EKONOMI BIRU

Arah Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan 2021 - 2024 Berbasis EKONOMI BIRU

ZI WBK? Yes, We CAN

LRMPHP siap meneruskan pembangunan Zona Integritas menuju satuan kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) yang telah dimulai sejak tahun 2021. ZI WBK? Yes, We CAN.

LRMPHP ber-ZONA INTEGRITAS

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan siap menerapkan Zona Integritas menuju satuan kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) 2021.

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Produk Hasil Rancang Bangun LRMPHP

Lebih dari 30 peralatan hasil rancang bangun LRMPHP telah dihasilkan selama kurun waktu 2012-2021

Kerjasama Riset

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Kanal Pengelolaan Informasi LRMPHP

Diagram pengelolaan kanal informasi LRMPHP

Selasa, 10 Desember 2019

Chiller DIY (Do It Yourself) untuk Aquascape


Seringkali orang menyamakan antara  aquascape dan akuarium, padahal keduanya berbeda. Aquascape merupakan  seni yang mengatur tanaman, air, batu, karang, kayu dan lain sebagainya dalam kotak kaca atau acrylic yang menyerupai akuarium. Perbedaan aquascape dengan akuarium adalah fungsi ikan, yaitu sebagai unsur pelengkap pada aquascape dan sebagai unsur inti pada akuarium ikan hias, sedangkan tanaman air dan lainnya merupakan hiasan atau pelengkap saja.

Suhu air dalam aquascape memiliki peranan yang sangat penting karena berkaitan dengan difusi gas CO2. Semakin tinggi suhu air akan semakin rendah kelarutannya dan sebaliknya semakin rendah suhu air akan semakin tinggi kelarutannya. Semakin tinggi CO2 terlarut dalam air akan semakin baik untuk metabolisme tanaman air. Berkebalikan dengan ikan, semakin hangat suhu air ketahanannya akan semakin bagus, terutama terhadap penyakit tertentu. Oleh sebab itu, dalam aquascape, suhu harus dijaga agar optimal untuk tanaman air dan tidak membahayakan untuk kehidupan ikan yang melengkapinya.  Berikut adalah suhu optimal yang direkomendasikan untuk berbagai jenis aquascpae :

  • Aquascape aquarium dengan ikan kecil : 23-25°C
  • Aquascpace aquarium dengan ikan discus : 28°C
  • Aquascape murni tanpa ikan : 18-22°C
Suhu optimal tersebut sulit diperoleh terutama di kota-kota besar yang panas. Salah satu cara untuk menurunkan suhu air pada aquascape yaitu dengan mempergunakan chiller. Banyak sekali chiller aftermarket yang dijual di pasaran akan tetapi harganya cukup mahal. Untuk mensiasatinya, dapat dibuat chiller DIY (do it yourself) dengan alat yang bernama peltier. Alat ini berbentuk kotak pipih berwarna putih dan mempunyai mempunyai dua sisi yang dapat menghasilkan panas dan dingin jika dialiri arus listrik. Sisi dingin pada peltier ini dapat digunakan sebagai chiller untuk aquascape. Untuk membuatnya, bahan yang dibutuhkan adalah peltier TEC 12706, waterblock untuk peltier, pompa air DC, thermostat DC, switch power supply 12V 5-6A, selang dan heatsink fan untuk prosesor. Thermostat berfungsi untuk memutus arus ke peltier jika suhu yang dikehendaki sudah tercapai dan akan menyambungkan kembali jika suhu naik pada nilai tertentu. Pembuatan chiller DIY ini lebih hemat jika dibandingkan dengan membeli chiller aftermarket di pasaran, dan akan lebih hemat lagi jika memanfaatkan barang bekas dari dispenser bekas untuk mengambil peltiernya dan untuk switch power supply bisa memanfaatkan dari PC bekas. Diagram rangkaiannya adalah sebagai berikut :


Diagram rangkaian chiller

Penulis : IM. Al Wazzan, Peneliti LRMPHP





Senin, 09 Desember 2019

Penambahan Sargassum sp. sebagai Binder pada Pembuatan Soil Conditioner dari Limbah Padat Ekstraksi Gracilaria sp.

Saat ini rumput laut merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Menurut Dahuri yang disampaikan dalam Samudra edisi 93 Januari 2011, dari keseluruhan produksi rumput laut di dunia, jenis yang langsung dapat dikonsumsi berjumlah sekitar 65%, jenis yang dijadikan sebagai bahan hidrokoloid berjumlah sekitar 15%, dan jenis yang dijadikan sebagai bahan pupuk berjumlah sekitar 20%.
Pengolahan agar dari Gracilaria sp menghasilkan limbah padat yang selama ini belum dimanfaatkan dengan baik. Rumput laut dan limbah olahannya dikenal sebagai bahan yang mempunyai kemampuan menyerap air yang tinggi, dapat mencapai 30 kali berat keringnya, kemudian dengan mengkombinasikannya dengan bahan lain yang mampu menyimpan air serta berperan sebagai binder seperti alginat, dapat diperoleh bahan yang sangat sesuai sebagai “soil conditioner” dengan kemampuan menyerap dan menahan air yang sangat baik.
Rumput laut kaya akan sumber poiisakarida sehingga dapat mempengaruhi agregasi (kesatuan) tanah baik secara langsung maupun tidak langsung setelah dekomposisi oleh mikroorganisme tanah.

Cara pembuatan soil conditioner yaitu dengan : (1) rumput laut Sargassum sp. ditambahkan dengan konsentrasi 20-30% dari total bahan lainnya, yaitu dalam bentuk hasil rebusan dalam air (rumput laut : air = 1 : 30) kemudian diblender menjadi bubur kental, (2) campurkan semua bahan (bubur rumput laut Sargassum sp., limbah rumput laut Gracilaria sp., CaCl2) kemudian digiling dan dicetak dengan alat pencetak, (3) produk “soil conditioner” yang berbentuk pellet kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kadar airnya kurang dari 12%.

Penggunaan Sargassum sp. sebesar 20-30% sebagai binder menghasilkan kenampakan soil conditioner yang cukup baik seperti telihat pada Gambar 1.
Gambar 1, Kenampakan soil conditioner pada konsentrasi Sargassum sp. (a) 20%, (b) 30%

Penggunaan soil conditioner sebanyak 30% menunjukkan hasil yang cukup baik dalam membantu tanah mempertahankan kelembabannya dan mendukung pertumbuhan tanaman. Uji coba dalam menumbuhkan bibit caisim juga terlihat bahwa tanpa penambahan soil conditioner maka penyiraman benih harus dilakukan dua kali sehari agar kondisi tanah tetap lembab dan benih caisim dapat tumbuh. Sementara itu, dengan penambahan soil conditioner sebesar 10 – 30%, penyiraman dua hari sekali sudah cukup menyediakan kelembaban tanah bagi pertumbuhan benih caisim tersebut. Hasil uji coba terhadap tanaman tersebut disajikan pada Gambar 2.
 
Gambar 2. Benih Caisim yang ditumbuhkan pada media tanah berpasir dengan penambahan soil conditioner 10% dan 30%.
Penulis : Putri Wullandari, Peneliti LRMPHP 

Efektivitas Pemisahan Daging Ikan Lele Menggunakan Meat Bone Separator Komersial


Lele merupakan jenis ikan air tawar yang berasal dari Afrika. Jenis yang sudah dibudidayakan secara komersial di Indonesia yaitu lele dumbo (Clarias gariepinus) dan lele local (Clarias batrachus). Menurut Direktorat Produksi dan Usaha Budidaya dalam Buku Saku Budidaya Ikan Lele Sistem Bioflok Tahun 2017, budidaya lele mengalami perkembangan yang cukup pesat,  disebabkan oleh beberapa faktor yaitu budidaya lele dapat menggunakan lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar yang tinggi, teknologi budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, memiliki pangsa pasar yang jelas, modal usaha yang dibutuhkan tidak terlalu besar, dan waktu usaha yang dibutuhkan tidak terlalu lama. Masyarakat cenderung mengkonsumsi ikan lele dalam bentuk segar, dengan mengolah lele menjadi fillet, daging lumat atau surimi diharapkan dapat meningkatkan nilai tambahnya.
Daging lumat lele diperoleh dengan memisahkan daging dengan tulang dan duri ikan lele. Salah satu peralatan yang dapat digunakan dalam proses pemisahan tersebut adalah meat bone separator (alat pemisah daging).  Secara umum alat pemisah daging ikan telah diproduksi dan beredar di pasaran. Selain itu mesin pemisah daging komersial memiliki kapasitas dan energi yang berbeda pula. Dalam penelitian, alat pemisah daging komersial yang digunakan berukuran 1525 mm x 980 mm x 1192 mm, dan spesifikasi mesin 3700 Watt (Gambar 1).

Gambar 1. Alat pemisah daging komersial

Dalam proses pengujian kinerja alat pemisah daging tersebut, lele diberi perlakuan pendahuluan terlebih dahulu dengan cara dibelah dua dalam bentuk butterfly dan bentuk sayat samping. Lele yang sudah dipreparasi selanjutnya dimasukkan ke dalam alat pemisah daging dengan cara memasukkan lele mulai dari bagian ekor, sedangkan untuk lele yang dibelah, arah daging menghadap ke bagian drum berpori. Posisi saat lele dimasukkan ke alat pemisah daging disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Posisi saat lele dimasukkan ke alat pemisah daging
Hasil uji kinerja alat pemisah daging komersial menunjukkan bahwa alat lebih efektif untuk pemisahkan daging ikan dalam bentuk  butterfly dibanding disayat. Rendemen daging lumat lele dengan perlakuan belah/ butterfly lebih besar (39%) dibandingkan rendemen daging lumat lele dengan perlakuan sayat (37,83%). Hal ini disebabkan bagian permukaan daging lele dan kulit sebagai pembungkus daging lele telah terbuka, sehingga proses pemasukan daging saat penekanan oleh silinder berpori dan conveyor belt menjadi lebih mudah dibandingkan lele yang disayat.

Selain itu, waktu pengolahan daging lumat lele yang diberi perlakuan belah/ butterfly lebih cepat dibandingkan waktu pengolahan daging lumat lele yang diberi perlakuan sayat samping untuk jumlah bahan baku yang sama. Dengan demikian kapasitas pengolahan daging lumat lele yang diberi perlakuan belah/ butterfly (90,3 kg/jam) lebih besar dibandingkan kapasitas pengolahan daging lumat lele yang diberi perlakuan sayat samping (55,1 kg/jam). Hal ini disebabkan karena ukuran ketebalan ikan pada perlakuan belah lebih tipis dibandingkan perlakuan sayat, sehingga lebih mudah masuk ke dalam alat pemisah daging.

Penulis : Putri Wullandari, Peneliti LRMPHP

Minggu, 08 Desember 2019

Kunjungan Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Cirebon di LRMPHP

Kunjungan Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Cirebon di LRMPHP

LRMPHP menerima kunjungan Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislakan) Kabupaten Cirebon pada 6 Desember 2019. Kunjungan dipimpin oleh Kepala Dislakan Kab. Cirebon,   Itta Rohpitasari, M.Si dan  diterima oleh Kepala LRMPHP, Luthfi Assadad, M.Sc. Kunjungan Dislakan ini  dalam rangka kunjungan kerja untuk melihat peralatan hasil riset LRMPHP dan teknologi Alat Transportasi Ikan Segar (ALTIS-2).

Dalam sambutannya, Kepala LRMPHP mengucapkan terima kasih atas dukungan serta kerjasamanya selama pelaksanaan program Inovasi Teknologi Adaptif Lokasi Perikanan (INTAN) ALTIS-2 di Kabupaten Cirebon. Senada dengan sambutan Kepala LRMPHP, Kepala Dislakan Kab. Cirebon mengapresiasi atas dipilihnya Kab. Cirebon sebagai tempat uji terap ALTIS-2. Kepala Dislakan menyampaikan bahwa pedagang ikan keliling yang menjadi mitra uji terap sudah terbantu dan mendapatkan manfaatnya. Selain itu, Kepala Dislakan juga menyampaikan maksud kunjungannya ini selain untuk melihat peralatan hasil inovasi LRMPHP juga untuk menginisiasi kerjasama lanjutan dengan LRMPHP. Kerjasama yang sudah terjalin saat ini tentang uji terap ALTIS-2 kepada pedagang ikan keliling di Kab. Cirebon. Harapannya akan ada lagi peralatan lainnya  yang diuji terap di Kab. Cirebon.

Selain paparan dari Kepala LRMPHP, Tri Nugroho Widianto, M.Si selaku Koordinator Pelayanan Teknis sekaligus Koordinator Riset ALTIS-2 juga memaparkan hasil uji terap ALTIS-2 yang telah dilakukan di Kab. Cirebon. Disampaikan bahwa secara umum uji terap ALTIS-2 di Kabupaten Cirebon berjalan dengan baik. Pelaku uji terap lebih banyak mendapat manfaatnya, diantaranya penampilan ALTIS-2 yang bersih menjadi daya tarik pembeli, penggunaan es batu berkurang, ikan yang dijual tetap segar serta banyak mendapat tanggapan positip dari para pembeli. Salah satu tindak lanjut untuk perbaikan dan penyempurnaan ALTIS-2, perlunya pendampingan lanjutan dan kerjasama dari Dislakan Kab. Cirebon.

Kunjungan Dislakan Kab. Cirebon Dislakan  diakhiri dengan melihat peralatan hasil riset LRMPHP di ruang display peralatan, workshop dan bengkel konstruksi serta fasilitas pendukungnya. Selama kunjungan dilakukan pemaparan mengenai fungsi dan mekanisme kerja beberapa peralatan hasil rancang bangun LRMPHP diantaranya peralatan  alat uji kesegaran ikan berbasis sensor (alat UKI),  alat transportasi ikan segar roda dua (ALTIS-2), alat pengisi adonan tahu tuna (ALPINDAL), meat bone separator dan  peralatan lainnya.



Kunjungan di ruang display peralatan, workshop dan bengkel konstruksi

Jumat, 06 Desember 2019

Teknologi Pendinginan Berbasis Energi Sinar Matahari

Saat ini banyak negara termasuk Indonesia menghadapi permasalahan sistem pendinginan. Sistem pendingin konvensional dengan freon terbukti menjadi salah satu penyebab pemanasan global. Oleh karena itu perlu dikembangkan teknologi untuk memanfaatkan solar energi sebagai sumber energi dalam sistem pendingin (Solar refrigerator). Dalam sistem ini freon akan digantikan bahan lain seperti Lithium chloride, Lithium bromide maupun air. 

Pemanfaatan sinar matahari sebagai sumber energi terbagi menjadi 2 metode yaitu pertama Photovoltaic System (PVC), kedua Solar Thermal System (STh). Pada PVC energi matahari dikonversi menjadi energi listrik kemudian dimanfaatkan untuk sistem refrigerasi pada umumnya. Teknologi ini sering disebut Photovoltaic Cooling System. Sedangkan pada STh sinar secara langsung memanaskan refrigerant melalui tabung kolektor sebagai pengganti energi listrik. Teknologi ini dikenal sebagai Solar Thermal Cooling System

Photovoltaic cooling (PVC) 
Sel PVC berbahan dasar solid-state semikonduktor yang mampu mengubah sinar matahari menjadi suatu energi. PVC ini output nya berupa listrik arus DC (direct current) sehingga tidak bisa langsung digunakan untuk peralatan dengan sumber listrik AC (alternating current). Oleh karena itu komponen utama PVC adalah modul photovoltaic, battery, sirkuit inverter dan unit pendingin kompresi uap. Skema PVC ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema system photovoltaic cooling
Komponen utama PVC antara lain a) PV modul : untuk menangkap sinar matahri kemudian merubahnya menjadi listrik DC. b) Battery : digunakan untuk menyimpan tegangan DC hasil dari PV modul. Terdapat mode charging saat siang hari, dan mode discharging saat malam atau cuaca mendung. Battery juga harus dilengkapi charge regulator untuk melindungi battery dari overcharging. c) Inverter : berfungsi untuk merubah arus listrik DC menjadi AC d) Pendingin : alat pendingin kompresi uap AC.

PVC dapat dioperasikan sebagai standalone, hybrid maupun grid system. Meskipun efesiensi PVC bisa ditingkatkan dengan penggunaan inverter, namun COP sistem ini masih rendah.

Solar thermal cooling (STh)
Banyak penelitian menyebutkan bahwa STh lebih unggul dibandingkan PVC, karena STh mampu mengkonversi sinar matahari lebih banyak. Energi sinar matahari yang diterima sistem, 65% akan dirubah menjadi energi panas dan hanya 35% dirubah menjadi energi listrik. Oleh karena itu STh lebih populer sebagai thermal solar collector karena mampu mengkonversi sinar matahari menjadi panas. STh terdiri dari 4 komponen utama yaitu rangkaian solar collector, tangki penyimpan panas, unit AC thermal dan heat exchanger. Solar collector menerima energi cahaya dari matahari dan menaikan suhu, hasilnya refrigerant dalam tabung kolektor menjadi panas akibat proses perpindahan
panas. Tangki penyimpan panas digunakan untuk menyimpan refrigerant panas dari tabung kolektor. Thermal AC unit mulai bekerja setelah menerima refrigerant panas dari tabung penyimpan panas dan selanjutnya refrigerant terus bergerak dalam sistem. Heat exchanger berfungsi transfer panas antara ruang panas dan dingin. Sistem STh bisa dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Sistem solar thermal cooling
Meskipun PVC dapat menyediakan energi listrik untuk pendinginan, namun STh lebih efisien. STh telah digunakan oleh industri dan rumah tangga diseluruh dunia. Sistem ini lebih aplikatif, di daerah terpencil atau pulau dimana pendingin konvensional tidak tersedia. Sistem ini juga lebih sesuai dari pada sistem refrigerasi konvensional karena bebas dari polusi refrigerant seperti CFC.

Penulis: Arif Rahman Hakim, Peneliti LRMPHP