Pencemaran plastik di lautan semakin mengkhawatirkan. Selain meracuni organisme laut, pencemaran plastik juga mengancam manusia. Hasil penelitian terbaru menemukan kandungan plastik mikro pada garam dan ikan di Indonesia. Plastik mikro pada garam dan ikan itu ditemukan melalui penelitian dua tim terpisah, yaitu peneliti Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sulawesi Selatan, dan Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). ”Kami menemukan adanya 10-20 partikel plastik mikro per kilogram garam. Jenis plastik pada garam mirip dengan temuan di air, sedimen, dan biotanya,” kata peneliti kimia laut dan ekotoksikologi Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Reza Cordova, di Jakarta, Kamis (29/11/2018).
Menurut Reza, penelitiannya tentang plastik mikro pada garam ini dilakukan di tambak di daerah pantai utara Jawa, yaitu di Pati, Kudus, Demak, dan Rembang. ”Kami menduga, plastik mikro pada garam ini berasal dari air laut yang sudah tercemar. Selain itu, ada juga kemungkinan masuknya plastik mikro setelah pemanenan karena banyak menggunakan plastik,” katanya.
Plastik mikro (microplastics) adalah partikel plastik berdiameter kurang dari 5 milimeter (mm) atau sebesar biji wijen hingga 330 mikron (0,33 mm). Adapun plastik nano (nanoplastics) berukuran lebih kecil dari 330 mikron.
Sementara itu, penelitian tim Unhas, menurut Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas Akbar Tahir, dilakukan di tambak garam di Janeponto, Sulawesi Selatan. ”Kami mengambil contoh air, sedimen, dan garam pada tambak yang airnya bersumber dari saluran primer dari laut. Ada delapan titik yang di-sampling dengan dua kali ulangan, jadi kami kumpulkan 16 sampel air,” katanya.
Menurut Akbar, tujuh sampel garam yang diteliti positif mengandung plastik mikro dengan total kontaminasi 58,3 persen. Sementara dari 16 sampel air yang diteliti, ditemukan 31 partikel plastik mikro pada 11 sampel. Tingkat kontaminasinya secara keseluruhan 68,75 persen.
Untuk sedimen, dari 16 sampel yang diperiksa, ditemukan 41 partikel plastik mikro dengan tingkat kontaminasi 50 persen. ”Total kontaminasi ini dihitung dari jumlah sampel positif terhadap total sampel yang diteliti,” kata Akbar.
Plastik sekali pakai
Menurut Reza, sumber penDarwin, cemar pada garam ini bisa ditelusuri jejaknya dengan temuan pencemaran plastik mikro pada air laut. ”Sebagian besar sumber plastiknya kami duga berasal dari plastik sekali pakai, seperti kantong plastik. Ada juga plastik dari jaring nelayan dan pakaian,” katanya.
Menurut Reza, penelitiannya terhadap kandungan plastik mikro di air laut dilakukan di 13 lokasi dan semua tercemar dengan tingkat dari 0,25 partikel per meter kubik sampai hampir 10 partikel per meter kubik. ”Paling tinggi adalah cemaran plastik mikro di pesisir Jakarta dan Sulawesi Selatan, yaitu 7,5-10 partikel per meter kubik,” katanya.
Reza menambahkan, penelitiannya terhadap teri dan sejenisnya di 10 lokasi di Indonesia juga menemukan cemaran plastik mikro. ”Sebanyak 58-89 persen teri mengandung plastik mikro. Paling tinggi konsentrasinya kami temukan di Makassar dan Bitung,” katanya.
Sebelumnya, riset bersama Universitas Hasanuddin dan University of California, Davis, Amerika Serikat, menemukan cemaran plastik mikro di saluran pencernaan ikan dan kerang yang dijual di tempat pelelangan ikan terbesar di Makassar. Hasil riset ini dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional, Nature, September 2015.
Dalam penelitian ini ditemukan, sepertiga sampel atau 28 persen mengandung plastik mikro. Sebanyak 76 ikan dari 11 jenis ikan berbeda diteliti kandungan plastik mikronya. Mulai dari teri sampai tongkol tercemar. Dari 10 teri, 4 ekor tercemar plastik.
Akbar mengatakan, temuan tentang adanya plastik mikro pada garam dan ikan menjadi peringatan terkait keseriusan pencemaran limbah plastik di lautan. ”Harus ada tindakan sungguh-sungguh untuk mengatasi persoalan sampah plastik ini. Untuk garam, secara teknis bisa dikurangi dengan menyaring air laut yang menjadi bahan bakunya walau harganya akan mahal. Namun, bagaimana dengan ikan?” katanya.
Menurut Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji Riau Agung Dhamar Syakti, sampah plastik di laut bisa melepas senyawa kimia beracun, seperti nonylphenols. Sementara plastik mikro mudah mengikat bahan pencemar beracun, seperti pestisida dan aneka logam berat pemicu kanker, mutasi genetik, dan merusak embrio.
Sumber : https://www.pressreader.com/indonesia/kompas