EKONOMI BIRU

Arah Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan 2021 - 2024 Berbasis EKONOMI BIRU

ZI WBK? Yes, We CAN

LRMPHP siap meneruskan pembangunan Zona Integritas menuju satuan kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) yang telah dimulai sejak tahun 2021. ZI WBK? Yes, We CAN.

LRMPHP ber-ZONA INTEGRITAS

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan siap menerapkan Zona Integritas menuju satuan kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) 2021.

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Produk Hasil Rancang Bangun LRMPHP

Lebih dari 30 peralatan hasil rancang bangun LRMPHP telah dihasilkan selama kurun waktu 2012-2021

Kerjasama Riset

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Kanal Pengelolaan Informasi LRMPHP

Diagram pengelolaan kanal informasi LRMPHP

Senin, 21 Desember 2020

LRMPHP Perkenalkan Teknologi Mini Chilling Storage untuk Kapal Perikanan

Mini Chilling Storage (MCS) di kapal nelayan Pekalongan

Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan melalui Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan Bantul memperkenalkan dan mensosialisasikan teknologi Mini Chilling Storage (MCS) untuk Kapal Perikanan. Hal ini terungkap dalam diskusi grup terarah (Focus Group Discussion) yang dilaksanakan di Gedung Technopark Perikanan kota Pekalongan pada hari Senin tanggal 21 Desember 2020.

Dalam kegiatan FGD tersebut, Kepala Pusat Riset Perikanan (Ir. Yayan Hikmayani, M.Si) membuka acara, sekaligus menyampaikan bahwa teknologi penyimpanan ikan di atas kapal ini telah sampai pada tahapan uji kinerja skala terbatas di kapal nelayan kota Pekalongan (mewakili karakteristik pantai utara Jawa); setelah sebelumnya melalui tahapan desain, rancangbangun dan pengujian baik di laboratorium maupun kapal nelayan di Sadeng Gunungkidul (mewakili karakteristik pantai selatan Jawa).

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan kota Pekalongan (Ir. Agus Jati Waluyo) menyambut baik aplikasi teknologi MCS ini di kota Pekalongan. Hal ini sebagai bagian dari ungkapan syukur kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa bahwa kita menjaga agar kualitas atau mutu ikan hasil tangkapan tetap terjaga. Apresiasi dan ucapan terima kasih disampaikan kepada KKP karena aplikasi teknologi ini merupakan bagian dari pembangunan kelautan dan perikanan, khususnya di kota Pekalongan. Harapannya agar percontohan teknologi MCS ini dapat ditularkan/dikembangkan lebih luas lagi.

Imam Menu selaku pimpinan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) kota Pekalongan menyampaikan ucapan terima kasih, sekaligus menguatkan bahwa selama teknologi itu mudah dan pendinginannya efektif; teknologi ini pasti akan diterima oleh nelayan.

Keunggulan Mini Chilling Storage (MCS) rancang bangun LRMPHP diantaranya:

Suhu penanganan ikan lebih optimal (-1,5 oC)

Pendinginan lebih merata pada permukaan ikan

Tekanan fisik pada ikan berkurang

Muatan ikan pada palka lebih banyak karena tidak perlu tempat untuk es balok

Dari sisi beban muatan terhadap kapal, mengangkut teknologi MCS lebih ringan dibandingkan membawa es balok dari darat


Jumat, 18 Desember 2020

Es Masih Jadi Andalan Penanganan Ikan di Kapal

(Sumber : https://suarakarya.co.id/s

Ikan termasuk komoditas yang cepat rusak dan bahkan lebih cepat rusak bila dibandingkan dengan daging hewan Iainnya. Kecepatan pembusukan ikan setelah penangkapan dan pemanenan sangat dipengaruhi oleh teknik penangkapan dan pemanenan, kondisi biologis ikan, serta teknik penanganan dan penyimpanan di atas kapal. Oleh karena itu, segera setelah ikan ditangkap atau dipanen harus secepatnya disimpan dan diawetkan dengan pendinginan atau pembekuan. 

Metode pendinginan ini memiliki kelebihan antara lain ikan tidak mengalami perubahan yang berarti pada sifat tekstur, rasa, dan bau ikan. Tingkat efektivitas  pengawetan dengan pendinginan sangat ditentukan oleh tingkat kesegaran ikan sebelum didinginkan. Proses pendinginan akan efektif jika dilakukan sebelum fase rigor mortis lewat dan penanganan dengan teknik yang benar. Sebaliknya jika pendinginan dilakukan setelah proses autolisis terjadi, maka proses pendinginan tidak berarti. Pada kasus di atas kapal, maka sebaiknya ikan segera dilakukan pendinginan sesaat setelah ditangkap.

Pendinginan ikan di kapal nelayan dapat menggunakan antara lain refrigerasi (RSW atau freezer), es, slurry ice (es cair) dan air laut dingin (chilled sea water) atau kombinasi. Cara yang paling mudah untuk pendinginan adalah dengan menggunakan es. Kapal-kapal ikan kecil berukuran sampai dengan 30 GT di Indonesia sebagian besar menggunakan es balok sebagai media pengawetan/pendingin ikan. Tujuan dari penanganan dengan suhu rendah lebih dititikberatkan pada menjaga sifat kesegaran ikan. Pendinginan ikan dengan es pada suhu idealnya sekitar 0 - 5 °C merupakan suatu proses transfer/pemindahan panas dari ikan dan ruang penyimpan (palka) ke es sehingga suhu ikan dan ruang penyimpannya terjaga. Pendinginan ikan pada suhu sekitar 0-5 oC dapat mempertahankan kesegaran ikan dalam waktu sekitar 12-18 hari sejak ikan ditangkap. Namun kondisi tersebut juga sangat dipengaruhi oleh jenis ikan, metode penanganan dan metode pendinginan yang dipakai. 

Es memiliki kapasitas pendinginan yang besar sehingga mampu mendinginkan dengan cepat tanpa terlalu banyak memengaruhi keadaan ikan. Bentuk es pendingin adalah sebagai berikut:

-    Es balok (block ice), adalah es berbentuk balok dengan ukuran 12 – 60 kg/balok. Es balok dipecah/diperkecil ukurannya sebelum digunakan.

-       Es tabung (tube ice), adalah es berbentuk tabung kecil, dapat langsung digunakan.

-    Es keping tebal (plate ice),adalah es berbentuk lempengan berukuran besar dan tebal antara 8 – 15 mm, dipecah potongan kecil diameter kurang dari 5 cm, agar lebih merata dan dapat mempercepat kontak dengan permukaan ikan.

-    Es Keping Tipis (flake ice), adalah es berbentuk lempengan es tipis dengan ukuran tebal 5 mm dan diameter 3 cm, es sudah cukup kecil dan tidak perlu dipecah lagi.

-      Es Halus (slush ice), adalahitu butiran es halus berdiameter 2 mm dan tekstur lunakdan sedikit berair, hanya untuk ikan di sekitar pabrik.

Es yang paling banyak digunakan untuk pendinginan ikan adalah es balok karena harga yang relatif murah dan mudah operasionalnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan es balok sebagai media pendingin adalah mutu, harga dan ketersediaan es di pasaran, di beberapa daerah es  balok masih sulit didapat.

Hal penting lainnya adalah menentukan jumlah es yang dibutukan untuk pendinginan ikan. Es memiliki kapasitas pendinginan yang besar. Es memiliki kalor lebur 336 kJ/kg pada suhu 0oC. Kalor sensibel pada kondisi es adalah 2,1 kJ/kg dan pada kondisi air 4,2 kJ/kg.

Es akan mendinginkan ikan dengan kalor sensibel dari suhu awal minus/di bawah 0°C sampai 0°C dan kalor lebur saat es melebur pada suhu 0oC. Rumus yang digunakan dalam perhitungan kapasitas kalor es adalah:

1. Kalor sensibel (suhu minus sampai 0°C), es dapat memiliki suhu awal sampai -5 °C (relatif kecil dibanding kalor laten es):

Qs = mes x Cp x Î”T  

2. Pada suhu peleburan 0°C:

QL = mes x QL      

dengan:

Qs    = kalor sensibel es (kJ)

mes    = massa es (kg)

Cp  = Panas jenis es (2,1 kJ/kg.oK)

ΔT   = selisih antara suhu awal es sampai sebelum melebur pada 0 oC

QL    = kalor laten es, 336 kJ/kg.

Sedangkan untuk menghitung kebutuhan es adalah dengan menghitung beban pendinginan meliputi pendinginan ikan, beban pendinginan udara dalam palka, panas transmisi dinding palka dari udara sekeliling, panas akibat buka tutup alat, panas dari palka, serta panas dari sumber lain.

 

Beban pendinginan terbesar adalah dari ikan yang dirumuskan sebagai berikut:

 

Qi = mi x Cp x Î”T  

dengan:         Qi    = kalor sensibel ikan (kJ)

mes  = massa es (kg)

Cp  = Panas jenis ikan (berkisar 0,6 – 0,8 kkal.kg/oC atau 2,51 - 3,35 kJ/kg.oK

sesuai dengan kandungan airnya)

ΔT   = selisih antara suhu awal ikan sampai  0 oC

 

Untuk beban lain relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan beban ikan. Beban transmisi pada prinsipnya dihitung dengan perpindahan panas konveksi dari luar palka ke dalam palka, di dalam palka dihdekati dengan konveksi bebas. Beban infiltrasi dihitung dengan perhitungan massa udara yang masuk ke dalam palka setiap kali palka dibuka. Panas udara dan palka dihitung dengan panas sensibel keduanya dari suhu lingkungan ke suhu 0 oC. 

Sebagai contoh apabila 1 ton ikan akan didinginkan dari suhu awal 27 °C sampai 0 °C maka dibutuhkan kapasitas kalor es sebesar (diasumsi beban ikan saja dengan Cp 3,35 kJ/kg.K):

 Qes = Qi = mi x Cp x Î”T

 = 1000 x 3,35 x (27-0)

 = 90.450 kJ. 

Es yang dibutuhkan (diasumsi kalor es hanya kalor lebur saja): 

Qes ~ QL = mes x QL 

mes  = Qes / QL

 = 90.450 / 336

 = 269,2 kg 

Jika es balok berukuran 60 kg/balok maka dibutuhkan sekitar 5 balok es untuk mendinginkan ikan dari suhu 27 °C ke 0 °C, (beban panas selain ikan tidak dihitung).

 

Penulis : Ahmat Fauzi-LRMPHP

 


Selasa, 15 Desember 2020

MONEV SEMESTER II T.A. 2020 LINGKUP LRMPHP

Monev Semester II T.A. 2020 di LRMPHP 

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan (LRMPHP) menyelenggarakan Monitong dan Evaluasi (Monev) Semester II T.A.  2020 pada 15 Desember 2020 di Aula LRMPHP secara daring melalui aplikasi zoom.  Monev II T.A. 2020 dibuka oleh Kepala Pusat Riset Perikanan (Pusriskan) Yayan Hikmayani dan dihadiri oleh Kepala LRMPHP Luthfi Assadad, evaluator kegiatan baik internal maupun eksternal KKP serta seluruh pegawai LRMPHP.

Kepala LRMPHP dalam sambutannya menyampaikan monev ini untuk melengkapi pelaksanaan kegiatan di LRMPHP baik riset maupun manajerial. Disampaikan kegiatan riset T.A. 2020 ada 4 judul yaitu Riset Desain dan Rancangbangun Alat Transportasi Ikan Hidup (ALTIH) Sistem Basah, Rancangbangun Mesin Pengemas Penghasil Bioplastik Ramah Lingkungan, Riset Rancangbangun Alat Sortasi dan Grading Kualitas Rumput Laut, dan Riset Rancangbangun, Introduksi dan Uji terap Skala Terbatas Mini Chilling Storage Menggunakan Biodisel.

Sambutan Monev II 2020 oleh Ka. LRMPHP dan arahan dari Ka. Pusriskan

Hal serupa juga disampaikan oleh Kepala Pusriskan bahwa kegiatan monev sebagai bahan masukan untuk perbaikan pelaporan agar dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi teknologi. Kepala Pusriskan juga mengapresiasi berbagai prestasi yang telah diraih LRMPHP selama tahun 2020 diantaranya dibidang manajerial meraih juara 1 Indeks Profesionalitas Aparatur Sipil Negara (IP ASN) 2019, juara 1 pengelolaan kepegawaian dan juara 2 pengelolaan kinerja lingkup BRSDM KP serta dibidang riset 2 peneliti LRMPHP (Putri Wullandari dan Bakti Berlyanto Sedayu) meraih best presenter pada seminar internasional. Selain itu, Kapuriskan juga mengapresiasi kinerja LRMPHP yang dapat merealisasikan target capaian IKU (Indikator Kinerja Utama) T.A. 2020. 

Paparan riset Monev II dan evaluasinya

Pembahasan Monev II kegiatan riset tahun 2020, diawali dengan pemaparan Riset Desain dan Rancangbangun Alat Transportasi Ikan Hidup (ALTIH) Sistem Basah  oleh Tri Nugroho Widianto dengan evaluator Jaka Trenggana, S.Pi dari  BBPBAT Sukabumi. Masukan yang diberikan evaluator terkait sumber kelistrikan ALTIH dan penempatan panel sensor kualitas air di mobil agar mudah dalam monitoring selama perjalanan. Pada pemaparan kegiatan Riset dan Rancangbangun Mesin Pengemas Penghasil Bioplastik Ramah Lingkungan oleh Putri Wullandari dengan evaluator Dr. Akbar Hanif Dawan A., MT dari LIPI Bandung. Evaluator mengapresiasi alat ini sebagai yang pertama di Indonesia dengan sistem operasional yang mudah dan smart, serta menyarankan agar kapasitas produksi ditingkatkan sesuai kebutuhan pengguna. Pada Riset Rancangbangun Alat Sortasi  dan Grading Kualitas Rumput Laut yang dipaparkan oleh I Made Susi Erawan dengan evaluator Muhammad Fakhurrifqi, M.Cs dari UGM, evaluator memberikan masukan terkait pengambilan gambar untuk data base melaui video. Selanjutnya pada pemaparan Riset Rancangbangun, Introduksi dan Uji terap Skala Terbatas Mini Chilling Storage Menggunakan Biodisel oleh Arif Rahman Hakim dengan evaluator Indro Pranoto, S.T., M.Eng., Ph.D. dari UGM, evaluator menyarankan untuk menghitung analisis keekonomian peralatan yang dibuat.

Sementara itu evaluator internal KKP (Pusriskan) secara umum menyampaikan apresiasinya atas capaian prestasi yang diraih LRMPHP baik dibidang riset maupun manajerial. Prestasi yang diraih tersebut diharapkan dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Evaluator juga menyarankan agar peralatan yang dibuat ini untuk segera diusulkan patennya.

Jumat, 11 Desember 2020

LRMPHP TUTUP AKHIR TAHUN DENGAN 2 PRESTASI

Apresiasi kepada pengelola kepegawaian terbaik 2020 lingkup BRSDM KP

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan, sebagai salah satu unit pelaksana teknis (UPT) Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) mempunyai mandat utama melaksanakan riset di bidang mekanisasi pengolahan hasil perikanan.

Selain melaksanakan mandat tersebut, LRMPHP juga melaksanakan kegiatan manajerial untuk mendukung pelaksanakaan tugas fungsi utama riset. Secara berkala, baik kegiatan riset dan manajerial dilakukan pemantauan/monitoring, evaluasi dan penilaian secara berjenjang oleh unit organisasi internal maupun eksternal.

Setelah 3 prestasi di awal dan pertengahan tahun 2020 (http://www.mekanisasikp.web.id/p/prestasi.html), LRMPHP kembali menorehkan 2 (dua) prestasi di bidang manajerial lingkup BRSDM KP. Torehan prestasi ini sekaligus menutup akhir tahun, insya alloh, dengan baik dan gilang-gemilang. Prestasi yang diraih tersebut yaitu juara 1 pengelolaan kepegawaian lingkup BRSDM KP dan juara 3 pengelolaan kinerja lingkup BRSDM KP. Penghargaan atas dua prestasi ini diberikan oleh Kepala BRSDM KP, Prof. Sjarief Widjaja, Ph.D. FRINA dalam pembukaan Rapat Kerja Teknis BRSDM KP di Bogor pada tanggal 10 Desember 2020.

 Dua piagam penghargaan yang ditorehkan LRMPHP

Secara keseluruhan, berikut adalah daftar satuan kerja lingkup BRSDM KP yang mendapatkan penghargaan:

Pengelolaan Kepegawaian

1. Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

2. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan

3. BPPP Tegal

Pengelolaan/Rekonsiliasi Kinerja

1. SUPM Bone

2. Politeknik Kelautan dan Perikanan Karawang

3. Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan - Bantul

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)

1. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan

2. Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

3. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Kehumasan

1. Top Tweets : Balai Riset dan Observasi Laut

2. Top Facebook : Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir

3. Top Instagram : Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir

4. Top Youtube : Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan

5. Top Tweet Engagement : Pusat Pelatihan dan Penyuluhan KP

6. Unit Pelayanan Publik Terinovatif : BPPP Tegal


Rabu, 09 Desember 2020

Energi Pengolahan Bioplastik

Bioplastik (Sumber gambar: https://bioplasticsnews.com/)

Produksi bioplastik mengalami kenaikan setiap tahunnya meskipun jumlahnya masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan plastik konvensional yang merupakan turunan minyak bumi. Plastik ramah lingkungan masih didominasi oleh bahan polyethylene terephthalate (PET), polyethylene (PE), PLA, PHA, dan campuran pati lainnya. Untuk dapat meningkatkan kapasitas produksi dan bersaing dengan plastik konvensional maka dibutuhkan metode yang efisien untuk pengolahan bioplastik. Konsumsi energi merupakan salah satu parameter yang perlu dipertimbangkan. Kajian yang dilakukan oleh peneliti Universitas Braunschweig, Jerman seperti disampaikan pada The 24th CIRP Conference on Life Cycle Engineering menganalisis secara empiris kebutuhan energi pada pengolahan beberapa jenis bioplastik antara lain PLA (polylactic acid), PHBV (Polyhydroxybutylvinyl), CA (Cellulose Acetate) dan PP (Poly-Propylene) sebagai pembanding.  Kajian ini menitik beratkan pada pengolahan bioplastik menggunakan teknik injection moulding.

Teknik injection moulding terdiri dari dua tahapan utama yaitu preprocessing dan processing. Tahap preprocessing pada pengolahan bioplastik antara lain adalah pengeringan. Proses pengeringan perlu dilakukan karena bioplastik memiliki sifat menyerap kelembapan udara. Terdapat tiga parameter utama dalam proses ini yaitu waktu pengeringan, kebutuhan energi oven, dan bahan bioplastik yang digunakan. Jenis bioplastik yang digunakan berpengaruh terhadap waktu pengeringan dan suhunya. Sementara kenaikan suhu dan waktu pengeringan menyebabkan kenaikan kebutuhan energinya. Oleh sebab itu karakteristik bahan bioplastik sangat berpengaruh terhadap kebutuhan energi pada proses pengeringan. Analisis kebutuhan energi pada tahap processing difokuskan pada dua proses utama yaitu pemanasan (warm up) dan injection moulding. Proses pemanasan mesin injection moulding membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal ini sangat bergantung pada jenis mesin dan karakteristik bahan yang digunakan.

Berdasarkan kajian secara empiris masing-masing bahan memiliki kebutuhan energi yang berbeda-beda pada tiap tahapan proses injection moulding. Namun untuk total kebutuhan energi pada proses injection moulding tidak jauh berbeda. Bahan bioplastik dengan kebutuhan energi paling tinggi adalah PLA. Hal ini karena waktu dan suhu pada setiap tahapan proses berngaruh terhadap  kebutuhan energi. PLA memiliki waktu pengeringan yang cukup tinggi yaitu 8 jam dan titik leleh 170oC. Akan tetapi kebutuhan energi PLA masih lebih rendah jika dibandingkan dengan PP.


Penulis : Toni Dwi Novianto - LRMPHP


Senin, 07 Desember 2020

PENGALENGAN MANGUT LELE

Mangut lele kaleng

Makanan tradisional Indonesia sangat kaya dan beraneka ragam serta memiliki potensi besar untuk dikembangkan, termasuk makanan tradisonal yang bersumber dari perikanan. Namun demikian, makanan tradisional tersebut umumnya memiliki masa simpan yang rendah. Salah satu makanan tradisonal dari sumber perikanan adalah mangut lele. Mangut lele adalah makanan tradisional dari daerah "Mataraman" (Yogya-Solo) dan Semarang-Kendal. Sesuai dengan namanya, komposisi utamanya adalah lele goreng, yang diberi bumbu mangut. Makanan ini banyak diminati oleh berbagai kalangan masyarakat. Makanan tradisional dapat ditingkatkan masa simpannya dengan penerapan teknologi pengemasan yg tepat, salah satunya yaitu teknologi pengalengan. Penelitian pengalengan mangut lele telah dilakukan antara lain oleh Herawati dkk tahun 2020 yang dimuat dalam Jurnal Riset Teknologi Industri terbit online Desember 2020. Pada penelitian tersebut membahas  mengenai pengalengan yang merupakan salah satu metode pengawetan bahan pangan dengan cara dikemas secara hermetis dan lalu disterilkan. Pengemasan secara hermetis adalah pengemasan bahan pangan dalam suatu wadah berupa kaleng, alumunium, atau gelas yang penutupannya sangat rapat, sehingga udara dan air tidak dapat masuk serta kerusakan karena oksidasi dan perubahan cita rasa tidak terjadi. 

Menurut hasil penelitian tersebut, teknologi pengalengan dilakukan untuk meningkatkan masa simpan dengan pengemasan menggunakan kemasan kaleng. Proses pengalengan ikan terdiri dari tahapan meliputi persiapan bahan, proses blanching / precooking, pengisian bahan kedalam kaleng, penambahan media cairan (garam, minyak, atau saus), penghampaan udara /exhausting, penutupan kaleng, sterilisasi menggunakan retort, pendinginan, pengeringan, pelabelan, dan penyimpanan. Proses pengalengan ikan dapat dilakukan dengan menggunakan media larutan garam atau minyak. Selain menggunakan media garam atau minyak, media dengan larutan bumbu masakan tertentu juga dapat digunakan pada produk pengalengan, misalnya pengalengan ikan tuna dengan menggunakan media bumbu kari.

Pengalengan terhadap mangut lele yang telah dilakukan oleh Herawati dkk tahun 2020 memiliki kapasitas produksi sebesar 1000 kaleng/hari. Bahan yang dibutuhkan untuk proses pengalengan mangut lele adalah ikan lele dan bumbu mangut meliputi bawang merah, bawang putih, ketumbar, kemiri, cabai, daun salam, jahe, dan lengkuas. Alat yang digunakan untuk proses pengalengan antara lain seamer (VARIN), retort (TOMMY SS-325), dan bak pendingin. Kemasan kaleng yang digunakan yaitu ukuran Ø 301 X 205  dengan ketebalan 0,5 mm, lapisan luar dari bahan Gold, dan lapisan dalam dari aluminium (Gambar 1). Tahapan proses pengalengan pada mangut lele meliputi preparasi bahan, pembuatan sayur mangut lele, pengisian dalam kaleng, penghampaan udara (80oC, 10 menit), penutupan kaleng, sterilisasi (121oC, 20 menit), pendinginan, dan karantina 14 hari.

Perhitungan teknoekonomi untuk melihat aspek ekonomi dilakukan dengan melakukan perhitungan biaya investasi (kebutuhan alat), biaya tetap (depresiasi alat dan tenaga kerja), dan biaya variabel (bahan, utilitas, pengemasan, bahan bakar dan production management). Keuntungan dapat dihitung dari selisih total pendapatan dan total biaya produksi. Perhitungan B/C ratio dilakukan dengan menghitung pendapatan total dibagi dengan total biaya produksi. Perhitungan ekonomi pengalengan mangut lele menggunakan beberapa asumsi, diantaranya kapasitas produksi 20000 kaleng per bulan, tenaga kerja yang diperlukan sebanyak 10 orang dan tahapan proses pengalengan menggunakan alat (mekanisasi produksi), kecuali pengisian dan penimbangan bahan dalam kaleng dilakukan manual. Perhitungan biaya tetap, biaya variabel, dan analisis ekonomi menunjukkan bahwa total investasi yang dibutuhkan sebesar Rp1,034,900,000 untuk pembelian mesin dan alat proses pengalengan. Perhitungan total biaya tetap diperoleh dengan menghitung biaya depresiasi alat dan biaya tenaga kerja didapatkan Rp37,330,556. Perhitungan biaya variabel meliputi biaya bahan baku dan bahan pendukung, biaya listrik dan bahan bakar didapatkan sebesar Rp 200,950,000. Setelah didapatkan total investasi, biaya tetap dan biaya variabel, maka didapatkan perhitungan teknoekonomi seperti dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perhitungan Teknoekonomi Usaha Pengalengan Mangut Lele

Uraian

Satuan

Nilai

Kapasitas Produksi

kaleng/bulan

20,000

Biaya produksi total (biaya tetap dan biaya variable)

Rp/bulan

238,280,556

Cost of good sold (CoGS)

(Biaya produksi total : kapasitas produksi)

Rp/kaleng

11,914

Keuntungan 20% (dari nilai CoGS)

Rp/kaleng

2,382.81

Biaya pemasaran 5% (dari nilai CoGS)

Rp/kaleng

596

Biaya transportasi 5% (dari nilai CoGS)

Rp/kaleng

596

Pajak (PPH&PPN = 12.5%) (dari nilai CoGS)

Rp/kaleng

1,489

Harga jual

Rp/kaleng

16,977

Pendapatan total jika 100% terjual

Rp/bulan

339,549,792

Keuntungan sebelum pajak

(pendapatan total - biaya produksi total)

Rp/bulan

 

101,269,236

B/C ratio (pendapatan total : biaya produksi total)

-

1.43

Return of invesment (ROI)

%

42.50

  Sumber : Herawati dkk (2020)

Menurut hasil penelitian tersebut, suatu usaha dinyatakan layak jika B/C ratio  > 1 dan jika B/C ratio < 1 kegiatan usaha tidak layak untuk dikembangkan. Dari hasil perhitungan teknoekonomi, didapatkan B/C ratio usaha pengalengan mangut lele > 1 sehingga usaha pengalengan ini sangat potensial untuk dikembangkan bahkan cukup menguntungkan. Hasil analisa teknoekonomi juga menunjukkan bahwa  nilai Return of Investment (ROI) cukup tinggi, sehingga usaha produksi pengalengan mangut lele ini sangat layak untuk dikembangkan. Dengan hasil ini maka proses pengalengan menjadi salah satu alternatif teknologi proses untuk meningkatkan masa simpan produk yang sangat potensial dan menguntungkan  untuk dikembangkan pada makanan tradisional Indonesia khususnya mangut lele.

Proses pengalengan terhadap produk mangut lele ini memberikan nilai Fo/kecukupan panas dan karakteristik kimia yang baik. Mangut lele kaleng mengandung 119 kalori per 100 gram produk. Pengujian mikrobiologi menunjukkan produk negatif dari kandungan salmonella, staphylococcus aureus, dan clostridium. Pengujian cemaran logam menunjukkan hasil masih masih dibatas aman.


Penulis ; Ahmat Fauzi - LRMPHP




Kamis, 03 Desember 2020

IDENTIFIKASI KEBERADAAN IKAN INVASIF MENGGUNAKAN eDNA

 

Sumber : https://cosmoso.net/fishing-for-dna-free-floating-edna-identifies-presence-and-abundance-of-ocean-life/

Keberadaan spesies ikan invasif di suatu perairan akan mengancam keberadaan populasi spesies endemik di perairan tersebut. Jika kondisi tersebut dibiarkan saja maka kekayaan hayati perairan Indonesia akan terancam.

Menurut IUCN dalam Redlist of Threatened Spesies, spesies asing invasif adalah spesies asing yang mampu membentuk diri mereka pada ekosistem alami atau ekosistem semi alami, sebagai awal perubahan dan mengancam keanekaragaman hayati lokal/asli.

Tindakan pencegahan dan penanggulangan ikan invasif saat ini telah dilakukan oleh pemerintah melalui kebijakan yang diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu melalui Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang perikanan yang telah diubah menjadi Undang-undang nomor 45 tahun 2009. Selain itu, hal ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41/Permen-KP/2014 tentang Larangan Pemasukan Ikan Berbahaya ke Indonesia. 

Beberapa penelitian juga sudah dilakukan untuk mempermudah pendeteksian ikan invasif. Salah satu metode yang sudah dikembangkan adalah Environmental DNA (eDNA).

Menurut Keeping & Pelletier dalam jurnal PLos One (2014) menyampaikan bahwa keberadaan spesies hewan di lingkungan dapat diketahui dengan pengamatan langsung (direct sign) dan pengamatan tak langsung (indirect sign) (Keeping dan Pelletier 2014). Pengamatan tak langsung (indirect sign) dapat diamati melalui jejak-jejak yang ditinggalkan hewan tersebut, salah satunya material genetik (DNA) yang ditinggalkan, yang dikenal dengan Environmental DNA (eDNA). Menurut Ficetola et al. yang disampaikan dalam jurnal Biol. Lett. (2008) menyebutkan bahwa Deteksi eDNA adalah teknik yang digunakan untuk memonitoring hewan di perairan. Teknik ini didasarkan pada fakta bahwa semua hewan yang hidup di air meninggalkan DNA melalui kotoran mereka, urine, dan keluapasan kulit.

Beberapa penelitian terkait dengan eDNA untuk pendeteksian ikan sudah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Keskin E. dalam jurnal Biochemical Systematic and Ecology (2014) melakukan penelitian pendeketsian spesies ikan invasif menggunakan survey environmental DNA. Penelitian dilakukan dengan menggunakan sampel air yang diambil dari 15 stasiun yang berbeda, pada 2 musim yang berbeda. Sampel air tersebut selanjutnya dianalisis secara molekuler. Hasil penelitian dengan jelas menunjukkan bahwa survei eDNA dapat digunakan sebagai alat molekuler penting untuk memantau spesies ikan invasif dalam ekosistem air tawar. Penelitian lain yang dilakukan oleh Djalil VN et al dalam Jurnal Biologi Tropis (2018), melakukan penelitian aplikasi teknik environmental DNA (eDNA) untuk deteksi spesies Cherax quadricarinatus (Von Martens 1868) menggunakan sampel air. Teknik ekstraksi eDNA dilakukan dari sampel air dengan menggunakan teknik pengendapan. Sampel air diambil dari 35 badan perairan tawar di provinsi Jawa Barat. Validasi keberadaan C.quadricarinatus dilakukan dengan menggunakan metode pengembangan PCR dan desain primer spesifik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan C.quadricarinatus terdeteksi sebanyak 60% dari keseluruhan badan perairan.

Penulis : Wahyu Tri Handoyo - LRMPHP