|
Dok. Pakan mandiri , solusi KKP untuk menekan biaya produksi pada perikanan budidaya (Foto: KKP) |
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus
berupaya memastikan kondisi ekonomi UMKM perikanan budidaya tetap stabil di
tengah wabah Covid-19. Salah satu yang diandalkan yakni program Gerakan Pakan
Mandiri (GERPARI) benar-benar berdampak positif bagi perbaikan Nilai Tukar
Usaha Pembudidaya Ikan, khususnya skala kecil.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan
Budidaya, Slamet Soebjakto di Jakarta, Kamis (26/3). Slamet menegaskan, KKP
akan memastikan pembudidaya skala kecil yang jumlahnya mencapai 80% dapat tetap
berusaha di tengah ketidakpastian wabah Covid-19.
“Instruksi Presiden jelas, bahwa setiap
Kementerian harus melakukan re-focusing program yang secara langsung menjamin
daya beli masyarakat tetap terjaga. Kami terjemahkan instruksi tersebut untuk
fokus mendorong program yang memberikan efek langsung bagi terciptanya
efisiensi produksi. Dengan demikian, nilai tambah tetap didapat dan pada
akhirnya daya beli tetap terjaga,” tegas Slamet.
Dia juga menyinggung permasalahan naiknya biaya
produksi di kalangan pembudidaya akibat harga pakan pabrikan yang naik. Slamet
memperkirakan, jika tidak ada intervensi program yang tepat, pembudidaya bisa
kehilangan margin keuntungan sekitar Rp500 hingga Rp700 per kg produksi. Itu
dari dampak naiknya harga pakan. Belum lagi menurutnya jika ada tren penurunan
harga jual lokal.
“Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar
US telah memicu naiknya harga pakan pabrikan. Ini jelas akan memicu biaya
produksi juga turut naik, karena 70% komposisi biaya produksi adalah berasal
dari pakan. Oleh karenanya, KKP menyarankan pembudidaya skala kecil untuk
menggunakan pakan mandiri. Tahun ini kita akan terus dorong agar pakan mandiri
ini bisa menjangkau sentra sentra produksi budidaya skala kecil. Disisi lain,
ketersediaan bahan baku juga kita akan jamin dengan membangun sistem
logistiknya di masing-masing kawasan. Kita akan percepat realisasinya,
khususnya dalam mengantisipasi dampak ekonomin wabah Covid-19 ini,” jelas
Slamet.
Di tengah wabah Covid-19 ini, kata dia, KKP akan
meamstikan stok pangan terjamin dan siklus produksi di hulu tidak terganggu.
Selain itu stimulus untuk pakan terus akan didorong dan program gerpari terus
digalakan agar menjangkau pembudidaya skala kecil. Slamet memprediksi, wabah
Covid-19 ini akan mempengaruhi nilai NTUPi. Pihanya karena itu akan berupaya
untuk mengendalikan dampaknya agar tidak terlalu dalam. Salah satunya dengan
menstimulus agar input produksi seperti pakan lebih efisien.
Pakan Mandiri Andalan
Pembudidaya Skala Kecil
Salah satu produk pakan mandiri yang saat ini
telah berhasil tembus pangsa pasar pembudidaya ikan skala kecil yakni pakan
yang diproduksi kelompok pakan mandiri TRIMINO di Desa Tlogoweru Kecamatan
Guntur, Kabupaten Demak, yang merupakan salah satu binaan dari Balai Besar
Budidaya Air Payau (BBPAP) Jepara, salah satu UPT DJPB.
Pakan mandiri yang diberi merk “Jali Lele” ini
diperkenalkan sejak dua tahun lalu semakin diminati di kalangan pembudidaya
ikan air tawar. Hal ini terbukti dengan semakin tingginya permintaan baik dari
Kabupaten Demak maupun di luar daerah seperti Semarang, Kudus, Jepara dan
lainnya.
Ketua Kelompok Pakan Mandiri, Kasnadi atau lebih
dikenal dengan nama bang Jali, mengatakan bahwa kelompoknya yang menerima
bantuan mesin pakan mandiri tahun 2015 saat ini telah mampu menggenjot
kapasitas produksi pakan mandiri merk Jali Lele hingga 400 kg per jam.
Menurutnya, tingginya permintaan terhadap pakan akhir akhir ini telah mendorong
kelompok yang ia gawangi meningkatkan kapasitas produksi rata rata per hari
1.500 kg.
|
Dok. Pakan mandiri dari Pembudidaya Jepara (Foto: KKP) |
"Saat ini kami telah menggunakan ektruder
sehingga dapat memproduksi pakan apung. membuat mesin extruder modifikasi
dengan kapasitas lebih besar. Jika semula bisa hanya 50 kg per jam, saat ini
kami telah mampu memproduksi hingga 400 kg per jam. Kalau tidak begini, kami
kewalahan untuk memenuhi kebutuhan pembudidaya. Minat pada pakan merk Jali Lele
ini luar biasa tinggi,” terang Jali.
Untuk penyediaan bahan baku, Jali menambahkan
bahwa setidaknya dalam seminggu, harus mensuplai bahan baku minimal 4 ton,
terutama untuk tepung ikan dan kedelai. Untuk menjamin kontinyuitasnya, ia
mengatakan telah menjalin kerjasama dengan BBPAP Jepara terutama untuk tempat
konsultasi.
Ditanya mengenai nilai ekonominya, Jali
membeberkan, bahwa biaya produksi pembuatan pakan sekitar Rp 5.600,- per kg. Ia
menjualnya dengan harga Rp. 8.000,- per kg untuk jenis apung dan Rp 6.700,- per
kg untuk jenis tenggelam. Dari hasil penjualan tersebut, kelompok mampu meraup
keuntungan bersih rata-rata Rp. 1.500,- per kg.
|
Dok. Mesin produksi untuk pakan mandiri (Foto: KKP) |
“Kualitas pakan kami juga terjamin. Rata-rata
kami bikin protein di atas 28% tergantung komoditas. Intinya produk kami selalu
berpatokan pada SNI. Alhamdulillah pakan kami juga sudah terdaftar dan telah
mendapat sertifikat Cara Pembuatan Pakan Ikan Yang Baik (CPPIB). Saat ini
masalah kami cuman satu, yakni logistik. Kami sangat butuh alat transportasi
dengan kapasitas agak besar (minimal truk kapasitas 4 ton). Kami sudah sampaikan
langsung ini kepada bapak Menteri saat audiensi di Jepara dan beliau
menyanggupi. Jadi kami sangat berharap ini bisa terealisasi,” ungkap Jali.
Rohmad, salah satu pembudidaya pengguna Jali
Lele di desa Tlogoweru Demak, mengaku setelah menggunakan pakan merk Jali Lele,
nilai tambah untungnya meningkat. Menurutnya pakan lebih efisien dan bagus
untuk pertumbuhan ikan lele. Hal yang sama juga diakui oleh Sayuti, pembudidaya
minapadi yang menggunakan merk Jali Lele.
Sumber : KKPNews