EKONOMI BIRU

Arah Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan 2021 - 2024 Berbasis EKONOMI BIRU

ZI WBK? Yes, We CAN

LRMPHP siap meneruskan pembangunan Zona Integritas menuju satuan kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) yang telah dimulai sejak tahun 2021. ZI WBK? Yes, We CAN.

LRMPHP ber-ZONA INTEGRITAS

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan siap menerapkan Zona Integritas menuju satuan kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) 2021.

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Produk Hasil Rancang Bangun LRMPHP

Lebih dari 30 peralatan hasil rancang bangun LRMPHP telah dihasilkan selama kurun waktu 2012-2021

Kerjasama Riset

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Kanal Pengelolaan Informasi LRMPHP

Diagram pengelolaan kanal informasi LRMPHP

Senin, 30 Maret 2020

KKP Tingkatkan Kompetensi ASN dengan e-Milea

E-Milea, sarana belajar online bagi ASN KKP (Foto: KKP) 

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Diklat Aparatur (BDA) Sukamandi, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) mengembangkan sistem pembelajaran online, Electronic Millennial Learning aliasn e-Milea.

E-Milea hadir untuk menjawab kebutuhan pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam ranah kediklatan nonklasikal sebagaimana diamanatkan Peraturan Lembaga Administrasi Negara Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pengembangan Kompetensi Pegawai Negari Sipil.
Kepala BRSDM Sjarief Widjaja mengatakan, pengembangan kompetensi ASN melalui e-Milea dibutuhkan agar Indonesia dapat berkompetisi di era revolusi industri 4.0. “Di era revolusi industri 4.0 ini, hampir segala aspek kegiatan manusia menggunakan teknologi. Untuk itu, ASN kita juga harus melek teknologi,” tuturnya.
E-Milea sebenarnya bukanlah hal baru. Sistem pembelajaran online ini sudah mulai digunakan sejak Februari lalu. Sistem ini telah digunakan pada Diklat Dasar Jabatan Fungsional Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir (Diklat Dasar Jabfung PELP) yang diselenggarakan dalam waktu yang cukup panjang.
E-Milea juga saat ini sedang mengembangkan penyelenggaraan diklat-diklat fungsional lainnya sesuai kebutuhan di KKP, diantaranya pengawas perikanan, pengendali hama dan penyakit ikan, pengelola produksi perikanan tangkap, dan sebagainya.
Aplikasi ini juga hadir sebagai solusi media bekerja dari rumah (work from home) bagi ASN KKP di tengah pandemi virus corona (Covid-19), sebagaimana arahan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Sjarief menyebut, sebagai upaya pencegahan penyebaran virus corona, pihaknya telah melakukan perubahan strategi pembelajaran yang semula klasikal menjadi blended learning (pembelajaran campuran).
Di tengah wabah ini, e-Milea telah dimanfaatkan pada penyelenggaraan Diklat Pengangkatan Jabatan Fungsional Arsiparis Tingkat Keterampilan yang berlangsung sejak 9 Maret 2020 hingga 7 April 2020 nanti. Adapun materi pengembangan kompetensi ASN KKP yang telah tersedia di e-Milea di antaranya diklat Budaya Kerja, Pelayanan Publik, dan Kewirausahaan.
Melalui e-Milea, ASN KKP dapat mengikuti diklat secara gratis, memperoleh sertifikat, dan meningkatkan kompetensi melalui berbagai pengetahuan yang disajikan.
Tak kalah penting, pembelajaran online melalui e-Milea dipastikan dapat mendukung terpenuhinya Indeks Profesionalitas (IP) ASN KKP. Sebagaimana diatur dalam Peraturan LAN Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengembangan Kompetensi Pegawai Negeri Sipil Melalui E-Learning, penyelenggaraan e-learning mendapatkan hak dan pengakuan yang sama dengan penyelenggaraan pengembangan kompetensi secara klasikal.
Selain itu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PP Manajemen PNS), yang telah diubah Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2020 telah diatur pengembangan kompetensi bagi setiap PNS dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelatihan (JP) dalam 1 (satu) tahun.
“Adanya e-learning diklat online ini sangat membantu ASN KKP yang tengah bekerja dari rumah. Kita harapkan sistem pembelajaran seperti ini juga dapat membantu mewujudkan SDM Unggul, Indonesia Maju,” ucap Sjarief.
ASN KKP dapat mengakses e-Milea dengan mudah. Cukup dengan mengunjungi laman http://elearning.kkp.go.id, kemudian melakukan pendaftaran dengan menggunakan email KKP yang dimiliki sesuai kebijakan Single Sign On (SSO). Usai aktivasi pendaftaran, ASN dapat masuk dengan menggunakan email dan password yang telah didaftarkan.
Untuk terus mengembangkan sarana peningkatan kompetensi ASN KKP, saat ini, BDA Sukamandi juga tengah mempersiapkan Diklat Tata Naskah Dinas dan Revolusi Mental.
Sjarief berharap, ke depan e-Milea dapat terus dikembangkan melalui berbagai platform digital lainnya.

Sumber : KKPNews

Jumat, 27 Maret 2020

Dissolved Oxygen, Oksigennya Organisme Akuatik

Semua organisme membutuhkan oksigen untuk kelangsungan hidup mereka, kecuali beberapa mikroorganisme yang bersifat anaerob. Organisme akuatik pun membutuhkan oksigen untuk menopang metabolisme mereka, termasuk ikan. Berbeda dengan organisme terestrial yang dapat memanfaatkan oksigen langsung dari udara, ikan hanya bisa memanfaatkan oksigen yang terlarut dalam air. Perbedaan tekanan osmosis antara air dan insang, memungkinkan oksigen terdifusi masuk ke dalam peredaran darah ikan. Ada beberapa spesies ikan yang bisa mengambil oksigen langsung dari udara karena memiliki alat bantu pernafasan, yaitu lele dan gurami, akan tetapi sifatnya hanya membantu fungsi insang bukan menggantikan.

Ketersediaan oksigen terlarut adalah hal yang mutlak untuk organisme akuatik. Dalam perikanan budidaya, terutama untuk komoditas bernilai ekonomis tinggi seperti udang, ketersediaan oksigen ini sangat dijaga. Berdasarkan hasil penelitian Andi Sahrijanna dan Early Septiningsih (2017), mengenai kualitas air pada budidaya tambak udang, oksigen terlarut akan drop di waktu malam hingga titik terendah pada dini hari. Hal ini disebabkan, fitoplankton yang pada siang hari berfotosisntesis menghasilkan oksigen terlarut, melakukan respirasi yang membutuhkan oksigen sehingga terjadi kompetisi antara udang dengan fitoplankton. Sedangkan kebutuhan oksigen terlarut untuk budidaya udang yang optimal berkisar antara 3-6 ppm. Jika pada saat kompetisi tersebut berlangsung tidak ada suplai oksigen tambahan, maka oksigen terlarut dalam tambak akan drop bahkan  hingga 0 ppm sehingga sangat dimungkinkan terjadinya kematian massal udang. Oleh sebab itu, penggunaan kincir di malam hari mutlak diperlukan untuk menunjang kebutuhan oksigen terlarut yang tinggi tersebut. 

Sumber utama oksigen terlarut dalam suatu perairan berasal dari fotosintesis fitoplankton, mikro dan makroalgae yang hidup di perairan tersebut dan proses difusi dari udara bebas. Laju difusi oksigen dari udara bebas ke dalam perairan dipengaruhi oleh suhu air, tekanan udara, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus/gelombang serta kedalaman air. Hubungan masing-masing parameter terhadap oksigen terlarut dapat dilihat pada Tabel 1.


Konsep untuk penambahan oksigen terlarut dalam air dibagi menjadi dua, yaitu aerasi dan agitasi. Aerasi merupakan suatu bentuk proses penambahan udara atau oksigen di dalam air dengan cara membawa air dan udara tersebut ke dalam kontak yang dekat, dengan menyemprotkan udara ke dalam air melalui suatu pori-pori yang kecil sehingga membentuk gelembung udara yang halus serta membiarkannya untuk bisa naik melalui air. Agitasi prinsipnya adalah mengaduk sehingga terbentuk arus/gelombang air yang memercik dengan tujuan memperluas dan memperlama bidang kontak dengan udara sehingga memungkinkan oksigen lebih banyak terdifusi dalam air. Kincir air yang banyak digunakan pada tambak menggunakan konsep agitasi air, sedangkan konsep aerasi banyak dijumpai pada akuarium.

Penulis : Iwan M. Al Wazzan, Peneliti LRMPHP

Pakan Mandiri, Solusi Dampak Ekonomi Akibat Pandemi

Dok. Pakan mandiri , solusi KKP untuk menekan biaya produksi pada perikanan budidaya (Foto: KKP)

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya memastikan kondisi ekonomi UMKM perikanan budidaya tetap stabil di tengah wabah Covid-19. Salah satu yang diandalkan yakni program Gerakan Pakan Mandiri (GERPARI) benar-benar berdampak positif bagi perbaikan Nilai Tukar Usaha Pembudidaya Ikan, khususnya skala kecil.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto di Jakarta, Kamis (26/3). Slamet menegaskan, KKP akan memastikan pembudidaya skala kecil yang jumlahnya mencapai 80% dapat tetap berusaha di tengah ketidakpastian wabah Covid-19.
“Instruksi Presiden jelas, bahwa setiap Kementerian harus melakukan re-focusing program yang secara langsung menjamin daya beli masyarakat tetap terjaga. Kami terjemahkan instruksi tersebut untuk fokus mendorong program yang memberikan efek langsung bagi terciptanya efisiensi produksi. Dengan demikian, nilai tambah tetap didapat dan pada akhirnya daya beli tetap terjaga,” tegas Slamet.
Dia juga menyinggung permasalahan naiknya biaya produksi di kalangan pembudidaya akibat harga pakan pabrikan yang naik. Slamet memperkirakan, jika tidak ada intervensi program yang tepat, pembudidaya bisa kehilangan margin keuntungan sekitar Rp500 hingga Rp700 per kg produksi. Itu dari dampak naiknya harga pakan. Belum lagi menurutnya jika ada tren penurunan harga jual lokal.
“Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar US telah memicu naiknya harga pakan pabrikan. Ini jelas akan memicu biaya produksi juga turut naik, karena 70% komposisi biaya produksi adalah berasal dari pakan. Oleh karenanya, KKP menyarankan pembudidaya skala kecil untuk menggunakan pakan mandiri. Tahun ini kita akan terus dorong agar pakan mandiri ini bisa menjangkau sentra sentra produksi budidaya skala kecil. Disisi lain, ketersediaan bahan baku juga kita akan jamin dengan membangun sistem logistiknya di masing-masing kawasan. Kita akan percepat realisasinya, khususnya dalam mengantisipasi dampak ekonomin wabah Covid-19 ini,” jelas Slamet.
Di tengah wabah Covid-19 ini, kata dia, KKP akan meamstikan stok pangan terjamin dan siklus produksi di hulu tidak terganggu. Selain itu stimulus untuk pakan terus akan didorong dan program gerpari terus digalakan agar menjangkau pembudidaya skala kecil. Slamet memprediksi, wabah Covid-19 ini akan mempengaruhi nilai NTUPi. Pihanya karena itu akan berupaya untuk mengendalikan dampaknya agar tidak terlalu dalam. Salah satunya dengan menstimulus agar input produksi seperti pakan lebih efisien.
Pakan Mandiri Andalan Pembudidaya Skala Kecil
Salah satu produk pakan mandiri yang saat ini telah berhasil tembus pangsa pasar pembudidaya ikan skala kecil yakni pakan yang diproduksi kelompok pakan mandiri TRIMINO di Desa Tlogoweru Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, yang merupakan salah satu binaan dari Balai Besar Budidaya Air Payau (BBPAP) Jepara, salah satu UPT DJPB.
Pakan mandiri yang diberi merk “Jali Lele” ini diperkenalkan sejak dua tahun lalu semakin diminati di kalangan pembudidaya ikan air tawar. Hal ini terbukti dengan semakin tingginya permintaan baik dari Kabupaten Demak maupun di luar daerah seperti Semarang, Kudus, Jepara dan lainnya.
Ketua Kelompok Pakan Mandiri, Kasnadi atau lebih dikenal dengan nama bang Jali, mengatakan bahwa kelompoknya yang menerima bantuan mesin pakan mandiri tahun 2015 saat ini telah mampu menggenjot kapasitas produksi pakan mandiri merk Jali Lele hingga 400 kg per jam. Menurutnya, tingginya permintaan terhadap pakan akhir akhir ini telah mendorong kelompok yang ia gawangi meningkatkan kapasitas produksi rata rata per hari 1.500 kg.
Dok. Pakan mandiri dari Pembudidaya Jepara (Foto: KKP)
"Saat ini kami telah menggunakan ektruder sehingga dapat memproduksi pakan apung. membuat mesin extruder modifikasi dengan kapasitas lebih besar. Jika semula bisa hanya 50 kg per jam, saat ini kami telah mampu memproduksi hingga 400 kg per jam. Kalau tidak begini, kami kewalahan untuk memenuhi kebutuhan pembudidaya. Minat pada pakan merk Jali Lele ini luar biasa tinggi,” terang Jali.
Untuk penyediaan bahan baku, Jali menambahkan bahwa setidaknya dalam seminggu, harus mensuplai bahan baku minimal 4 ton, terutama untuk tepung ikan dan kedelai. Untuk menjamin kontinyuitasnya, ia mengatakan telah menjalin kerjasama dengan BBPAP Jepara terutama untuk tempat konsultasi.
Ditanya mengenai nilai ekonominya, Jali membeberkan, bahwa biaya produksi pembuatan pakan sekitar Rp 5.600,- per kg. Ia menjualnya dengan harga Rp. 8.000,- per kg untuk jenis apung dan Rp 6.700,- per kg untuk jenis tenggelam. Dari hasil penjualan tersebut, kelompok mampu meraup keuntungan bersih rata-rata Rp. 1.500,- per kg.
Dok. Mesin produksi untuk pakan mandiri (Foto: KKP)
“Kualitas pakan kami juga terjamin. Rata-rata kami bikin protein di atas 28% tergantung komoditas. Intinya produk kami selalu berpatokan pada SNI. Alhamdulillah pakan kami juga sudah terdaftar dan telah mendapat sertifikat Cara Pembuatan Pakan Ikan Yang Baik (CPPIB). Saat ini masalah kami cuman satu, yakni logistik. Kami sangat butuh alat transportasi dengan kapasitas agak besar (minimal truk kapasitas 4 ton). Kami sudah sampaikan langsung ini kepada bapak Menteri saat audiensi di Jepara dan beliau menyanggupi. Jadi kami sangat berharap ini bisa terealisasi,” ungkap Jali.
Rohmad, salah satu pembudidaya pengguna Jali Lele di desa Tlogoweru Demak, mengaku setelah menggunakan pakan merk Jali Lele, nilai tambah untungnya meningkat. Menurutnya pakan lebih efisien dan bagus untuk pertumbuhan ikan lele. Hal yang sama juga diakui oleh Sayuti, pembudidaya minapadi yang menggunakan merk Jali Lele.
Sumber : KKPNews

Kamis, 26 Maret 2020

Air Akuarium Cepat Kotor Meski Belum Lama Diganti : UV-In Aja

Pecinta akuarium pasti pernah dipusingkan dengan kondisi air yang cepat kotor padahal baru saja dilakukan penggantian. Jika sudah demikian, kaca akuarium biasanya akan cepat berlumut sehingga mengganggu keindahan. Kondisi ini terjadi karena penyuburan air (eutrifikasi) yang disebabkan pertumbuhan mikroalga yang meningkat dalam air. Peningkatan pertumbuhan mikroalga ini disebabkan karena tingginya kandungan bahan organik terlarut dalam air utamanya fosfat, nitrogen dan karbon.

Untuk mengatasi hal ini sebenarnya cukup mudah, yaitu dengan memasang lampu UV submersible di akuarium. Lampu ini sudah banyak dijual di toko akuarium ataupun e-commerce dengan daya beragam mulai dari 5 - 45 watt. Contoh lampu UV submersible komersial ditunjukkan oleh Gambar 1. Nah, agar tidak salah pilih dalam menerapkan lampu UV ini untuk akuarium, hal yang harus diperhatikan adalah ukuran akuarium. Agar lampu UV efektif menghambat proses penyuburan air oleh mikroalga dalam akuarium, daya yang dibutuhkan minimal 2.000 mikrowatt sec/cm2 sedangkan untuk membunuh bakteri dibutuhkan daya yang lebih besar lagi yaitu lebih dari 30.000 mikrowatt sec/cm2. Sehingga untuk akuarium berukuran 60 x 40 x 50 cm paling tidak membutuhkan lampu UV dengan daya 5 watt. Penelitian yang dilakukan oleh Thomas Sydney dkk pada tahun 2018, menunjukkan bahwa lampu UV B 1,5 watt sudah mampu dipergunakan untuk menghancurkan sel mikroalga C. reinhardtii hanya dalam waktu 232 detik saja.

Gambar 1. Lampu UV submersible untuk akuarium
Pemasangan lampu UV di akuarium pun tidak boleh asal. Ikan dalam akuarium dan orang yang menikmati keindahannya tidak boleh terpapar sinar UV karena dapat menyebabkan iritasi kulit dan masalah pada mata. Sinar UV juga diketahui sebagai salah satu agen penyebab kanker kulit. Lampu UV sebaiknya diletakkan dalam talang air di atas akuarium yang diatasnya diberi kaca, air dipompa dan mengalir di atas kaca tersebut dan talang bagian atas ditutup. Dengan demikian yang disinar oleh UV hanya airnya saja, tidak termasuk ikan dan orang yang melihatnya. 

Penulis : Iwan M. Al Wazzan, Peneliti LRMPHP

Memahami Perbedaan antara Tepung Semi Refined Carrageenan (SRC) dan Tepung Refined Carrageenan (RC)

Kenampakan tepung SRC dan RC
Indonesia merupakan salah satu negara bahari yang terbesar di dunia, dengan karakterisiik geografisnya sebagian besar merupakan lautan. Salah satu sumberdaya kelautan yang dominan yaitu rumput laut. Rumput laut merah (rhodophyceae) merupakan salah satu penghasil karagenan. Menurut Distantina et al. dalam tulisannya yang dipaparkan pada Seminar Rekayasa Kimia dan Proses pada tahun 2010, karagenan merupakan galaktan tersulfatasi linear hidrofilik. Polimer ini merupakan pengulangan unit disakarida yang diklasifikasi menurut adanya unit 3,6-anhydro galactose (DA) dan posisi gugus sulfat. Menurut Sormin et al. dalam tulisannya yang disajikan pada journal.ipb.ac.id pada tahun 2018, karagenan secara luas digunakan dalam industri pangan karena sifat fisik dan fungsionalnya, misalnya sebagai pengental, pembentuk gel, dan memiliki kemampuan stabilisasi, suspensi protein, juga dalam bidang industri farmasi sebagai bahan pembungkus pil atau tablet, kosmetik, percetakan dan industri tekstil

Jurnal Ilimiah Tindalung tahun 2015 mengungkapkan bahwa Semi Refined Carrageenan (SRC) merupakan salah satu produk karagenan dengan tingkat kemurnian lebih rendah dibandingkan dengan Refined Carrageenan (RC) karena masih  mengandung  sejumlah  kecil  selulosa  yang  ikut  mengendap  bersama  karagenan. Refined  carrageenan sendiri merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan air atau larutan alkali dari kelas rhodophycae (alga merah).

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Universitas Diponegoro, vol.2, no.3, tahun 2013, mengungkapkan cara pembuatan SRC dan RC adalah sebagai berikut : rumput laut kering direndam dengan menggunakan aquadest selama 2 jam, saring rumput laut tersebut kemudian direndam dengan larutan HCl encer (pH 5 – 6) selama 15 menit. Selanjutnya rumput laut tsb dicuci dengan air kemudian direndam dengan larutan KOH selama 24 jam pada pH 9 – 10. Rumput laut kemudian disaring, dibilas dengan air, dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah kering, rumput laut diekstraksi dengan perbandingan rumput laut kering : aquadest = 1 g : 60 ml pada suhu 75 - 85°C pH 8 – 9 selama 3 jam kemudian saring. Filtrat diendapkan dengan menggunakan larutan KCl 2,5% dengan perbandingan filtrate : volume KCl yaitu 1 : 2. Gel yang diperoleh dikeringkan dan ditepungkan, hasilnya berupa SRC. SRC yang sudah kering kemudian dilarutkan kembali pada suhu 75 -  85°C selama 30 menit kemudian disaring dengan Whatman No. 41 dan 42 lalu dikeringkan dan ditepungkan sehingga diperoleh RC.

Berdasarkan hasil uji laboratorium, perbedaan antara tepung SRC dan RC ini dapat dilihat dari segi :
1.    Kenampakan
Tepung SRC berwarna kuning kecoklatan, sementara tepung RC berwarna putih.
2.    Ukuran partikel
Ukuran partikel tepung SRC lebih besar dibandingkan tepung RC. Tepung SRC berukuran sekitar 60 mesh, sedangkan tepung RC berukuran sekitar 80 mesh.
3.    pH
pH tepung SRC bersifat sedikit basa dibandingkan dengan tepung RC. Tepung SRC memiliki pH sekitar 8, sedangkan tepung RC memiliki pH sekitar 7.
4.    Kekuatan gel atau gel strength
Gel strength menunjukkan kemampuan karagenan dalam  pembentukan gel. Kekuatan gel tepung SRC jauh lebih rendah dibandingkan dengan tepung RC. Tepung SRC memiliki kekuatan gel sekitar 560 g/cm2 sedangkan tepung RC memiliki kekuatan gel sekitar 1140 kg/cm2
5.    Viskositas
Viskositas tepung SRC lebih tinggi dibandingkan dengan tepung RC. Viskositas tepung SRC sekitar 80 mPas sedangkan viskositas tepung RC sekitar 35 mPas.
Dengan demikian, tepung RC memiliki sifat yang lebih unggul dibandingkan dengan  tepung SRC, namun hal itu menjadikan harga tepung RC lebih mahal.

Penulis : Putri Wullandari, Peneliti LRMPHP

Selasa, 24 Maret 2020

SUDAH SAATNYA BERALIH MENGGUNAKAN KOMPOSIT RUMPUT LAUT

Komposit adalah material yang tersusun atas campuran dua atau lebih material dengan sifat kimia dan fisika berbeda, dan menghasilkan sebuah material baru yang memiliki sifat-sifat berbeda dengan material-material pengusunnya. Filosofi material komposit adalah efek kombinasi dari bahan-bahan penyusunnya. Material komposit tersusun atas dua tipe material penyusun yakni matriks dan fiber (reinforcement) seperti ditunjukkan pada gambar 1. Keduanya memiliki fungsi yang berbeda, fiber berfungsi sebagai material rangka yang menyusun komposit, sedangkan matriks berfungsi untuk merekatkan fiber dan menjaganya agar tidak berubah posisi. Campuran keduanya akan menghasilkan material yang keras, kuat, namun ringan.
Gambar 1. Skema Material Komposit
Seiring dengan inovasi yang dilakukan dalam bidang material, serat alam mulai dikembangkan oleh para peneliti untuk dijadikan sebagai bahan penguat komposit. Hal ini karena serat alam memiliki Sifat fisik yang kuat dan elastis, melimpah dan ramah lingkungan serta memiliki biaya produksi yang rendah. Serat alam yang digunakan sebagai bahan penguat untuk komposit polimer diantaranya yaitu Sisal , Flex, Hemp, Jute, Rami, Kelapa.

Salah satu sumberdaya laut Indonesia yaitu rumput laut juga merupakan bahan alam yang berpotensi dijadikan komposit. Berdasarkan beberapa penelitian yang sudah dilakukan, rumput laut terutama jenis Eucheuma Cottonii memiliki kandungan selulosa yang tinggi sehingga menghasilkan serat yang kuat. Serat yang kuat tersebut merupakan salah satu syarat bahan yang berpotensi dijadikan serat komposit. Penelitian yang dilakukan oleh Fithriani et al (2007) yang disampaikan dalam Jurnal Pasca Panen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Menunjukkan bahwa kadar alfa selulosa yang diperoleh dari limbah karaginan cukup tinggi yaitu lebih dari 50 %.

Penelitian tentang potensi penggunaan rumput laut Eucheuma Cottonii sebagai bahan komposit juga sudah dilakukan. Peneltian yang dilakukan oleh Yushada et al (2018) yang disampaikan pada AIP Conf. Proc. melakukan pengujian sifat mekanik papan partikel dengan bahan komposit dari Eucheuma Cottonii.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel dengan penambahan serat rumput laut tertinggi memberikan nilai modulus elastisitas, modulus pecah dan kekuatan internal bonding paling tinggi. Hasil uji kekuatan internal bonding memenuhi standard JIS A 5908.


Penulis : Wahyu Tri Handoyo, Peneliti LRMPHP

TERNYATA PINGSAN DAPAT MENGURANGI STRESS

Pemingsanan ikan Nila (Foto : docplayer.com)
Berbagai cara dilakukan untuk menjamin ikan tetap hidup sampai konsumen. Salah satu caranya dengan membuat ikan pinsan agar mengurangi metabolisme selama transportasi ikan serta dapat membawa ikan dalam jumlah banyak. Selain hal tersebut dengan pemingsanan dapat mengurangi stres pada ikan sehingga mengurangi jumlah ikan yang mati selama pengiriman. Pemingsanan dilakukan sebelum kegiatan pengepakan, setelah itu ikan dikondisikan dalam wadah yang telah disediakan dan selanjutnya ikan disadarkan kembali setelah sampai tujuan pengiriman. Metode pemingsanan menjadi kunci keberhasilan pada metode pengiriman ini. Salah satu cata pemingsanan ikan yang umum dilakukan adalah menggunakan bahan anestesi alami seperti minyak cengkeh atau dengan cara sederhana dengan pendinginan sampai suhu tertentu. Dosis minyak cengkeh, suhu pendinginan dan lamanya proses pemingsanan menjadi sangat krusial pada metode ini. Termasuk juga karakteristik ikan juga menentukan metode pemingsanan yang akan dipilih. 

Hendri Clifton pada tahun 2014 telah melakukan penelitian tentang pengaruh lama waktu waktu pembiusan menggunakan minyak cengkeh terhadap kelangsungan hidup benih ikan Jurung (Tor Sp) yang dilakukan dengan berbagai dosis. Metode yang di gunakan dalam penelitian tersebut adalah metode eksperimen. Penelitian tersebut mengunakan 4 perlakuan dosis minyak cengkeh masing-masing perlakuan A (0,005ml/l), B (0,010ml/l), C (0,015ml/l) dan D (0,025ml/l). Minyak cengkeh dipergunakan untuk memingsankan ikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa dosis minyak cengkeh memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kelangsungan hidup benih ikan jurung. Dari hasil uji beda perlakuan menunjukan bahwa kelangsungan hidup tertinggi berada pada perlakuan C dosis 0,015ml/l yang di dapatkan hasil sebesar 83,33% dengan waktu pingsan ke pulih sadar dengan waktu 5 jam, sedangkan pada perlakuan A dosis 0,005ml/l 70% dengan waktu 1 jam dan pada perlakuan B dosis 0,010 sebesar 66,66% dengan lama waktu pulih sadar 3 jam, sedangkan pada perlakuan D dosis 0,025ml/l sebesar 43,33% dengan waktu pingsan ke pulih sadar 5 jam. Hasil pengukuran kualitas air pada saat penelitian masih dalam layak untuk kehidupan benih ikan jurung, antara lain suhu berkisar 25- 27 0C, oksigen terlarut 4,42-5,42 ppm dan pH 6 – 6,5.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Nurdiyan dkk., dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak yang melakukan transportasi sistem kering untuk transportasi ikan Jelawat yang dilakukan pemingsanan dengan suhu rendah. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama waktu pengangkutan terhadap kelangsungan hidup ikan pasca penyadaran dengan menggunakan ketebalan media busa 6 cm untuk mempertahankan suhu rendah. Perlakuan yang dilakukan adalah perlakuan A dengan lama waktu 2,5 jam, perlakuan B lama waktu 3,5 jam, perlakuan C lama waktu 4,5 jam dan perlakuan D lama waktu 5,5 jam. Hasil penelitian menunjukkan lama waktu transportasi ikan jelawat menggunakan sistem kering dengan ketebalan media busa 6 cm berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan jelawat. Selama penyadaran ikan, waktu yang terbaik yaitu 15 menit 58 detik dengan suhu wadah dalam kemasan sebesar 130C serta perubahan bobot tubuh ikan sebesar 0,10 gram dan tingkat kelangsungan hidupnya sebesar 83,33% terdapat pada perlakuan A dengan lama waktu 2,5 jam. 

Penulis : Tri Nugroho W., Peneliti LRMPHP