EKONOMI BIRU

Arah Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan 2021 - 2024 Berbasis EKONOMI BIRU

ZI WBK? Yes, We CAN

LRMPHP siap meneruskan pembangunan Zona Integritas menuju satuan kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) yang telah dimulai sejak tahun 2021. ZI WBK? Yes, We CAN.

LRMPHP ber-ZONA INTEGRITAS

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan siap menerapkan Zona Integritas menuju satuan kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) 2021.

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Produk Hasil Rancang Bangun LRMPHP

Lebih dari 30 peralatan hasil rancang bangun LRMPHP telah dihasilkan selama kurun waktu 2012-2021

Kerjasama Riset

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Kanal Pengelolaan Informasi LRMPHP

Diagram pengelolaan kanal informasi LRMPHP

Rabu, 29 Agustus 2018

KKP Kembangkan Tepung Spirulina Skala Rumah Tangga

Dok. Humas DJPB
Besarnya kebutuhan pakan dalam kegiatan budidaya ikan termasuk kebutuhan mikroalga sebagai pakan alami untuk benih ikan atau udang pada fase pembenihan, mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan tepung ikan berbahan baku Spirulina. Tidak hanya itu, agar dapat diproduksi secara massal dan dilakukan langsung oleh pembudidaya ikan, telah dikembangkan juga teknologi pembuatan tepung Spirulinaberskala rumah tangga.

Selama ini pemenuhan kebutuhan tepung Spirulina untuk kegiatan budidaya ikan khususnya udang, masih impor dari India dan Tiongkok. Melalui inovasi ini diharapkan dapat menekan kebutuhan akan tepung Spirulina dari impor.

Adalah Lisa Ruliaty, Perekayasa Madya pada Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP, yang telah berhasil mengembangkan inovasi teknologi produksi tepung Spirulina secara sederhana di tingkat pembudidaya ikan atau skala rumah tangga. Dengan temuan tersebut, pembudidaya mampu menyediakan kebutuhan pakan tambahan bagi benih ikan atau udang secara mandiri. Lebih lanjut, teknologi ini juga dapat dijadikan usaha alternatif bagi pembudidaya ikan maupun masyarakat umum.

Atas jasanya ini Lisa mendapatkan penghargaan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Republik Indonesia, yang diserahkan saat perayaan Hari Ulang Tahun ke-73 Republik Indonesia, tanggal 17 Agustus 2018 lalu.

Sebagai informasi, Spirulina merupakan jenis mikroalga yang sangat potensial sebagai sumber makanan alami baik untuk hewan maupun manusia. Kandungan protein di dalamnya mencapai 55 – 70%, lipid 4 – 6%, karbohidrat 17 – 25%, asam lemak tidak jenuh majemuk seperti asam linoleat dan linolenat, beberapa vitamin seperti asam nikotinat, riboflavin (vitamin B2), thiamin (vitamin B1), sianokobalamin (vitamin B12), mineral, asam-asam amino, dan bahan aktif lainnya seperti karotenoid, pigmen klorofil, dan fikosianin.

Sebagai contoh 1 are (0,4646 hektar) Spirulina dapat menghasilkan protein 20 kali lebih baik dari 1 are kedelai atau jagung dan 200 kali lebih baik dari pada daging sapi. Sehingga Spirulinasangat menjanjikan dikembangkan di Indonesia.

Saat dimintai keterangannnya (23/8), Lisa menyampaikan bahwa sasaran produksi secara sederhana ini adalah untuk pasar feed grade yaitu sebagai pakan tambahan bagi hewan ternak, sehingga standar untuk feed grade pasti dapat terpenuhi secara skala rumah tangga.  Kemudian pasar untuk feed grade juga dapat digunakan sebagai pakan tambahan ikan, udang, ikan hias,  juga  imunostimulan pada unggas.

“Pembudidaya ikan dapat membuat pasta dan tepung Spirulina sebagai feed aditif  bagi ikan, karena tidak membutuhkan modal yang besar dan dapat dilakukan skala rumah tangga, serta sebagai usaha alternatif bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan,” terang Lisa.

Sebagai gambaran, usaha rumahan ini hanya membutuhkan biaya investasi sebesar Rp3.116.500 untuk pembuatan lemari pengering, membeli plastik mika, spatula, blender, chiller dan blower, sedangkan biaya produksi per siklus hanya Rp89.000 untuk pembuatan media pupuk dan kebutuhan listrik.

Di mana kultur dilakukan pada bak beton volume 10 m3 diperoleh produk tepung per siklus kultur sebanyak 567 gram dengan harga jual Rp300 per gram tepung. Keuntungan per siklus kultur sebesar Rp81.100, sedangkan keuntungan produksi sebulan (6 siklus = 5 hari) sebesar Rp486.600.

“Usaha produksi tepung Spirulina memberikan Benefit of Cost Ratio sebesar 1,9 dengan waktu pengemballian modal investasi 6,4 bulan, sehingga dapat dikembangkan sebagai salah satu alternatif usaha bagi masyarakat,” tegasnya.

Beberapa keuntungan dalam penerapan teknologi ini diantaranya: (1) produksi tepung Spirulinasecara sederhana mulai dari tahapan kultur, pemanenan, hingga pengeringan dengan lemari pengering sederhana, dengan menggunakan media kultur air tawar maupun air payau; (2) kulturSpirulina dapat dilakukan dengan menggunakan wadah bak beton, bak fiber, kolam terpal, ember, maupun galon dengan volume media kultur menyesuaikan dengan sarana yang ada; dan (3) teknologi ini sederhana sehingga mudah untuk dilakukan baik oleh pembudidaya ikan maupun masyarakat luas dan dapat dikelola di skala rumah tangga.

Dirjen Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto saat diminta tanggapannya di Jakarta (24/8) sangat mengaspresiasi keberhasilan inovasi ini. Menurutnya, inovasi ini akan dapat mengatasi masalah impor tepung Spirulina di Indonesia yang selama ini yang dipergunakan di tingkat pembudidaya ikan berasal dari India dan Tiongkok.

“KKP terus mendorong pengembangan inovasi ini karena usaha ini dapat dilakukan skala rumah tangga dengan modal yang kecil, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan pembudidaya ikan,” tambah Slamet.
Menurut Slamet, inovasi teknologi kultur Spirulina skala rumah tangga ini juga merupakan bagian dari gerakan pakan mandiri (GERPARI) bertujuan untuk meningkatkan efisiensi biaya produksi melalui peningkatan efisiensi pakan dalam usaha pembudidayaan ikan.

Teknologi ini telah diaplikasikan pada pelaku pembibitan ikan hias dan ikan lele di Kab. Bandung dan Kab. Purworejo serta dalam proses pengembangan oleh “planktonshop” di Purworejo dan Gresik dengan melakukan modifikasi pengeringan pasta Spirulina.  Pengeringan dilakukan  secara langsung di bawah sinar matahari dalam ruangan tertutup beratap transparan. Produk pasta dipergunakan dalam media kultur pembibitan ikan.  Sedangkan tepung yang dihasilkan di pergunakan sebagai campuran didalam pakan pembibitan ikan hias maupun pembesarannya.

Aji Subakti, pembudidaya ikan di Kota Bandung yang sudah melakukan teknologi kultur spirulina ini, berpendapat bahwa budidaya Spirulina yang dilakukan dapat dijadikan sebagai pakan benih ikan hias dan ikan lele, sehingga biaya produksi pakan dapat ditekan.

“Kultur Spirulina dan membuat tepungnya untuk dipakai sendiri, jadi kegiatan pembenihan ikan hias dan lele yang kami lakukan dapat berkelanjutan dan mudah dengan nutrisi yang tetap prima dan bebas penyakit,” jelas Aji saat dimintai keterangan. (Humas DJPB/AFN)
 
Sumber: KKPNews

Senin, 27 Agustus 2018

Pembuatan Pupuk Organik Granul dari Tepung Rumput Laut Sargassum Sp.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman dan kelimpahan rumput laut yang sangat tinggi.  Produksi rumput laut Indonesia tercatat sebesar 3,082 juta ton pada tahun 2010, meningkat dibandingkan pada tahun 2009 yakni sebesar  2,574  juta  ton, sedangkan pada tahun 2014 mencapai 10,2 juta ton (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015). Namun demikian, potensi yang ada tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal.

Salah satu pemanfaatan rumput laut yang ada yaitu dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk organik. Hal ini dikarenakan rumput laut kaya akan unsur hara dan zat pemacu tumbuh (ZPT) seperti auksin, sitokinin, giberelin, asam abisat, dan etilen. Unsur hara yang terdapat dalam rumput laut tersebut berasal dari air laut karena di dalam air laut banyak mengandung mineral seperti natrium, klor, bromida, yodium, fosfor, nitrogen, dan karbondioksida. Sargassum  Sp. merupakan jenis rumput laut yang memiliki kandungan zat  besi dengan bioavailabilitas yang  tinggi sehingga potensial untuk dijadikan bahan baku pupuk organik.

Pupuk organik memiliki beberapa macam bentuk seperti tablet, briket, curah, dan granul. Bentuk granul adalah yang paling diminati di pasaran karena bentuk granul lebih mudah diaplikasikan dan mudah meresap ke tanaman. Oleh karena itu, diperlukan proses granulasi partikel dimana partikel-partikel kecil disatukan untuk membentuk gumpalan (aglomerat) yang kuat secara fisik. Metode granulasi yang biasa digunakan dapat dibagi menjadi 5 metode, yaitu granulasi basah (wet granulation)granulasi dengan memberikan umpan (feeded granulation), granulasi dengan menggunakan bahan kimia (chemical granulation)pembentukan butiran (drop Formation atau Prilling) dan granulasi dengan pemadatan (Compaction granulation)

LRMPHP telah melakukan penelitian tentang pembuatan pupuk organik granul dari tepung rumput laut Sargassum sp. dengan granulator hasil rancang bangun LRMPHP (Gambar 1.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penambahan volume air yang tepat untuk menghasilkan rendemen pupuk organik granul tertinggi, dan mengetahui kualitas pupuk organik granul yang dihasilkan bila dibandingkan dengan pupuk organik granul komersial. Metode granulasi yang digunakan yaitu metode granulasi basah (wet granulation) dengan variasi rasio air dengan bahan (tepung Sargassum sp. dan kapur pertanian) yaitu 10 : 30, 11 : 30, 12 : 30, dan 13 : 30.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen tertinggi pupuk granul (ukuran mesh 2 – 4 mm) sebesar 26,43% pada rasio air : bahan sebesar 12 : 30 (ml air/g bahan). Kadar karbon (C) organik pupuk granul dari tepung rumput laut Sargassum sp. dan pupuk granul komersial berturut-turut 15,1 dan 20,2%. Rasio kabon/nitrogen (C/N) pupuk granul dari tepung rumput laut Sargassum sp. dan pupuk granul komersial berturut-turut 18,41 dan 3,10%. Kadar air pupuk granul dari tepung rumput laut Sargassum sp. dan pupuk granul komersial berturut-turut 19,47 dan 13,79%. Kadar timbal (Pb) pupuk granul dari tepung rumput laut Sargassum sp. kurang dari 0,04 ppm, sedangkan pupuk granul komersial sebesar 6,20 ppm. Sementara itu, kadar besi (Fetotal pupuk granul dari tepung rumput laut Sargassum sp. dan pupuk komersial berturut-turut 8.031 dan 5.316 ppm. Kualitas pupuk organik granul yang berasal dari tepung rumput laut tersebut sebagian besar sudah memenuhi Permentan No.70/Permentan/SR.140 /10/2011. Keunggulan pupuk organik granul dari tepung rumput laut yaitu memiliki kandungan C/N ratio sebesar 18,41, ikutan logam berat yang sedikit, kadar airnya sebesar 19,47% dan kadar hara makronya (N + P2O5 + K2O) sebesar 4,72%.

Senin, 20 Agustus 2018

LRMPHP Ikuti Gerakan Bersih Pantai dan Laut (GBPL) dan Aksi Serentak Menghadap Laut

Tim LRMPHP dalam GBPL (dok. LRMPHP)
Loka Riset Mekanisasi Mekanisasi Hasil Perikanan (LRMPHP) melakukan Gerakan Bersih Pantai dan Laut (GBPL) dan Aksi Serentak Menghadap Laut pada hari Minggu 19 Agustus 2018 di Pantai Goa Cemara, Bantul. Partisipasi LRMPHP pada kegiatan tersebut sebagai tindak lanjut atas Surat Edaran dari KKP No. B.1695/DJPRL.0/VII/2018 tertanggal 7 Agustus 2018 perihal permohonan dukungan terhadap Gerakan Bersih Pantai dan Laut (GBPL) dan Aksi Serentak Menghadap Laut serta dalam memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-73.

Kegiatan GBPL dan Aksi Serentak Menghadap Laut dilaksanakan di Pantai Goa Cemara, Bantul sebagai bagian dari aksi serentak di-73 titik lokasi di seluruh Indonesia. GBPL dan Aksi Serentak di Pantai Goa Cemara, Bantul diikuti oleh sekitar 200 relawan yang terdiri dari LRMPHP, Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Yogyakarta (BKIPM Yogyakarta), Penyuluh Perikanan Bantul, Sleman dan Kulon Progo serta komunitas Earth Hour (WWF) Yogyakarta sebagai koordinator lapangan.



Partisipasi LRMPHP di Gerakan bersih pantai dan Laut (dok. LRMPHP)
Dalam sambutannya, koordinator komunitas Earth Hour Yogyakarta, Sdr. Fattah menjelaskan teknis pelaksanaan aksi diantaranya jenis-jenis sampah yang diambil dan membagi peserta GBPL dan Aksi Serentak menjadi 12 kelompok dengan pendamping tiap kelompok 1 orang dari komunitas Earth Hour. Sampah yang terkumpul nantinya akan ditimbang, diidentifikasi dan dilaporkan ke pemerintah pusat. Kegiatan aksi diakhiri dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya menghadap ke laut.

Melalui GBPL dan Aksi Serentak Menghadap Laut tersebut diharapkan dapat menggugah kesadaran masyarakat untuk menghilangkan kebiasaan membuang sampah sembarangan di laut dan pantai serta menjaga dan merawat wilayah perairan Indonesia dengan mengambil dan mengamankan sampah-sampah, terutama sampah plastik yang sulit diurai oleh alam. 

Kamis, 16 Agustus 2018

Sistem Hibrid Pembangkit Listrik Tenaga Surya dengan PLN untuk Mesin Pembuat Es (Ice Maker)

Panel Surya untuk Ice Maker
Wilayah Indonesia terletak di daerah ekuator yang menyebabkan ketersediaan sinar matahari hampir sepanjang tahun di seluruh wilayah Indonesia kecuali pada musim hujan dan saat awan tebal menghalangi sinar matahari. Berdasarkan peta insolasi matahari, wilayah Indonesia memiliki potensi energi listrik yang berasal dari sinar matahari yaitu sebesar 4,5 kW/m2/hari. Hal ini sangat potensial untuk dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan energi listrik, terutama untuk menangani keterbatasan listrik yang dihasilkan dari bahan bakar fosil.

Untuk mengantisipasi pertumbuhan kebutuhan energi listrik nasional dan keterbatasan ketersediaan sumber daya alam berbasis fosil maka diterbitkan Kebijakan Energi Nasional (KEN). Energi listrik terbarukan bisa dalam bentuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan mikrohidro (PLTM), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga angin (PLTB), pembangkit listrik biomassa, dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTPB). Potensi energi alternatif dan terbarukan tersebut cukup banyak namun belum dimanfaatkan secara optimal. Pada tahun 2025 diharapkan peran energi terbarukan akan mencapai sekitar 5% dari keseluruhan kapasitas pembangkitan listrik nasional. Peran PLTS diharapkan dapat menyumbang sebesar 800 MW dengan pertumbuhan sekitar 40 MW per tahun (Kumara, 2010).

Sebagai institusi riset, LRMPHP telah melakukan penelitian tentang perancangan sistem hibrid pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan PLN untuk mesin pembuat es (ice maker). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban daya PLTS yang dibutuhkan, kebutuhan dan spesifikasi panel surya (photo voltaic), baterai, alat pengatur pengisian baterai (charge controller) dan alat pengubah arus searah menjadi arus bolak-balik (inverter)Metode yang digunakan yaitu analisis atau perhitungan teorotis untuk menentukan beban energi yang diperlukan oleh ice maker, perhitungan daya dalam waktu pemakaian (Watt hour) yang mampu disediakan oleh PLTS hibrid, seleksi panel surya dan bahan lainnya yang akan digunakan berdasarkan material dan spesifikasinya. Kondisi awal (initial condition) yaitu ice maker dengan kapasitas sampai dengan 200 kg es/ hari dengan daya 760 watt. Ice maker yang digunakan merupakan jenis flakes ice maker, atau penghasil es berbentuk serpihan atau serut (flakes) yang diperuntukkan bagi pengepul atau pedagang ikan skala kecil dengan konsumsi daya listrik yang rendah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk desain 8 jam operasional dengan penggunaan 50% PLTS sebesar 6080 Wh diperlukan spesifikasi dari komponen sebagai berikut : 1) Tujuh buah panel surya dengan kapasitas per buah sebesar 200 Wp, 2) Jenis panel surya yang digunakan yaitu polycristalline, 3) Kapasitas baterai 100 Ah, 48 volt, 4) Jenis aki yang digunakan yaitu aki kering, 5) Kapasitas arus charge controller lebih besar dari 15,83 A, 6) Tegangan keluaran pada charge controller sebesar 48 volt, 7) Jenis charge controller yang digunakan yaitu Pulse Width Modulator (PWM) Controller, dan 8) Spesifikasi inverter yang digunakan yaitu : tegangan masuk 48 volt DC, tegangan keluar 220 volt 1 phase, input lebih besar dari 15,83 A, gelombang output adalah gelombang sinus murni (jenis Pure Sine Wave Inverter).


Sumber : Prosiding KSNTTG LIPI 2016

Selasa, 14 Agustus 2018

Alat Impregnasi Vakum dan Uji Performansinya Pada Filet Ikan

Impregnasi vakum (vacuum impregnation) merupakan suatu metode dalam pengolahan pangan. Prinsip impregnasi adalah mengeluarkan sebagian atau keseluruhan udara maupun cairan dalam suatu bahan pangan kemudian menggantikannya dengan cairan atau larutan osmotik yang dikehendaki. Saat bahan pangan diberi perlakuan impregnasi vakum, cairan yang ada dalam bahan akan keluar karena kondisi tekanan lingkungan di bawah tekanan atmosfir, bagian-bagian yang kosong tersebut akan terisi kembali oleh cairan lain ketika tekanan dikembalikan pada tekanan atmosfir seperti semula atau lebih tinggi hingga tercapai keseimbangan antara cairan dalam bahan dan lingkungan.

Saat ini metode impregnasi vakum tengah popular sebagai metode untuk pengkayaan (enrichment) produk pangan. Penelitian membuktikan bahwa jaringan sel pada buah-buahan bisa diperkaya dengan berbagai bahan seperti probiotik, vitamin dan mineral tertentu untuk menambah manfaatnya. Metode impregnasi vakum juga dapat memperbaiki rasa, memperpanjang daya simpan dan memperbaiki warna pada produk pangan. Oleh karena itu metode impregnasi vakum berpeluang besar untuk memperbaiki kualitas produk olahan ikan. Hal ini karena daging ikan mempunyai sifat matrik sel yang longgar sehingga proses penggantian cairan dalam daging ikan dengan larutan osmotik akan lebih mudah.

Saat ini pengolahan ikan dengan cara penggaraman dan pengasapan masih membutuhkan waktu yang lama karena penyerapan garam maupun asap berjalan lambat sehingga beresiko terjadinya kemunduran mutu ikan. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan peralatan agar proses pengolahan ikan lebih efisien. LRMPHP telah melakukan penelitian perancangan alat impregnasi vakum dan uji performansinya pada filet ikan. Alat impregnasi vakum dirancang dengan dimensi panjang 800 mm, lebar 570 mm dan tinggi 1740 mm menggunakan bahan besi hollow 4x4 cm. Semua bagian yang bersentuhan langsung dengan larutan garam, asap cair dan sampel digunakan bahan stainless steel tipe 304. Bagian utama alat impregnasi vakum tekan antara lain tangki vakum, tangki penyimpanan, tangki pengaduk, sistem pemvakuman, pompa pendorong manual, sistem aliran bahan dan panel kontrol (Gambar 1.). Alat tersebut menghasilkan kekuatan vakum maksimal sebesar -76 cmHg dalam 9,15 menit sedangkan kekuatan tekan/impregnasinya maksimal 8 Bar dalam 38,70 menit.
Gambar 1. Alat impregnasi vakum

Uji performansi alat impregnasi dilakukan menggunakan larutan osmotik berupa larutan garam (1,74%) dan asap cair (1,5%) yang diintroduksi ke dalam filet ikan nila. Penggunaan larutan garam dan larutan asap cair dipilih dalam uji karena prinsipnya lebih sederhana. Hasil uji performansi menunjukkan bahwa alat impregnasi vakum tersebut mampu mengintroduksikan larutan garam dan asap cair ke dalam filet ikan nila dengan lebih efisien dibandingkan tanpa menggunakan alat (perendaman). Dalam waktu 10 menit vakum dan 15 menit impregnasi mampu mengintroduksikan larutan garam sebanyak 1,25% dan fenol 15,18 mg/kg, sedangkan dengan metode perendaman selama 60 menit hanya mampu menyerap 0,4% larutan garam dan 2,95 mg/kg fenol.

Jumat, 10 Agustus 2018

Alat Steam Boiler Sebagai Sumber Energi Dalam Ekstraksi Alginat

Steam (uap panas) saat ini menjadi sumber energi penting bagi dunia industri. Uap panas dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengolahan pangan maupun non pangan. Sistem yang digunakan untuk menghasilkan uap panas disebut boiler atau steam generatorBoiler adalah bejana tertutup yang menghasilkan uap panas dari pemanasan air melalui system pembakaran bahan. Menurut American Society of Mechanical Engineers (ASME), sebuah unit pembangkit uap didefinisikan sebagai kombinasi peralatan untuk memproduksi, melengkapi atau recovery panas bersama dengan peralatan penghasil uap dari fluida panas.

Steam boiler terdiri dari dua bagian utama, yaitu tempat pembakaran bahan bakar dan tempat penukar panas yang mengubah air menjadi uap. Tipe-tipe boiler yang banyak digunakan saat ini adalah tipe fire-tube, water tube, modular, coil tube dan cast ironSteam boiler dapat digunakan untuk berbagai fungsi, seperti proses penguapan panas, pembangkit listrik, proses petrokimia dan chemical recovery. Selain itu uap yang dihasilkan dari steam boiler dapat digunakan sebagai fluida kerja maupun media pemanas untuk berbagai macam keperluan rumah tangga sampai keperluan industri. Steam Boiler hasil rancang bangun seperti disajikan pada gambar 1.

Gambar 1. Steam Boiler Hasil Rancang Bangun
Pada industri pengolahan alginat, salah satu tahapan  yang harus dilakukan adalah proses penggilingan saat ekstraksi agar alginat yang terekstrak lebih banyak. Proses penggilingan akan sulit dilakukan bila dilakukan ekstraksi skala besar, terlebih kondisi media dan rumput laut bersuhu tinggi. Sedangkan bila tanpa proses penggilingan, rendemen dan viskositas alginat yang dihasilkan masih rendah. Oleh karena itu diperlukan alat untuk mempermudah proses penggilingan dalam proses ekstraksi. Dengan ekstraksi menggunakan uap panas diharapkan akan mempermudah ekstraksi rumput laut untuk mengeluarkan alginat.

LRMPHP telah melakukan penelitian tentang rancang bangun mesin steam boiler sebagai sumber energinya dalam ekstraksi alginat dari rumput laut Sargassum sp. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan perlakuan terbaik performansi steam boiler sebagai sumber uap panas. Steam boiler yang digunakan merupakan steam boiler jenis water tube. Pemilihan steam boiler jenis water tube dikarenakan memiliki beberapa keuntungan antara lain mampu bekerja pada tekanan tinggi, berat steam boiler yang relatif lebih ringan dibandingkan dengan kapasitas boiler, kapasitas yang besar, dapat dioperasikan dengan cepat sehingga dalam waktu singkat telah dapat memproduksi uap.

Perlakukan yang digunakan dalam penelitian adalah variasi volume air umpan (water feed) sebanyak 20, 30 dan 40 liter, serta besar tekanan uap 1 dan 2 atm. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa perlakukan terbaik adalah volume air umpan sebanyak 30 liter pada tekanan 1 atm. Dengan nilai rata-rata lama pemasakan selama 72.67 menit, kebutuhan bahan bakar 0.87 kg, suhu output 860 C, volume uap panas yang dihasilkan 6034.13 kJ/jam dan rendemen ekstrak rumput laut yang dihasilkan sebanyak 70.3 %.

Selasa, 07 Agustus 2018

Pelaksanaan Monev Semester I Tahun 2018 Lingkup LRMPHP

Pemaparan kegiatan LRMPHP (dok.LRMPHP)
Untuk mengetahui tingkat pencapaian program dan pelaksanaan kegiatan selama semester I,  Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan (LRMPHP) menyelenggarakan Monitoring dan Evaluasi (monev) Semester I Tahun 2018 lingkup LRMPHP pada 6-7 Agustus 2018. Kegiatan monev dibuka oleh Kepala LRMPHP (Lutfi Assadad, M.Sc.) dan dihadiri oleh Perwakilan Puriskan Jakarta (Budi Nugraha, M.Si.) selaku Kasbid Riset Teknologi Alat dan Mesin Perikanan , narasumber dari BAPPEDA D.I. Yogyakarta (Andi Nawa C., SP., MP.), evaluator kegiatan riset (Senny Helmiati, M.Sc.) dari Jurusan Perikanan UGM dan Dr. Ir. Nursigit Bintoro, M.Sc. dari  Fakultas Teknologi Pertanian UGM serta seluruh pegawai LRMPHP.

Dalam sambutannya, Kepala LRMPHP menyatakan bahwa kegiatan monev  lingkup LRMPHP meliputi kegiatan manajerial dan riset. Kepala Loka berharap masukan dan saran dari para evaluator agar pelaksanaan kegiatan menjadi lebih baik lagi. Sementara itu, perwakilan Puriskan Jakarta dalam sambutannya menyampaikan wacana reorganisasi lembaga riset melalui pembentukan Badan Riset Nasional yang sebaiknya diantisipasi secara bijak.
Sambutan dan Pengarahan dari Pusriskan (dok. LRMPHP)
Evaluasi kegiatan oleh Narasumber (dok. LRMPHP)

Pemaparan Narasumber dari BAPPEDA DIY (dok. LRMPHP)
Pada pemaparan kegiatan riset tentang Mesin Pembuat Pakan Ikan Skala UKM, beberapa masukan dan saran diberikan oleh para evaluator. Senny Helmiati, M.Sc. memberikan masukan tentang kriteria pemilihan bahan untuk formulasi pakan ikan hendaknya mempertimbangkan kandungan nutrisi bahannya, ketersediaan, kontinyuitasnya dan pertimbangan harganya. Sementara itu, Dr. Ir. Nursigit Bintoro menyatakan bahwa sebagian besar output yang dihasilkan telah sesuai dengan yang ditetapkan tetapi belum seluruhnya, karena  mesin ekstruder pellet tipe twin screw extruder belum diwujudkan. Secara umum hasil evaluasi terhadap kegiatan riset berjalan baik, namun demikian masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki.

Pada kesempatan monev juga dihadirkan narasumber dari BAPPEDA D.I. Yogyakarta yang memaparkan tentang program perikanan di Propinsi DIY  TA 2018 dan rencana TA 2019. Selain itu juga mengajak LRMPHP untuk bekerjasama dalam mengembangkan perikanan. Kehadiran BAPPEDA DIY diharapkan dapat mensinergikan hasil-hasil riset di LRMPHP dengan provinsi sehingga penyebarluasan hasil riset lebih optimal.  

Rabu, 01 Agustus 2018

Pembuatan Pupuk Granul Rumput Laut Menggunakan Prototipe Granulator Vertikal dengan Variasi Kecepatan Putaran Chopper

Pemakaian pupuk kimia untuk pertanian yang melebihi ketentuan dosis dapat mengakibatkan menurunnya kualitas lahan dan berimbas pada penurunan hasil panen. Oleh karena itu para petani mulai beralih menggunakan pupuk organik untuk merawat/menjaga tingkat kesuburan tanahSalah satu bahan yang potensial digunakan dalam pembuatan pupuk organik adalah rumput laut. Bahan ini kaya kandungan mineral, nutrien anorganik dan bahan organik seperti hormon pemacu tumbuh (sitokininauksin, dan giberelin).

Pupuk organik memiliki beberapa macam bentuk seperti tablet, briket, curah, dan granul. Bentuk granul adalah yang paling diminati di pasaran karena granul lebih mudah ditaburkan/diaplikasikan dan mudah meresap ke tanaman. Massa granul lebih ringan daripada bentuk curah, sehingga memudahkan dan mengurangi biaya tranportasi. Pada proses granulasi, partikel-partikel kecil disatukan dan dipadatkan untuk membentuk gumpalan yang kuat secara fisik dengan struktur permanen dimana partikel aslinya masih bisa dibedakanCara yang paling sederhana dalam pembuatan granul adalah dengan menggunakan nampan. Metode ini biasanya digunakan untuk membuat granul skala kecil. Dalam perkembangannya terdapat beberapa tipe granulator yang umum digunakan di industri yaitu: fluidized bed granulatorhigh shear granulatordisc granulator (pan granulator) dan drum granulator.

LRMPHP telah mengembangkan granulator dengan mengadopsi granulator tipe vertical high shear. Granulator tipe ini menggunakan impeller yang berfungsi sebagai pengaduk untuk membentuk gumpalan basah dan chopper yang berfungsi sebagai pemecah gumpalan sehingga menghasilkan granul dengan densitas tinggiImpeller berputar pada kecepatan rendah sampai tinggi untuk menciptakan kondisi pengadukan yang diharapkan. Setelah tepung (powder) tercampur rata maka ditambahkan air untuk membasahi adonan sehingga saling terikat dan membentuk gumpalan basah (metode granulasi basah).  

Granulator yang dikembangkan LRMPHP tersebut, pada proses pemadatan granul terdapat 2 drum yang berfungsi untuk memadatkan granul yang sudah terbentuk pada drum 1. Kecepatan putar pada chopper merupakan salah satu faktor utama dalam pembentukan granul karena berpengaruh terhadap rendemen granul. Oleh karena itu kecepatan putar chopper menjadi hal penting dalam pembuatan granulator. Uji coba granulasi dilakukan menggunakan model alat granulator vertikal rancangan LRMPHP (Gambar 1 dan 2).
Gambar 1. Alat uji granulator rancangan LRMPHP
Prinsip kerja alat tersebut dengan memanfaatkan impeller sebagai pengaduk dan chopper sebagai pemecah untuk membentuk campuran tepung menjadi bentuk granul. Pada drum 1 terdapat impeller yang berputar dengan kecepatan tertentu. Dengan tambahan air dan diaduk menggunakan impeller dalam waktu tertentu maka adonan akan membentuk gumpalan basah. Gumpalan basah tersebut akan dipecah oleh chopper yang berputar dengan kecepatan tertentu sehingga membentuk butiran (granul). Kombinasi dan variasi kecepatan putar antara impeller dan chopper akan menghasilkan ukuran granul yang bervariasi. Pada drum 2 dan 3 terdapat piringan yang berputar dengan kecepatan tertentu. Piringan yang berputar tersebut mengakibatkan gaya sentrifugal sehingga granul yang sudah terbentuk akan berputar-putar dan menjadi semakin padat.  
Gambar 2. Ilustrasi drum 1 alat uji granulator LRMPHP
Hasil uji coba pembuatan pupuk granul rumput laut dengan variasi kecepatan putar chopper ditunjukkan pada gambar 3. Perbandingan nilai rendemen pada granul ukuran kecil (D < 4 mm), granul ukuran sedang (3 – 4 mm)  dan granul ukuran besar (D > 4 mm) pada pengaturan kecepatan chopper 1070 : 896 rpm, berturut turut yaitu sebesar 93,38 % : 98,95 %, 61,76 % : 23,04 %, 15,46 % : 33,22 % dan 16,17 % : 42,69 %. Hasil analisis statistik data dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kecepatan putar chopper tidak berpengaruh signifikan terhadap rendemen granul total tetapi berpengaruh cukup signifikan terhadap rendemen pada berbagai ukuran granul yang dihasilkan. Dengan kecepatan putar chopper sebesar 1070 rpm menghasilkan lebih banyak granul dengan ukuran kecil, sedangkan pada 896 rpm menghasilkan lebih banyak granul berukuran sedang sampai besar dibandingkan dengan granul ukuran kecil. Oleh karena itu, kombinasi antara kecepatan putar impeller dan chopper perlu diperhatikan untuk memperoleh ukuran granul yang diharapkan. 
Gambar 3. Granul yang dihasilkan pada dua variasi putaran; a). Hasil granul pada putaran 896 rpm;
b). Hasil granul pada putaran 1070 rpm


Sumber : Prosiding Semnaskan UGM