelaksanaan Webinar dari Elsevier ini dibahas tentang cara pemilihan jurnal yang sesuai, pengumpulan elemen paper, tipe manuskrip dan penggunaan bahasa dalam penulisan manuskrip, pengecekan plagiarism serta cara mengetahui perangkingan jurnal (Q1 dan Q2).

Dalam pemilihan jurnal yang sesuai, peneliti dapat mengunjungi homepage jurnal untuk melihat apakah jurnal tersebut sesuai atau tidak. Informasi yang terdapat dalam homepage jurnal tersebut diantaranya Journal aims and scope, tipe artikel yang diterima, artikel terbaru yang dipublikasikan, dan referensi di artikel yang ditulis akan menuntun pada jurnal yang sesuai. Elsevier juga menyediakan journal finder Elsevier sebagai sarana untuk mencari jurnal yang sesuai dalam mempublikasikan artikel. Mesin pencarian ini menyediakan pilihan berdasarkan tema, jenis abstrak dan lama waktu yang diperlukan untuk publikasi suatu artikel.

Untuk pengumpulan elemen paper, beberapa tahapan yang dilakukan yaitu dengan mempersiapkan outline, menulis draft pertama, dan rewrite and improve. Berbagai tipe manuskrip, seperti full article, letters or short communications, dan review papers, dalam penulisannya digunakan bentuk tenses yang sesuai. Pada abstract and summary dan  methods and materials ditulis dalam bentuk past tense, introduction dalam bentuk present tense dan pada bagian discussion ditulis dalam bentuk past dan present tense. Bahasa yang digunakan dalam manuskrip juga harus sederhana, tidak berbelit – belit, serta menggunakan tanda baca yang tepat. Sementara itu untuk pengecekan plagiarisme dapat menggunakan software IThenticate (berbayar) dan untuk mengetahui perangkingan jurnal (Q1 dan Q2 ) dapat melalui scopus.com.



Rabu, 13 Mei 2020

Menteri Edhy Jelaskan Alasan Pembukaan Ekspor Benih Lobster

Menteri KKP Edhy Prabowo

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo melakukan pertemuan virtual dengan 25 pemimpin redaksi media cetak, online dan juga elektronik, Selasa (12/5/) sore. Dalam pertemuan tersebut membahas sejumlah isu-isu hangat seputar kelautan dan perikanan, salah satunya tentang izin ekspor benih lobster sesuai Permen KP No. 12 tahun 2020 sebagai pengganti Permen KP No. 56 Tahun 2015.
“Aturan itu dibuat berdasarkan kajian para ahli. Sehingga kita lihat saja dulu. Kita bikin itu juga berdasarkan perhitungan,” ujar Menteri Edhy.
Sebagaimana diketahui, pada Permen KP No. 12 Tahun 2020 diatur tentang diperbolehkan ekspor benih lobster namun dengan syarat yang cukup ketat, di antaranya mengenai kuota, lokasi penangkapan benih, kewajiban budidaya, pelepasliaran sebanyak 2% dari hasil panen, dan syarat-syarat lainnya. (Pasal 5, poin a – j)
Secara umum perbedaan dari Permen KP 56/2016 dengan Permen KP 12/2020 meliputi: (1) Permen 56 tidak dilengkapi definisi fase pertumbuhan lobster, (2) Dilarang menjual  benih untuk budidaya (pasal 7 ayat 1), dan (3) Dilarang memindahkan (ekspor) benih lobster (pasal 7 ayat 3).
Adapun Permen KP No. 12 Tahun 2020 mengatur tentang: (1) Definisi fase pertumbuhan lobster (Pasal 1, poin 7 dan 8); (2) Diperbolehkan budidaya benih lobster disertai tanggung jawab pelepasliaran 2% dari hasil panen (Pasal 3, poin e); dan, (3) Diperbolehkan ekspor benih lobster disertasi syarat ketat.
Menteri Edhy menjelaskan, telah memiiki jawaban mengenai kekhawatiran banyak pihak bahwa izin ekspor benih lobster akan mengancam populasi komoditas tersebut. Dari hasil pertemuannya dengan ahli lobster Universitas Tasmania Australia, kata dia, krustasea ini sudah bisa dibudidaya. Ditambah lagi, potensi hidup lobster budidaya sangat besar mencapai 70 persen, jauh lebih tinggi dibanding hidup di alam.
Edhy menambahkan, aturan izin ekspor benih lobster sebenarnya sangat mengedepankan keberlanjutan. Pasalnya, eksportir baru boleh mengekspor benih lobster setelah melakukan budidaya dan melepas-liarkan 2 persen hasil panen ke alam.
“Kita minta mereka peremajaan ke alam 2 persen. Saya pikir ini bisa menjaga keberlanjutan,” tambahnya.
Di samping keberlanjutan, alasan ekonomi menjadi pertimbangan diterbitkannya aturan ekspor benih lobster. Edhy mengaku banyak nelayan yang kehilangan mata pencaharian setelah adanya Permen KP Nomor 56 tahun 2016. Apalagi, permen tersebut tidak memperbolehkan lobster dibudidaya.
“Kita mendorong keberlanjutan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi. Keduanya harus sejalan. Tidak bisa hanya keberlanjutan saja tapi nelayan kehilangan penghasilan, tidak bisa juga menangkap saja tanpa mempertimbangkan potensi yang dimiliki,” jelasnya.
Meeting virtual yang dipandu oleh Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, TB Ardi Januar itu berlangsung sekitar dua jam. Selain soal izin ekspor benih lobster, isu lain yang dibahas di antaranya eksploitasi ABK di luar negeri, dampak pandemi Covid-19 terhadap nelayan dan ekspor produk perikanan, hingga pengembangan sektor budidaya di Indonesia.

Sumber : KKPNews

Jumat, 08 Mei 2020

Peneliti LRMPHP Ikuti Webinar Series Bedah Buku “Penulisan Artikel Ilmiah”

Peneliti LRMPHP Ikuti Webinar Series Bedah Buku “Penulisan Artikel Ilmiah”
Dalam rangka meningkatkan kompetensi peneliti serta mengisi kegiatan produktif WFH (work from home), peneliti LRMPHP mengikuti Webinar Series yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia dan IEEE Indonesia Section dengan judul Bedah Buku “Penulisan Artikel Ilmiah” dengan narasumber Prof. Dr. Wisnu Jatmiko (Koordinator MIK – DIK Fasilkom UI dan Ketua IEEE Indonesia Section) pada tanggal 6 Mei 2020. Webinar ini diselenggarakan melalui aplikasi Zoom meeting dan dapat diikuti di tempat para peserta berada.

Pada Bedah Buku “Penulisan Artikel Ilmiah” dibahas tentang strategi untuk meningkatkan publikasi jurnal internasional. Salah satu strategi yaitu dengan menemukan jurnal dengan impact factor yang tinggi.  Impact factor menurut Springer yaitu tolok ukur reputasi jurnal yang mencerminkan seberapa sering jurnal tersebut ditinjau oleh rekan-rekan peneliti atau rekan sejawat lainnya (peer-reviewed) dan dikutip oleh peneliti lain pada tahun tertentu. Pada suatu tahun tertentu, impact factor jurnal adalah jumlah rata-rata kutipan per makalah yang diterbitkan di jurnal selama dua tahun sebelumnya.

Selain impact factor yang tinggi, jurnal dengan h-index yang tinggi juga dapat dijadikan indikator produktivitas dan dampak dari karya ilmuwan atau cendekiawan yang diterbitkan. Saat ini terdapat beberapa pengindeks artikel ilmiah seperti Scopus (www.scopus.com), Thomson Reuters (http://thomsonreuters.com/en.html), dan Microsoft Academic Research (http://academic.research.microsoft.com).

Dalam kegiatan webinar, juga dibahas strategi untuk menghindari plagiarisme dan jurnal predator. Plagiarisme dapat dihindari dengan melakukan pengecekan melalui beberapa website yang telah tersedia seperti http://gateway.scanmyessay.com/index.php, https://ithenticate.com/, http://www.customwritings.com/check-paperfor-plagiarism.html, dan http://www.plagtracker.com/. Sementara itu untuk menghindari jurnal predator, ada beberapa website list jurnal predator diantaranya http://scholarlyoa.com/publishers/, http://pak.dikti.go.id/portal/2013/01/31/jurnal-yang-tidakdinilai-untuk-kenaikan-pangkatjabatan-dosen/, dan http://scholarlyoa.com/individual-journals/. 


Badan Riset KKP Gencarkan Pelatihan Daring via E-Milea

Kepala BRSDM Sjarief Widjaja

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong para Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Di tengah wabah Covid-19 ini misalnya, KKP melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) mengadopsi pelatihan dengan metode daring (online) melalui Electronic Millennial Learning (E-Milea) sebagai solusi.

Kepala BRSDM, Sjarief Widjaja mengakui, beberapa orang memang belum siap atau belum terbiasa dengan pelatihan daring ini. Namun, pelatihan dan pembelajaran harus tetap dilaksanakan sehingga sikap adaptif sangat dibutuhkan. Hal ini disampaikan Sjarief saat membuka secara serempak Pelatihan Budaya Kerja Angkatan II, Workshop Manajemen Stres, dan Workshop Pengarusutamaan Gender Angkatan I, Selasa (5/5).

Pelatihan Budaya Kerja Angkatan II diikuti oleh 27 peserta dari Biro SDM Aparatur dan dilaksanakan pada 5 – 8 Mei 2020. Adapun Workshop Manajemen Stres diikuti 32 peserta dari Sekretariat Inspektorat Jenderal pada 5 – 9 Mei 2020. Terakhir, Workshop Pengarusutamaan Gender diikuti 30 peserta dari Sekretariat Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) pada 5-10 Mei 2020. Jumlah ini menambah total ASN KKP yang telah mengikuti pelatihan daring menjadi 6.186 orang sejak Januari 2020 hingga saat ini.

Sjarief menjelaskan, untuk dapat mengikuti pelatihan daring, ada beberapa hal yang harus dibenahi. Pertama, niat yang baik. Kedua, keterbukaan dalam menerima hal-hal baru. Ketiga, membangun keinginan untuk menjadi lebih baik. Keempat, konsistensi dengan menerapkan ilmu yang sudah didapat.

Terkait pelatihan budaya kerja, Sjarief menyatakan, pola budaya kerja yang baik dapat dibangun melalui tiga hal, yaitu attitude, knowledge, dan skill.

“Pertama, kita harus memiliki attitude atau sikap yang terbuka terhadap hal-hal baru. Kedua, memperkaya knowledge (pengetahuan) tak hanya sebatas yang diperoleh dari widyaiswara, tetapi juga memperkayanya melalui sumber-sumber lainnya, misalnya dengan rajin menelusuri informasi di mesin pencarian dan sebagainya. Ketiga, membangun skill agar pengetahuan yang dimiliki bukan sekadar membuat seseorang mampu berkomentar, tetapi juga mampu menyusun plan of action,” papar Sjarief.

Sjarief berharap, pelatihan ini dapat menjadi stimulan yang dapat dikembangkan menjadi sebuah model pelatihan. “Bukan hanya teaching, melalui pelatihan ini, peserta diharapkan juga dapat menjadi pemimpin yang mampu membaca kasus, mengurai kasus, dan mensintesis sebuah solusi, serta membuat plan of action,” ucapnya.

“Ilmu itu seperti air yang apabila ditaruh begitu saja di sebuah bejana dan dibiarkan, dia akan busuk. Namun jika dibiarkan mengalir, dia akan menyegarkan dan memberi kehidupan bagi orang lain. Ilmu yang bermanfaat ini bersifat jariyah yang amalnya terus mengalir walaupun kita sudah meninggal. Untuk itu, terus berbagi ilmu adalah tindakan yang sangat mulia,” tukas Sjarief.

Selain ketiga jenis pelatihan tersebut, BRSDM melalui Balai Diklat Aparatur (BDA) Sukamandi juga menyediakan jenis pelatihan online manajerial lainnya seperti pelayanan publik dan customer relationship management.

Pelatihan-pelatihan ini dikembangkan dalam rangka meningkatkan kompetensi manajerial ASN KKP seperti pengetahuan, keterampilan, sikap, atau perilaku yang terukur dalam memimpin dan mengelola unit organisasi. Pelatihan ini juga digelar untuk memenuhi kewajiban ASN mengikuti 20 jam pelatihan (JP).

Ke depan, KKP akan terus mengembangkan konten pelatihan daring ini, utamanya untuk mendukung peningkatan kompetensi teknis jabatan fungsional di lingkungan KKP.

Untuk menjaga standar mutu penyelenggaraan pelatihan dan penyuluhan, Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) telah mengadopsi Sistem Manajemen Multi ISO 9001:2015.



Sumber : KKPNews




Senin, 04 Mei 2020

KKP Resmi Jadi Otoritas Pengelola CITES untuk Jenis Ikan

Menteri Edhy bersama Dirjen PRL Aryo Hanggono

Rapat Koordinasi tentang Pembahasan Otoritas Pengelola CITES untuk Jenis Ikan yang dipimpin oleh Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, memutuskan Otoritas Pengelola CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) untuk Jenis Ikan secara resmi dialihkan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Ke depan, Indonesia akan memiliki 2 Otoritas Pengelola (Management Authority/MA) CITES yaitu sesuai PP No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar oleh KLHK sebagai MA CITES untuk Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar dan PP No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan yang menetapkan KKP sebagai MA CITES untuk Jenis Ikan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menegaskan salah satu tujuan pemisahan MA jenis ikan dilakukan untuk mempercepat proses perizinan pemanfaatan jenis-jenis ikan yang masuk dalam daftar Appendiks CITES.
“Saat ini, untuk mengekspor jenis-jenis ikan yang masuk dalam daftar Appendiks CITES, seperti kuda laut dan ikan arwana, pelaku usaha perikanan membutuhkan perizinan yang diterbitan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan KKP, sehingga proses perizinan menjadi lebih panjang dan menghambat ekspor perikanan,” jelas Menteri Edhy dalam Rapat Koordinasi MA CITES yang diselenggarakan secara telekonferensi oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Proses pengelolaan sumber daya ikan mencakup mata rantai proses dari hulu sampai ke hilir, dimulai dari pengaturan kapal dan alat tangkap, pengaturan daerah penangkapan, penerapan standar budidaya perikanan, pendaratan dan pencatatan hasil perikanan di pelabuhan, penerapan standar mutu pengolahan ikan, pemberdayaan/ pembinaan dan pengawasan kegiatan nelayan dan pembudidaya ikan serta penerapan dilakukan oleh KKP.
“Proses pemisahan MA CITES ini pada dasarnya merupakan hal yang biasa sebagai implikasi terbentuknya KKP yang salah satu fungsi utamanya adalah mengelola sumber daya ikan, termasuk dalam konteks pelaksanaan CITES, sehingga beberapa urusan yang sebelum adanya KKP dilakukan oleh KLHK saat ini menjadi tanggung jawab dan kewenangan KKP,” pungkas Menteri Edhy.
Ketentuan Konvensi CITES memperbolehkan setiap negara untuk menetapkan 1 (satu) atau lebih MA dan 1 (satu) atau lebih Scientific Authority/SA, sehingga pemisahan MA ini sejalan dengan ketentuan Konvensi CITES.
Melanjutkan keterangan Menteri Kelautan dan Perikanan, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL), Aryo Hanggono menerangkan bahwa dalam rangka pelaksanaan mandat sebagai MA CITES jenis ikan, KKP telah menerbitkan aturan pelaksanaannya melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 61 tahun 2018 tentang Pemanfaatan Jenis Ikan yang Dilindungi dan/atau yang tercantum dalam Appendiks CITES.
“Dengan diputuskannya Otoritas Pengelola CITES untuk Jenis Ikan ke KKP maka KKP akan terus memperkuat aspek kelembagaan, pengawasan, dan karantina termasuk penguatan aspek budidaya khususnya untuk Ikan Arwana juga Ikan Napoleon,” ungkap Aryo.
“Kita (Ditjen PRL) tidak sendiri dalam menjalankan mandat CITES ini, kita berbagi tugas dan didukung oleh unit kerja lainnya, seperti aspek karantina, budidaya, pengawasan, tangkap akan menjadi satu kesatuan dalam pelaksanaannya ke depan,” tutup Aryo.
Kesiapan KKP sebagai MA telah ditunjukkan melalui pelayanan perizinan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen PRL yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia untuk memastikan bahwa jenis-jenis ikan yang akan diperdagangkan atau diekspor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang konservasi jenis ikan.

Sumber : KKPNews