PELATIHAN

LRMPHP telah banyak melakukan pelatihan mekanisasi perikanan di stakeholder diantaranya yaitu Kelompok Pengolah dan Pemasar (POKLAHSAR), Kelompok Pembudidaya Ikan, Pemerintah Daerah/Dinas Terkait, Sekolah Tinggi/ Universitas Terkait, Swasta yang memerlukan kegiatan CSR, Masyarakat umum, dan Sekolah Menengah/SMK

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Kerjasama

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Senin, 30 Desember 2019

POTENSI SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI SEBAGAI MESIN PEMBUAT ES UNTUK PERIKANAN

Penurunan mutu kesegaran ikan dapat berlangsung secara enzimatis, kimia dan baktereologi. Laju penurunan mutu ikan tersebut sangat dipengaruhi oleh suhu. Oleh karena itu penanganan dan pendinginan ikan sangat diperlukan. Salah satu media pendingin yang umum digunakan untuk penanganan dan penyimpanan ikan adalah es yang umumnya digunakan oleh para nelayan kecil untuk mempertahankan mutu ikan hasil tangkapan. Salah satu kendala yang dihadapi adalah jumlah pasokan es yang terbatas yang disebabkan karena pasokan listrik PLN untuk pembangunan pabrik es mini di daerah pesisir masih kurang sehingga suplai es diperoleh dari lokasi yang jauh. Oleh karena itu diperlukan energi alternatif yang mudah di aplikasikan di daerah pesisir yang jauh dari jaringan listrik PLN.

Salah satu energi alternatif yang potensial untuk digunakan untuk menggantikan listrik PLN adalah energi matahari atau energi surya. Pemanfaatan energi surya sebagai sumber energi untuk mensuplai daya mesin pembuat es diharapkan menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi kekurangan pasokan es di daerah-daerah yang minim pasokan listriknya. Dalam Annual Engineering Seminar (2013), Suhanan et al., menyampaikan bahwa salah satu pemanfaatan energi surya dengan memanfaatkan panasnya adalah pada sistem refrigerasi absorpsi karena mesin refrigerasi absorpsi adalah mesin refrigerasi yang bekerja dengan memanfaatkan panas/kalor. Siklus pendinginan absorpsi mirip dengan siklus pendinginan kompresi uap.  Perbedaan utama kedua siklus tersebut adalah gaya yang menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan antara tekanan penguapan dan tekanan kondensasi serta cara perpindahan uap dari wilayah bertekanan rendah ke wilayah bertekanan tinggi. Pada sistem pendingin kompresi uap digunakan kompresor, sedangkan pada sistem pendingin absorpsi digunakan absorber dan generator. Uap bertekanan rendah diserap di absorber, tekanan ditingkatkan dengan pompa dan pemberian panas di generator sehingga absorber dan generator dapat menggantikan fungsi kompresor secara mutlak.  Untuk melakukan proses kompresi tersebut, sistem pendingin kompresi uap memerlukan masukan kerja mekanik sedangkan sistem pendingin absorpsi memerlukan masukan energi panas. Sistem refrigerasi absorpsi yang umum digunakan adalah absorpsi ammonia-water dan water-lithium bromide.

Sistem water-lithium bromide banyak digunakan untuk pengkondisian udara dimana suhu evaporasi berada di atas 0 ºC. Litium Bromida (LiBr) adalah suatu kristal garam padat, yang dapat menyerap uap air. Larutan cair yang terjadi memberi tekanan uap yang merupakan fungsi suhu dan konsentrasi larutan. Sedangkan sistem amonia-water digunakan secara luas untuk mesin pendingin berskala kecil (perumahan) maupun industri, yang mana suhu evaporasi yang dibutuhkan mendekati atau di bawah 0ºC. Menurut Horuz dalam Int. Comm. Heat Mass Transfer (1998) menyatakan bahwa pemanfaatan sistem ammonia-water aplikasinya di industri untuk pendinginan pada temperatur rendah. Aplikasi sistem absorpsi ammonia-water yang sudah dilakukan yaitu oleh Energy Concepts (energy-concepts.com) melalui Isaac Solar Ice Maker Project yang telah melakukan uji coba lapang sistem absorpsi ammonia-water di lokasi remote area. Lokasi proyek tersebut yaitu di Maruata Mexico (gambar 1) yang menggunakan es hasil produksinya sebagai pendingin hasil tangkapan ikan, dan di Matano Manne Kenya (gambar 2) yang merupakan desa yang memproduksi susu sapi dan menggunakan es hasil produksi untuk mendinginkan susu sapi.

Gambar 1. Aplikasi sistem absorpsi di Maruata Mexico (sumber : Energy Concepts)

Gambar 1. Aplikasi sistem absorpsi di Matano Manne Kenya (sumber : Energy Concepts)
Pemanfaatan sistem refrigerasi absorpsi di Indonesia untuk pendinginan pada umumnya dan pembuatan es pada khususnya masih sangat sedikit. Menurut Septiadi et al., yang disampaikan dalam Jurnal Meteorologi dan Geofisika (2009) menyatakan bahwa sebetulnya potensi sumber energi surya yang berupa panas di Indonesia cukup melimpah karena wilayah yang dilalui garis khatulistiwa dan  menerima radiasi yang cenderung tegak lurus dibanding wilayah lain dimuka bumi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dan kajian yang bertujuan untuk mengetahui apakah sistem tersebut bisa di aplikasikan untuk pembuatan es di cuaca tropis Indonesia.

Penulis : Wahyu Tri Handoyo

Mencuci Rumput Laut dengan Mesin Pencuci Sistem Berkelanjutan

Salah satu potensi kelautan dan dan perikanan Indonesia yang bisa dikembangkan adalah rumput laut yang ketersediannya sangat melimpah. Permintaan terhadap rumput laut dan produk olahannya cukup banyak baik di pasar domestik maupun internasional. Tetapi di pasar internasional, rumput laut dari Indonesia masih dihargai rendah karena mutunya belum baik. Salah satu penyebab rendahnya kualitas rumput laut Indonesia karena kurangnya teknologi penanganan pasca panen. Jika teknologi pasca panen rumput laut dapat dikembangkan dan diterapkan dengan baik, maka rumput laut akan lebih bernilai ekonomis dan dapat meningkatkan nilai tambah, menambah lapangan kerja dan mengurangi impor produk jadi rumput laut dapat tercapai.

Salah satu tahapan penanganan pasca panen rumput laut adalah pencucian rumput laut. Selama ini pencucian rumput laut masih dilakukan secara konvensional dengan cara merendam rumput laut dalam air laut karena akan lebih mudah menghilangkan kerang, pasir dan kotoran lainnya. Selain itu, pencucian rumput laut juga bisa dilakukan dengan merendam rumput laut kedalam air bersih dengan beberapa kali pengadukan. Namun, proses tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga kapasitas produksinya menjadi kecil. Oleh karena itu diperlukan mesin atau peralatan yang dapat mempermudah pencucian rumput laut.

Pada tahun 2015 LRMPHP telah melakukan desain dan rancang bangun mesin pencuci rumput laut sistem berkelanjutan. Mesin tersebut dirancang untuk pencucian dengan sistem berkelanjutan, yaitu alat dapat digunakan secara terus menerus tanpa ada proses muat dan bongkar bahan yang dicuci. Sistem kerja mesin dibuat sesederhana mungkin agar mudah dioperasikan oleh operator di unit pengolahan yang pada umumnya memiliki keahlian yang terbatas. Mesin pencuci rumput laut ini menggunakan motor penggerak berupa motor listrik 3 phase 0,75 HP 1400 rpm yang dilengkapi dengan reducer 1:38. Untuk mensuplai air pada proses pencucian digunakan pompa air dengan debit (Q) : 10-24 l/min, 2800 rpm. Untuk spesifikasi teknis mesin pencuci ditunjukkan pada tabel 1, sedangkan hasil rancang bangun disajikan pada gambar 1.

Gambar 1. Mesin pencuci rumput laut sistem berkelanjutan
Tabel 1. Spesifikasi teknis alat pencuci rumput laut

No.
Nama
Spesifikasi
1.
2.
3.
4.
5.
Sistem Mesin       
Spesifikasi Motor
Spesifikasi Reducer
Spesifikasi Pompa
Dimensi Total:
-  Panjang (mm)
-  Lebar (mm)
-  Tinggi (mm)
Berkelanjutan
3 phase, 380 V/50 Hz, 0,75 HP, 1400 rpm
1:38
220V/50Hz; Q : 10-24 l/min; n : 2800 rpm

1500
1200
1090

Pada uji kinerja terhadap pencucian rumput laut E. Cottonii dan Sargassum sp., secara umum mesin pencuci rumput laut sistem berkelanjutan tersebut dapat bekerja dengan baik sehingga dapat mempermudah pencucian rumput laut serta menghasilkan rumput laut yang memenuhi standar SNI 2690 : 2015.

Penulis : Wahyu Tri Handoyo

Sabtu, 28 Desember 2019

KEPUTUSAN EKSPOR BENIH LOBSTER BELUM FINAL

Sehubungan dengan simpang siurnya informasi terkait polemik isu ekspor benih lobster pasca kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, ke Nusa Tenggara Barat (NTB), berikut saya coba jelaskan duduk perkaranya:

1. Pada hari Kamis 26 Desember 2019, Menteri Edhy menyambangi Provinsi NTB. Salah satu tujuannya, untuk mendengarkan keluhan dan permasalahan dari para nelayan terkait kontroversi benih lobster. Gubernur Zulkieflimansyah turut mendampingi dari awal sampai akhir.

2. Kunjungan dilakukan dengan menyambangi tiga tempat. Pertama di Telong Elong (Kabupaten Lombok Timur), dilanjutkan ke Teluk Ekas (Kabupaten Lombok Timur), dan terakhir di Pelabuhan Perikanan Awang (Kabupaten Lombok Tengah).

3. Di Telong Elong, kebanyakan masyarakat ingin agar pemerintah membolehkan masyarakat melakukan pembesaran lobster. Dengan harapan, masyarakat bisa mendapatkan penghasilan, tanpa harus melakukan ekspor benih lobster. Sementara di Pelabuhan Awang, para nelayan menuntut agar Permen 56 tahun 2016 dicabut. Mereka juga berharap keran ekspor benih lobster dibuka kembali. Pasalnya, sudah turun temurun menjadi mata pencaharian mereka.

4. Hingga saat ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), belum memutuskan apakah ekspor benih lobster akan dibuka atau tidak. Saat ini, KKP masih terus melakukan kajian mendalam, tentunya dengan melibatkan para ahli dan pakar. Selain itu, KKP juga ingin terus mendengarkan masukan langsung dari masyarakat, khususnya para nelayan. Karena itulah Menteri Edhy melakukan kunjungan ke NTB dan menjumpai para nelayan.

5. Pernyataan Menteri Edhy tentang, "Ekspor benih lobster tinggal cerita" yang sempat beredar di salah satu media online, adalah penggalan dialog Menteri Edhy dengan masyarakat di Telong Elong. Pernyataan Menteri Edhy tersebut bukan kesimpulan dari rangkaian kunjungan, bukan pula sebuah keputusan.

6. Menteri Edhy tidak ingin terburu-buru soal polemik benih lobster. Menteri Edhy masih ingin mengkaji lebih dalam, mengingat persoalan ini menyangkut dengan masa depan nelayan, serta hajat hidup rakyat banyak.

7. Menteri Edhy akan terus meluangkan waktu untuk menjalin komunikasi, menjaring aspirasi dan mencari solusi terkait sederet persoalan yang dialami para nelayan. Hal ini sesuai dengan arahan langsung dari Presiden Joko Widodo kepada Menteri Edhy.

8. Pernyataan ini saya buat bukan dalam konteks setuju atau tidak setuju ekspor benih lobster, melainkan hanya mengungkap fakta-fakta di lapangan agar tidak terjadi distorsi informasi. Mari kita semua bersabar dan terus mengawal persoalan ini.

Demikian pernyataan ini dibuat, dengan harapan masyarakat mendapat informasi secara utuh dan lengkap.

Terima kasih.

Tb Ardi Januar
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan

Jumat, 27 Desember 2019

PENGGUNAAN AIR TAWAR DAN AIR GARAM UNTUK PENYIMPANAN DINGIN IKAN DI KAPAL


Salah satu perbaikan untuk menjaga mutu ikan atas kapal adalah sistem chilling storage menggunakan media pendinginan air atau air laut pada palkah dengan suhu sekitar 0°C, banyak lebih dikenal dengan refrigerated sea water (RSW). Beberapa rancangan sistem pendingin untuk aplikasi penyimpanan ikan di atas kapal kecil (10-15 GT) diantaranya dilaporkan oleh Widianto tahun 2016 yang dimuat dalam Prosiding Seminar Nasional Hasil Litbang Produk dan BIoteknologi Kelautan dan Perikanan 2016. Rancangan tersebut menjelaskan bahwa secara teknis aplikasi sistem pendingin dapat diterapkan pada kapal kecil sebagai alternatif penganti es batu. Rancangan berupa rancangan termal mini chilling storage dengan sistem RSW menggunakan sistem kompresi uap. Sistem kompresi uap yang merupakan siklus aliran refrigeran terdiri dari komponen utama evaporator, kompresor, kondensor, dan katup ekspansi. Evaporator berfungsi untuk menyerap panas air laut sehingga menjadi dingin, terjadi penyerapan panas oleh refrigeran . Media pendingin yang digunakan pada palkah penyimpanan ikan hasil tangkapan adalah air dan air laut disesuaikan dengan jenis ikan tangkapan.

Serangkaian pengujian chilling storage telah dilakukan di Loka Riset Mekanisai Pengolahan Hasil Perikanan dengan menggunakan air tawar dan air laut di dalam palka. Bahan dan peralatan yang digunakan adalah  air tawar dan air garam 3,5% sejumlah masing-masing sekitar 930 kg dan rangkaian simulasi sistem cooling unit  yang telah dibuat oleh Widianto tahun 2016. Rangkaian peralatan uji ditunjukkan pada Gambar 1. Di dalam palkah yang memiliki volume 2,05 m3 didinginkan air sekitar 930 kg dan udara.


Gambar 1. Palka dan hasil simulasicooling unit  karya Widianto et al (2016)

Hasil pengujian menunjukkan bahwa suhu air palkah mencapai 0 sampai -1 0C selama 13,5 jam pada air tawar dan 9,5 jam pada air garam dengan kecepatan penurunan suhu masing-masing adalah 1,52oC/jam dan 3,0 oC/jam.


Gambar 2. Grafik penurunan suhu air selama pengujian

Perbedaan tersebut disebabkan antara lain oleh beban pendinginan air tawar dan air garam yang berbeda. Beban pendinginan/kecepatan pembuangan panas pada media air tawar dan air garam masing-masing adalah 2,14 kW dan 3,47 kW seperti pada Tabel 1. Beban udara di dalam palkah sangat kecil sehingga dapat dianggap tidak ada.

 Tabel 1. Kecepatan pembuangan panas media



Tampak dari tabel bahwa panas sensibel air media berbeda paling jauh. Faktor utama perbedaan kecepatan pembuangan panas adalah nilai panas spesifik (Cp) dan laju perpindahan panas. Cp air tawar adalah 4,2 kJ/kg.K, lebih tinggi bila dibandingkan air garam 3,5% sebesar 4,0 kJ/kg.K. Energi yang dibutuhkan untuk mendinginkan air tawar dari suhu ruang sampai suhu sekitar 0 ºC menjadi lebih besar sehingga membutuhkan waktu pendinginan yang lebih lama.Energi yang dibutuhkan untuk pendinginan air tawar dan air garam dengan massa 930 kg masing-masing adalah 3.906 kJ/°C dan 3.720 kJ/°C. Faktor penyebab lain adalah perbedaan laju perpindahan panas antara air tawar dan air garam dengan pendinginan yang dilakukan oleh pipa-pipa evaporator. Sifat-sifat propertis air tawar memberikan nilai perpindahan panas yang lebih rendah, sehingga  pendinginan lebih lambat bila dibandingkan dengan air garam.


Penulis : Ahmat Fauzi. Peneliti LRMPHP


Kamis, 26 Desember 2019

RANCANGANTERMAL EVAPORATOR TIPE SHELL AND TUBE UNTUK APLIKASI RSW



Metode pendinginan refrigerated seawater (RSW) adalah salah satu metode untuk mengurangi kemunduran mutu ikan selama transportasi dan penanganan ikan di atas kapal.Sistem RSW memiliki beberapa kelebihan seperti kerusakan fisik ikan yang relatif kecil serta suhu yang lebih stabil dan merata. Komponen RSWmeliputirefrigeran/freon, kompresor, kondensor, katupekspansi, evaporatordan sirkulasi airdinginRSWpada palka. Komponenyang berfungsi untuk pendinginan air RSW adalah evaporator. Perancangan evaporator yang tepat di kapal diperlukan sehingga efisien serta mudah dalam pemasangan dan penggunaan/perawatan. Evaporator merupakan komponen penting mesin pendingin yang berfungsi untuk mendinginkan beban pendinginan dan terjadi evaporasi refrigeran. Pada perencanaan evaporator ini digunakan evaporator untuk pendinginan air laut yang kemudian digunakan untuk mendinginkan beban pendinginan. Proses evaporasi refrigeran terjadi di dalam evaporator dengan adanya penyerapan kalor dari pendinginan air laut. Refrigeran yang berfase cair mengalami evaporasi dan berubah menjadi fase gas pada kondisi temperatur konstan, tetapi terjadi pula proses superheating.

Dalam pemilihan jenis evaporator, faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan evaporator adalah laju perpindahan panas permukaan evaporator, metode penyuplaian refrigeran cair ke evaporator, kebocoran refrigeran, ukuran dan berat yang disesuaikan dengan ruang/ukuran mesin,efek pengotoran dan korosi pipa evaporator,biaya dan keamanandan perawatan evaporator.Rancangan evaporator untuk aplikasi RSW yang sudah ada yaitu evaporator tipe bare tube dan  tipe shell&tube.Evaporator tipebare tubeadalah evaporator berbentukpipa polosyang dipasang pada sekelilingdinding palka. Tipebanyak digunakan karena mudah dalam pemasangan,dapat mendinginkan air dan udara dalam palka namun pipa mendapatkan tekanan dari beban ikan ikan sehingga ada potensi bocor.Tipeshell and tubeberupatabung(shell) yang di dalamnya adapipa,airRSW di dalam shelldidinginkan oleh freon di dalam pipa.Komponen evaporator shell and tube terdiri dari komponen utama pipa di dalam, shell, tube sheet/penempat pipa, baffle/sekat, partisi aliran pipa, sisi masuk dan sisi keluar fluida, head/penutup depan dan belakang, serta support/komponen pendukung. Evaporator tipe shell and tubedigunakan dengan pertimbangan sebagai berikut :

a.   Luas permukaan yang dibutuhkan kecil.
b.   Penempatan evaporator horizontal terhadap kapal.
c.   Koefisien perpindahan panasnya besar.
d.   Dilihat dari konstruksinya lebih sederhana, sehingga perawatan cukup mudah dan murah, dapat juga dilakukan secara kimiawi.

Salah satu perancangan termal evaporatorshell and tubeantara lain disampaikan olehFauzi tahun 2017yang dimuat dalamProsidingSemnaskan UGM Tahun 2017, terdiri dari beberapa tahapan yaitu menentukan konsep desain RSW, menentukan/menghitung beban pendinginan, melakukan analisis siklus pendinginan, dan melakukan perancangan termal evaporator. Beban awal pendinginan RSW pada kapal 10-15 GT dengan kapasitas ikan sampai 1,3 ton adalah sebesar 4,07 kW berdasarkan penelitian Widianto et al (2016) ditambahdenganbeban sirkulasi pompa air laut. Fluida yang didinginkan adalah air laut (salinitas 3,5%). Perancangan termal evaporator menggunakan metode Kern. Rancangan  konsep sistem RSW dengan siklus refrigerasi kompresi uap sepeti  pada Gambar 1.
 
Gambar 1. Skema konsep aplikasi RSW

Sistem kompresi uap mendinginkan air laut yang ditargetkan sampai suhu -1 ºC, selanjutnya air laut dingin disirkulasikan untuk mendinginkan ikan di dalam palkah. Sistem kompresi uap yang merupakan siklus aliran refrigeran terdiri dari komponen utama evaporator, kompresor, kondensor, dan katup ekspansi (Arora, 2006). Evaporator berfungsi untuk menyerap panas air laut sehingga menjadi dingin, terjadi penyerapan panas oleh refrigeran . Kompresor untuk menaikkan tekanan refrigeran pada tekanan yang ditentukan. Kondensor untuk membuang panas sampai suhu yang ditentukan. Sedangkan katup ekspansi berfungsi untuk menurunkan tekanan. Dengan turunnya tekanan, maka suhu refrigeran juga turun sesuai yang ditargetkan. Refrigeran (fluida pendingin) yang dinilai cocok untuk aplikasi sistem refrigerasi diatas kapal adalah refrigeran - 22(R-22). R-22 paling tepat digunakan karena memiliki titik uap yang rendah -40,8 0C, kalor laten lebih tinggi, murah dan mudah didapat, tidak beracun, mudah terdeteksi jika mengalami kebocoran, aman digunakan serta tidak mudah terbakar.

Hasil rancangan evaporator yang dihasilkan berupa shell&tube 4 pass dengan luas permukaan perpindahan panas 1,015 m2, diameter shell 150 mm dengan panjang 850 mm, serta pipa diameter 15,875 mm sejumlah 24 buah berbahan tembagadigambarkanseperti pada Gambar 2 dan 3.  Rancangan ini kompak dan fleksibel seingga dapat dipasang dengan baik pada kapal 10-15 GT. Selain itu pembersihan bagian dalam pipa dan shell juga mudah. Pemasangan evaporator yang dapat diposisikan horizontal juga lebih stabil di atas kapal. Rancangan evaporator shell and tube ini dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat dipakai sebagai aplikasi RSW di atas kapal 10-15 GT. Bila dibandingkan dengan rancangan yang sudah ada yaitu jenis bare tube/pipa polos yang dipasang melingkari palka maka jenis shell and tube memiliki beberapa kelebihan antara lain lebih kompak, potensi kerusakan/kebocoran pipa lebih kecil karena tidak terkena beban ikan, ruangan palka lebih besar dan perawatan lebih mudah.


 Penulis : Ahmat Fauzi, Peneliti LRMPHP




Rabu, 25 Desember 2019

SIKLUS REFRIGERASI UNTUK PENYIMPAN IKAN DI KAPAL



Salah satu alternatif upaya peningkatan penanganan ikan di kapal adalah penerapan sistem refrigerasi di atas kapal untuk meningkatkan kemampuan simpan ikan hasil tangkapan nelayan yang telah banyak diaplikasikan pada kapal penangkap ikan di Indonesia. Sistem pendinginan refrigerasi yang banyak digunakan saat ini adalah sistem pendinginan kompresi uap dan absorpsi uap.Teknologi refrigerasi tersebut digunakan antara lain untuk penanganan ikan di kapal dengan sistem refrigerated sea water (RSW) pada pendinginan dengan suhu sekitar 0 ºC.

Sistem refrigerasi kompresi uap pertama kali diperkenalkan oleh Oliver Evans dan dipatenkan pertama kali oleh Jacob Perkin tahun 1835 dengan paten mesin pendingin siklus kompresi uap pertama. Selanjutnya sistem refrigerasi absorpsi pertama kali dikembangkan oleh Ferdinand Carre di Perancis, kemudian dipatenkan di Amerika Serikat pada tahun 1860. Pada permulaan abad ke-20, sistem pendinginan absorpsi berkembang pesat dan secara luas digunakan. Tetapi setelah tahun 1915, dimana motor listrik mulai dikembangkan, sistem kompresi amonia secara aktif diperkenalkan dan diterima secara luas. Pengembangan kemudian terkonsentasi pada sistem kompresi uap dan sistem absorpsi uap secara praktis dilupakan, sampai akhir 1930-an. Pada sistem kompresi uap, absorber, pompa, dan generator yamg terdapat pada sistem refrigerasi absorpsi uap diganti dengan kompresor pada sistem kompresi uap.

Pada sistem pendinginan kompresi uap menggunakan kompresor untuk menaikkan tekanan refrigeran, sedangkan pada sistem pendinginan absorpsi, penggunaan sumber energi murah sebagai suplai energi pada generator dapat dimungkinkan. Beberapa contoh dari sumber energi murah yang dimaksudkan disini antara lain energi matahari, energi panas bumi, maupun energi buangan seperti uap sisa dalam sistem pembangkit turbin yang masih mempunyai suhu tinggi sehingga masih dapat dimanfaatkan sebelum dibuang. Perbedaan utama dari sistem kompresi uap dengansistem pendinginan absorpsi terletak pada cara menaikkan tekanan refrigeran. Pada siklus pendinginan absorpsi, refrigeran dinaikkan tekanannya pada saat masih berupa fase cair, sedangkan pada siklus kompresi uap, refrigeran dinaikkan tekanannya saat berupa fase uap. Prinsip menaikkan tekanan refrigeran tanpa mengubah volumenya (refrigeran cair termasuk fluida yang tak mampu mampat) membuat sistem pendinginan absorpsi sangat cocok digunakan sebagai pendingin bertenaga matahari, sumber kalor pembakaran bahan bakar, atau pemakaian uap sisa. Hal ini akan mengurangi kebutuhan energi dibandingkan bila menggunakan kompresor.

Pada siklus refrigerasi kompresi uap, siklus yang terjadi adalah siklus kompresi uap. Ada empat komponen utama dari siklus ini, yaitu kompresor, kondenser, evaporator, dan katup ekspansi. Gambar skema dan diagram tekanan-entalpi (P-h) dari siklus kompresi uap terdapat pada Gambar 1.


Gambar 1. Skema dan diagram P-h siklus refrigerasi kompresi uap

Kompresor berfungsi untuk mengkompresi refrigeran dari evaporator (titik 1) sehingga tekanannya naik (titik 2). Selanjutnya di kondenser terjadi kondensasi refrigeran, refrigeran berubah fase menjadi cair (dari titik 2 ke titik 3), pendinginan dapat dilakukan dengan air, udara, atau keduanya. Selanjutnya refrigeran diekspansikan di katup ekspansi sehingga tekanannya turun begitu pula temperaturnya(dari titik 3 ke titik 4). Setelah itu refrigeran memasuki evaporator untuk pendinginan beban sehingga refrigeran mengalami evaporasi menjadi fase uap (dari titik 4 ke titik 1). Kemudian dikompresi lagi, demikian siklus berlanjut.

Berbeda dengan sistem kompresi uap, sistem absobsi tidak menggunakan kompresor, fungsi kompresor digantikan oleh generator, absorber, dan pompa. Ada dua tipe sistem refrigerasi absorpsi, yaitu sistem aqua-amonia, dengan amonia sebagai refrigeran dan air sebagai absorben, dan sistem lithium bromida-air dengan air sebagai refrigeran dan lithium bromida sebagai absorben. Sistem lithium bromida-air hanya digunakan pada sistem AC karena temperatur beku refrigeran (air) hanya 0 0C, sedangkan sistem aqua-amonia dapat digunakan baik untuk sistem AC maupun sistem refrigerasi, karena temperatur beku sistem aqua-amonia dapat mencapai 33 0C atau lebih rendah.Secara sederhana siklus refrigerasi absorpsi uap digambarkan pada Gambar 2.
                                            


Gambar 2. Skema siklus refrigerasi absorpsi sederhana

Perbandingan kebutuhan dan spesifikasi sistem refigerasi kompresi uap dan absorpsi baik sistem aqua-amonia maupun lithium bromida secara umum adalah pada energi listrik yang dibutuhkan, refrigeran yang digunakan, temperatur kerja, energi termal/panas luar yang dibutuhkan, investasi dan operasi/pemeliharaan. Energi listrik yang dibutuhkan pada siklus absorpsi sekitar 5-10% dari siklus kompresi uap. Refrigeran yang digunakan pada kompresi uap bervariasi, pada absorpsi air-amonia berupa amonia dengan air sebagai absorbent, ramah lingkungan dan murah, sedangkan pada absoprsi Lithium-Bromida berupa lithium bromida sebagai absorben yang mahal. Temperatur kerja pada siklus kompresi uap bergantung pada refrigeran, pada absorpsi air-amonia -33 oC atau lebih rendah serta lithium bromida hanya sampai +7 oC. Siklus absorpsi membutuhkan panas dari luar yang biasanya berupa uap tekanan rendah, air panas dan sejenisnya, sedangkan siklus kompresi uap tidak dibutuhkan. Investasi untuk siklus kompresi uap rendah sedangkan absorpsi uap tinggi, siklus air-amonia cocok untuk di atas 100 TR. Secara operasi/pemeliharaan siklus kompresi uap mudah hanya sering mengganti bagian yang aus karena bergerak. Pada absoprsi air-amonia juga mudah, bila ada kebocoran refrigeran mudah dicium. Sedangkan pada siklus lithium bromida operasi dan pemeliharaan lebih sulit, sulit juga mendeteksi kebocoran refrigeran.

Berdasarkan perbandingan sistem kompresi uap, absorpsi uap aqua-amonia, dan absorpsi lithium bromida maka sistem refrigerasi kompresi uap lebih tepat jika digunakan pada kapal ikan terutama kapal kecil 5-30 GT karena teknologi yang sederhana, tidak membutuhkan energi panas tambahan, investasi tidak besar dan tidak memerlukan ruang yang besar. Walaupun terdapat kelemahan yaitu memerlukan energi listrik yang relatif tinggi, namun secara teknis sistem kompresi uap lebih bisa diterapkan apalagi untuk kapal yang berukuran relatif kecil.



Penulis : Ahmat Fauzi, Peneliti LRMPHP

Selasa, 24 Desember 2019

PENYIMPANAN RUMPUT LAUT DI SALAH SATU UKM KABUPATEN GUNUNG KIDUL

Rumput laut merupakan salah satu komoditas yang banyak dikonsumsi maupun diperjualbelikan di Indonesia termasuk di Kabupaten Gunung Kidul. UKM pengolah maupun pengepul rumput laut akan melakukan penyimpanan rumput laut sebelum diolah atau dipasarkan. Penyimpanan rumput laut dapat berlangsung selama beberapa hari sampai bertahun-tahun. Identifikasi, dan karakterisasi gudang penyimpanan rumput laut dilakukan di salah satu pelaku usaha pengolahan dan distribusi rumput laut yaitu di UD. Rumput Laut Mandiri, Gunung Kidul.

Selama tahun 2019 ini, jenis rumput laut yang disimpan di gudang penyimpanan UD. Rumput Laut Mandiri yaitu : Ulva, agar merah, Pitata, Sargassum sp., Gelidina, Gelidium, Gracilaria, dan Eucheuma spinosum. Sedangkan Eucheuma cottonii belum tersedia karena belum mendapat kiriman dari Makassar.
Jenis rumput laut yang disimpan UD. Rumput Laut Mandiri
Rumput laut yang disimpan ada 2 macam menurut kondisi pengolahannya yaitu rumput laut kering asin dan kering tawar. Pada rumput laut kering asin masih terdapat kandungan garam dalam jumlah banyak, sedangkan pada rumput laut kering tawar, sudah mengalami proses pencucian dan harus dikeringkan dahulu sebelum disimpan.

Para-para penjemuran rumput laut
Sebelum disimpan, rumput laut dikeringkan dengan diletakkan pada para – para yang terpapar sinar matahari. Proses pengeringan dengan sinar matahari ini berlangsung selama dua hari. Pengecekan kadar air dengan cara memegang fisik rumput lautnya. Setelah dirasa cukup, rumput laut kemudian dimasukkan ke dalam karung dan disimpan pada gudang penyimpanan.

Penyimpanan rumput laut di gudang dalam wadah karung dengan cara ditumpuk sampai ketinggian tertentu, di bagian bawahnya ada yang diberi alas palet dan ada yang tidak. Kapasitas maksimal gudang penyimpanan yaitu 20 ton, namun saat ini kapasitas gudang penyimpanan yang digunakan hanya 3 ton. Penyimpanan rumput laut kering asin bisa bertahan selama 3 – 5 tahun, dengan susut bobot  18% selama 4 tahun. 

Kondisi gudang penyimpanan
Perlakuan pasca panen hendaknya perlu menjadi perhatian yang serius dari semua pelaku usaha rumput laut. Pembudidaya harus mulai sadar akan pentingnya jaminan kualitas hasil produksi yang baik, dengan begitu akan terbangun hubungan timbal balik secara positif antara pembudidaya dengan pihak industri pengolah. Jika standar kualitas rumput laut yang dihasilkan baik, maka akan berpengaruh terhadap keberlangsungan usaha industri pengolah, kondisi ini tentunya secara langsung akan menjamin kontinuitas penyerapan produksi dari pembudidaya sehingga kegiatan usaha budidaya akan berjalan secara berkelanjutan (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, KKP). 

Secara umum rumput laut kering dengan kandungan kadar air 20-30% mampu bertahan 2-3 tahun, bergantung pada cara penyimpanan.  Tempat penyimpanan yang baik adalah tidak lembab, kering dan memiliki sirkulasi udara yang baik. Pada bagian dasar (di atas lantai) diberi alas dari papan penyangga untuk menghindari kelembaban. Penyimpanan yang tidak baik bisa menyebabkan kadar air rumput laut meningkat hingga 50-55%. Pada kondisi demikian, rumput laut bisa membusuk dan tidak mampu disimpan lama. Rumput laut yang mengalami peningkatan kadar air sebaiknya dilakukan penjemuran ulang dan dipadatkan kembali, kemudian disimpan pada tempat yang memenuhi syarat penyimpanan.

Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,KKP, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses penyimpanan, antara lain :
1) Tempat/gudang penyimpanan harus mempunyai sirkulasi udara yang baik, tetapi hindari lubang         yang besar, gudang mudah dirawat dan dibersihkan dan jangan menimbulkan kotoran/benda                asing yang dapat mengkontaminasi produk
2) Produk harus disimpan dan ditata secara rapi (di atas palet kayu) dan diberi label (kode lot)
3) Barang yang masuk dan keluar gudang harus tercatat dengan baik (jumlah dan kode lot-nya)
4) Pengeluaran barang dari gudang harus mengikuti system FIFO (first in first out), yaitu barang              yang masuk pertama kali harus keluar terlebih dahulu. Sedangkan barang yang masuk terakhir             harus keluar belakangan.
5) Ketinggian susunan rumput laut yang telah dikemas maksimal 5 susun sedangkan jarak antar              palet/papan (alas) 20 cm. 



Penulis: Ahmat Fauzi, Peneliti LRMPHP

Senin, 23 Desember 2019

TEKNOLOGI CONTROLLED ATMOSPHERE STORAGE (CAS) SEBAGAI ALTERNATIF PENYIMPANAN RUMPUT LAUT

Produk-produk pertanian dan kelautan mengalami penurunan harga yang signifikan ketika musim panen tiba, termasuk juga komoditas rumput laut. Penurunan harga tersebut sangat merugikan petani. Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga harga produk, antara lain dengan penyimpanan agar kualitas tetap terjaga. Penyimpanan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kualitas serta kuantitas serta mencegah kerusakan fisik. Prinsip kerja dalam proses penyimpanan adalah treatment saat penyimpanan untuk menjaga mutu dan warna (parameter fisik) dari produk yang disimpan. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan pada material/bahan yang disimpan diantaranya parameter suhu, kelembaban/relative humidity (RH), kualitas mutu (kadar proksimat), parameter fisik (warna) dan aerasi yang bertujuan untuk mencegah timbulnya jamur. Dalam penyimpanan produk jika suhu tinggi, lama penyimpanan produk berlangsung dalam waktu pendek. Sedangkan pada saat suhu rendah, lama penyimpanan produk cenderung berlangsung lama.

Dalam upaya penanganan produk pasca panen, proses penyimpanan yang tepat sangat diperlukan. Proses penyimpanan tergantung dengan bahan yang akan disimpan (internal) dan kondisil ingkungan (eksternal). Beberapa diantaranya produk bermasalah karena proses penyimpanan yang kurang baik, misalnya produk disimpan didalam karung, dimana tempat tersebut tidak memiliki sistem aerasi yang baik. Sebagai contoh dalam penyimpanan produk bentuk gabah mengalami respirasi/pernafasan, oksidasi pada keadaan aerobik, terjadi fermentasi pada kondisi anaerobik dan menjadi kecambah pada kondisi lembab. Sehingga dalam penyimpanan diperlukan adanya tempat penyimpanan yang dilengkapi dengan sistem aerasi. Perlakuan penyimpanan produk kering dengan produk basah berbeda yaitu untuk penyimpanan produk kering diperlukan pengaturan suhu rendah dengan kelembaban rendah (sistem aerasi). Sedangkan untuk ruang penyimpanan misalkan sayur kelembaban tinggi dan suhu rendah, dengan sistem refigerasi menggunakan chiller (pendingin).

Dengan penyimpanan yang baik maka produk seperti rumput laut dapat dijaga kualitasnya sampai beberapa bulan sehingga dapat dijual ketika harga normal kembali.  Salah satu teknologi penyimpanan produk pertanian yaitu dengan Teknologi CAS (Controlled Atmosphere Storage). Teknologi CAS saat ini digunakan untuk menyimpan komoditas pertanian. CAS adalah alat penyimpan komoditi paling mutakhir saat ini dengan memadukan teknologi pendinginan, pengontrol kelembaban udara RH, oksigen O2, karbondioksida CO2,  nitrogen N2, dan Ethylene. Bila dibandingkan dengan metode penyimpanan lain seperti Cold Storage, CAS lebih unggul karena dapat mengontrol suhu, RH, O2, CO2, N2 dan ethylene, sedangkan cold storage hanya dapat mengatur suhu saja. Teknologi CAS membutuhkan modal yang besar sehingga akan cocok untuk penyimpanan kapasitas tinggi.

Peralatan teknologi CAS terdiri dari:
Storage Room adalah rangkaian panel insulasi setebal 10 cm dilengkapi pintu dan jendela intai,
Refrigerator adalah sebagai pengendali temperatur storage room,
Humidifier adalah pengendali kelembaban storage room dengan sistem ultrasonic,
O2 dan CO2 Absorber adalah pengendali agar tetap hidup tetapi tidak tumbuh,
Ethylene Controller adalah mengatur produk agar tidak busuk.
Adapun keunggulan Teknologi CAS antara lain:
Penyimpanan produk dapat lebih lama yaitu 3-6 bulan.
Faktror hilang susut bobot sangat minimal (<10 %)
Kualitas dan kesegaran produk lebih terjaga
Hasil produk di konsumen lebih stabil
Jangkauan distribusi lebih luas
Peningkatan kesejahteraan petani

Salah satu teknologi CAS yang sudah ada yaitu teknologi CAS di PT. Pura Group Indonesia, Kudus Jawa tengah. Pura Group berdiri sejak tahun 1908, sejak tahun 1999 memproduksi mesin-mesin pertanian dan mesin es serpih beserta kelengkapannya.Bahan yang disimpan pada storage dengan teknologi CAS untuk komoditas pertanian biasanya disimpan dalam wadah karung. Berat rata-rata setiap karung 30 kg. Biaya penyimpanan saat ini dalam waktu satu bulan maksimal Rp. 1000,-/kg. Biaya akan menjadi lebih hemat apabila penyimpanan dalam jumlah yang banyak dalam satu storage. 

Dengan melihat keunggulan-keunggulan di atas, maka teknologi CAS ini dapat dijadikan alternatif penyimpanan produk-produk rumput laut karena karakteristik kebutuhan parameter penyimpanan rumput laut hampir sama dengan produk pertanian seperti suhu, kelembaban dan lain-lain. Untuk penyimpanan rumput laut dapat dilakukan dengan memodifikasi beberapa parameter sesuai dengan karakteristik rumput laut.Parameter yang dikontrol antara lain kadar air yang berpengaruh pada susut bobot, mutu dan warna/tekstur, jamur dan serangga.  Dengan pengontrolan sistem CAS, parameter-parameter tersebut dapat dijaga dengan baik.

Teknologi CAS di PT. Pura Grup


Penulis : Ahmat Fauzi, Peneliti LRMPHP

Jumat, 20 Desember 2019

Perubahan Citra Mata Ikan Tuna Selama Penyimpanan Suhu Ruang

Ikan menunjukkan beberapa perubahan fisik yang jelas selama proses penurunan kesegaran seperti warna, tekstur, bau, kulit, sisik, mata, insang dan perut. Perubahan tersebut dapat digunakan untuk menentukan kesegaran ikan secara tunggal. Warna adalah salah satu atribut kualitas ikan yang paling penting karena hubungannya dengan kesegaran produk dan memiliki efek langsung pada persepsi konsumen. Warna mata ikan berubah dari bersih dan cerah menjadi berlumpur dan menguning setelah ikan menjadi busuk ketika disimpan secara alami. Hal ini menunjukkan bahwa warna mata ikan dapat digunakan sebagai parameter dalam menentukan kesegaran ikan.

Analisis citra merupakan alat yang digunakan untuk mengevaluasi data berupa gambar dan menganalisis perubahan warnanya menggunakan perangkat lunak sehingga dapat digunakan untuk menentukan kesegaran ikan. Analisis citra terdiri dari tiga langkah utama yaitu pengolahan level dasar (akuisisi citra dan proses awal), pengolahan level menengah (segmentasi dan pengukuran objek), dan pengolahan citra lanjutan. Dengan menerapkan analisa citra di bidang pengolahan hasil perikanan maka akan mendapatkan sebuah metode pemeriksaan kualitas ikan yang tidak merusak ikan dan tidak berbahaya bagi penguji dengan waktu yang relatif cepat.

Pengolahan citra mata ikan menggunakan software matlab R.2017a. Tahapan pengolahan citra meliputi pengambilan citra mata ikan, segmentasi ROI (region of interest), konversi citra RGB menjadi grayscale, dan ekstraksi fitur. Ekstraksi fitur yang digunakan yaitu gray-level co-occurrence matrix (GLCM). Pengujian dilakukan selama 20 jam dengan pengambilan citra mata setiap 2 jam pada suhu ruang. Hasil penelitian menunjukkan nilai parameter energy (0,964) dan homogenity (0,902) memiliki hubungan korelasi terhadap lama waktu pengujian sedangkan nilai parameter contrast (-0,554) dan correlation (-0,395) tidak memiliki hubungan korelasi terhadap lama waktu pengujian. Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa parameter citra mata ikan yang meliputi energy dan homogenity memiliki hubungan yang signifikan dengan waktu penyimpanan ikan tuna pada suhu ruang sehingga dapat digunakan untuk menentukan kualitas ikan.


Hasil pengolahan citra mata ikan tuna
Penulis : Twi Novianto, Peneliti LRMPHP

Pengaplikasi Deret Sensor Untuk Pendeteksian Kadar Formalin


Ikan merupakan sumber bahan pangan yang bermutu tinggi, terutama karena banyak mengandung protein yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Namun demikian ikan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan atau kemunduran mutu (perishable food) terutama pada daerah tropis. Untuk mencegah kemunduran mutu pada ikan pada umumnya menggunakan suhu rendah. Bahan yang sering digunakan untuk menjaga suhu tetap rendah adalah es tetapi karena daya tahan es yang terbatas dan ada penambahan biaya untuk pembelian es maka sering diabaikan oleh nelayan. Oleh karena itu sering digunakan bahan kimia untuk pengawet. Salah satu bahan kimia yang digunakan adalah formalin  Penggunaan formalin dimaksudkan untuk memperpanjang umur simpan, karena formalin adalah senyawa anti mikroba yang efektif dalam membunuh bakteri. Menurut WHO formaldehid (senyawa yang terdapat pada formalin) terdapat dalam produk makanan karena kegunaannya sebagai zat bakteoristik yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroba dalam produk pangan sehingga umur simpan produk tersebut meningkat.

Formalin merupakan bahan kimia berbahaya yang dilarang digunakan untuk bahan tambahan makanan menurut peraturan Menteri Kesehatan No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Formalin sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Kandungan formalin yang tinggi di dalam tubuh dapat menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan) serta orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah.

Kandungan formalin pada bahan makanan sulit untuk diidentifikasi menggunakan panca indera manusia karena sifatnya yang sangat berbahaya. Berdasarkan sifat fisik formalin yang memiliki bau yang tajam maka dapat digunakan teknologi sensor gas untuk mendeteksi adanya kandungan formalin pada bahan makanan. Sensor gas yang dipilih adalah sensor MQ 3 dan MQ 137. Sensor diuji pada larutan formalin dengan kosentrasi 0.025%, 0.05%, 0.075% dan 0.1%. Dengan cara yang sama dilakukan pengujian pada daging fillet ikan tuna dengan berat 50 gr yang telah direndam selama 10 menit. Hasil pengujian sensor MQ 3 pada daging ikan tuna menunjukkan adanya korelasi dengan nilai koefisien korelasi 0.99 sedangkan pada sensor MQ 137 menunjukkan adanya korelasi dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.98. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa sensor MQ 3 dan MQ 137 dapat digunakan untuk mendeteksi kadar formalin pada daging ikan tuna.


Diagram modul sensor gas

Penulis : Toni Dwi Novianto, Peneliti LRMPHP

Kamis, 19 Desember 2019

Peluang Computer Vision untuk Penentuan Kualitas Ikan


Ikan merupakan sumber protein yang penting bagi manusia. Total konsumsi ikan meningkat secara signifikan pada beberapa tahun terakhir. Terdapat beberapa parameter yang mempengaruhi kualitas ikan antara lain ketersediaan, keamanan, nilai gizi dan kesegaran. Kesegaran ikan adalah parameter yang mempengaruhi secara langsung kualitas ikan. Kesegaran ikan dapat ditentukan berdasarkan perubahan post mortem yang  dapat mempengaruhi kondisi fisik, kimia, dan mikrobiologi pada tubuh ikan. Terdapat beberapa metode untuk menentukan kesegaran ikan yaitu secara fisik, kimia, dan mikrobiologi serta sensori. Untuk metode sensori, parameter yang biasa digunakan adalah bau, warna, dan tekstur. Metode sensori merupakan metode ilmiah yang digunakan untuk mengukur, menganalisis, dan menginterpretasikan respon terhadap suatu produk berdasarkan yang ditangkap oleh indra manusia, seperti penglihatan, penciuman, perasa, peraba, dan pendengaran. Metode sensori memiliki kekurangan yaitu membutuhkan banyak panelis dan waktu yang lama. Selain itu keakuratannya ditentukan oleh seberapa ahli panelis yang digunakan. Sebaliknya menggunakan metode computer vision untuk menentukan kualitas ikan memiliki keunggulan lebih konsisten, efisien dan dapat menghemat biaya serta akurasi dan kecepatan yang lebih baik dibandingkan dengan pengujian manusia.

Computer vision merupakan suatu konstruksi untuk mendiskripsikan informasi eksplisit dan bermakna tentang objek fisik melalui analisis gambar. Gambar yang diperoleh dari sensor fisik kemudian dianalisis menggunakan hardware dan software yang sesuai untuk melakukan tugas secara visual yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas penglihatan manusia dengan didukung oleh perangkat elektronik. Tahap utama dalam analisis pengolahan gambar adalah : (1) Akuisisi gambar dan konversi dalam bentuk digital; (2) peningkatan kualitas gambar untuk pre-processing; (3) partisi gambar digital untuk mendapatkan daerah yang diinginkan menggunakan proses segmentasi; (4) mendapatkan karakteristik objek gambar dengan menggunakan operasi pengukuran objek; (5) pengklasifikasian untuk mengidentifikasi objek gambar. Mengambil, memproses dan menganalisis gambar adalah aspek utama dari computer vision yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kesegaran ikan secara visual. Pengamatan visual secara otomatis mulai banyak diminati karena memiliki keunggulan seperti biaya yang rendah, hasil yang konsisten dan akurat serta proses yang cepat.  Sehingga tujuan utamanya adalah untuk menggantikan pengamatan visual secara tradisional dengan sistem computer vision untuk menentukan kualitas ikan.
 
Skema Sistem Computer Vision

Penulis : Toni Dwi Novianto, Peneliti LRMPHP

Rabu, 18 Desember 2019

Pengukuran Nilai Porositas Menggunakan Software ImageJ

ImageJ (https://imagej.nih.gov/ij/) adalah perangkat lunak yang dapat digunakan untuk menganalisis pori-pori dan untuk menentukan wilayah distribusi ukuran berbasis pori, diameter pori, dan fraksi persen daerah pori-pori dari suatu objek. Perangkat lunak ini menggunakan kontras antara dua fase (pori-pori dan bagian padat) dalam gambar. Pengukuran porositas menggunakan software ImageJ mengikuti metode yang telah dilakukan oleh Ridha dan Darminto (2016) yang dimuat dalam Jurnal Fisika dan Aplikasinya. Hasil mikrografi SEM (scanning electron microscopy) selanjutnya dianalisis menggunakan software ImageJ untuk mengetahui ukuran pori permukaan suatu objek. Ukuran pori ini nantinya digunakan untuk menentukan nilai porositas.
Analisis mikrografi SEM pada software ImageJ meliputi beberapa tahap yaitu :

1. Tahap persiapan gambar
Langkah pada tahap ini meliputi membuka software Image-J > open file mikrografi SEM sampel > pilih menu Analyze > Set Scale (nm, µ m) > pilih menu Image > Crop gambar. Hasil gambar pada tahap ini ditunjukkan pada gambar berikut.

Tampilan mikrografi SEM (Sumber : www.jitek.ub.ac.id)
2. Tahap threshold gambar
Tahap ini merupakan tahap segmentasi warna gambar. Pada tahap ini, warna dibedakan menjadi warna partikel atau pori dan warna latar belakang (background). Langkah pada tahap ini adalah pilih menu Image > Adjust > Threshold > Setting ukuran warna berdasarkan topografi gambar. Hasil gambar pada tahap ini ditunjukkan pada gambar berikut.

Tampilan hasil proses threshold
3. Tahap analisis gambar
Langkah dalam tahap ini adalah pilih menu Analyze > Set parameter > Ok, pilih kembali menu Analyze > Analyze Particles. Nilai data hasil analisis keluar dalam bentuk file Excel. Hasil gambar pada tahap ini ditunjukkan pada gambar berikut.

Tampilan hasil proses analyze particle
Selanjutnya dari software imageJ diperoleh data luas permukaan total sampel yang dianalisis (AT) dan luas total pori yang teranalisis dari sampel (ATP). Maka nilai porositas dapat dihitung dengan persamaan berikut.







Penulis : Toni Dwi Novianto, Peneliti LRMPHP