PELATIHAN

LRMPHP telah banyak melakukan pelatihan mekanisasi perikanan di stakeholder diantaranya yaitu Kelompok Pengolah dan Pemasar (POKLAHSAR), Kelompok Pembudidaya Ikan, Pemerintah Daerah/Dinas Terkait, Sekolah Tinggi/ Universitas Terkait, Swasta yang memerlukan kegiatan CSR, Masyarakat umum, dan Sekolah Menengah/SMK

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Kerjasama

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Tampilkan postingan dengan label Publikasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Publikasi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Juli 2022

Potensi Industri Karaginan di Sulawesi Selatan

Ilustrasi (sumber : https://phys.org/news)

Potensi rumput laut di Indonesia sangat besar, karena Indonesia memiliki garis pantai yang panjang. Tetapi produksi rumput laut di Indonesia masih didominasi oleh produk rumput laut kering (raw material) sebesar 80% dan produk rumput laut olahan (Agar-agar dan Karaginan) hanya sebesar 20%. Padahal jika dibuat karaginan potensi pasar dan pemanfaatannya cukup luas. Karaginan dapat diaplikasikan dalam bidang industri pangan dan non-pangan, farmasi serta kosmetik. Menurut Campo et al (2009) dalam Carbohydrate Polymers, dalam industri pangan karaginan memiliki fungsi sebagai emulsifier, pengental dan pembentuk gel. Target pasar karaginan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk banyak industri. Menurut Necas & Bartosikova (2013) yang dimuat dalam Veterinarni Medicina menyampaikan bahwa karaginan berguna untuk industri pangan seperti produk susu, keju, yogurt, permen, es krim dan produk cokelat. Selain itu juga digunakan pada produk kosmetik, produk farmasi dan produk lainnya. Berdasarkan informasi dari jasuda.net, menyatakan bahwa volume pasar produk karaginan mencapai 15.000-20.000 ton per tahun yang tersebar di Eropa (35%), Asia Pasifik (25%), Amerika Utara (25%), dan Amerika Selatan (15%).

Bersumber dari Satu Data KKP, salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki potensi besar adalah Sulawesi Selatan yang menjadi produsen rumput laut terbesar di Indonesia dengan produksi mencapai sekitar 2.92 juta  ton pada tahun 2014 dan meningkat menjadi 3.28 juta ton pada tahun 2018. Secara demografi, Sulawesi Selatan sendiri terdiri dari 24 wilayah dengan luas 46.717 km². Jumlah penduduk pada tahun 2021 adalah 8.956.181, dengan jumlah penduduk terbanyak di Makassar yaitu 1.555.088. Pendapatan Penduduk Rata-rata Perbulan tahun 2020 – 2021 pada kisaran Rp. 1.300.000,- sd. Rp.  1.755.000,-.

Melihat potensi tersebut maka perlu dianalisis potensi industrialisasi rumput laut di daerah tersebut untuk meningkatkan nilai ekspor rumput laut, dari bahan mentah menjadi produk Alkali Treated Cottonii (ATC), Semi Refined Carrageenan (SRC) dan Refined Carageenan (RC) yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Analisis ini bertujuan untuk menggambarkan bahwa industry karaginan masih prospektif dan memberikan benefit bagi investor, pemerintah pusat, daerah, dan juga masyarakat sekitar, khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan. Dengan benefit tersebut maka dapat meningkatkan ekonomi negara dan juga pemerintah daerah dan masyarakat sekitar industri tersebut, dalam kasus ini adalah pemerintah daerah dan masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan.

Analisis dilakukan dengan beberapa asumsi diantaranya yaitu kapasitas produksi 1 ton/hari dengan operasional 300 hari/tahun, harga bahan baku rumput laut E. Cottonii kering Rp. 10.500,-/Kg dan harga jual SRC Rp. 98.000,- /kg, dan beberapa asumsi lainnya. Hasil analisis diperoleh bahwa keberadaan industri karaginan dapat meningkatkan nilai tambah dan perekonomian di Provinsi Sulawesi Selatan.

Dampak ekonomi di lingkungan industri salah satunya adalah penerimaan negara dalam bentuk pajak PPH 20% dan PPN 10% dari pendapatan yaitu sekitar Rp. 2.124.600.000,00 per tahun (sesuai Pasal 2 PP No. 30/2020 yang sudah ditetapkan menjadi UU No. 2 Tahun 2020 adalah 20%). Penyerapan karyawan dari lingkungan industri yaitu sekitar 12 orang dari masyarakat lokal yang akan meningkatkan pendapatan penduduk sekitar yang terdampak. Selain itu juga dapat meningkatkan perekonomian daerah yaitu dengan semakin meningkatnya jumlah pembudidaya rumput laut yang mensuplai kebutuhan industri. Bersadarkan data dari WWF 2014 satu siklus panen rumput laut E. Cottonii (40 – 45 hari) dengan metode long line (2 ton kering) memperoleh keuntungan sebesar Rp. 4.750.000,-. Jika pembudidaya memperkerjakan 2 orang dengan gaji harian (saat tanam, perawatan dan panen) dapat diperoleh pendapatan bersih sekitar Rp. 3.750.000 dalam satu siklus. Dengan asumsi kapasitas produksi 1 ton per hari, maka kebutuhan bahan baku per hari sekitar 4 ton rumput laut kering (rendemen karaginan 25%), untuk memenuhinya memerlukan sekitar 180 ton dalam satu siklus panen. Sekali panen pembudidaya mampu menghasilkan 2 ton, maka diperlukan 90 pembudidaya rumput laut. Jika masing-masing pembudidaya mempekerjakan 2 orang maka akan menyerap tenaga kerja 180 orang.


Penulis : Wahyu Tri Handoyo - LRMPHP

Selasa, 28 Desember 2021

Cara Mudah Membuat Pupuk Cair Rumput Laut

Bagi masyarakat pesisir rumput laut sudah sejak lama dimanfaatkan, yaitu biasanya dijadikan sebagai kudapan. Meski terlihat seperti tumbuhan, sebenarnya rumput laut merupakan jenis alga karena tidak memiliki struktur tubuh yang lengkap seperti tanaman pada umumnya. Saat ini, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil dan pengekspor rumput laut terbesar di dunia.

Selain dapat dimanfaatkan sebagai makanan, sebenarnya rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman. Karena talus rumput laut kaya akan unsur hara yang diserap dari lingkungan hidupnya, serta memiliki kandungan hormon pemacu pertumbuhan yang sangat tinggi. Hal ini seperti dilaporkan oleh Sedayu dkk. (2013) yang mendapati kandungan tinggi hormon auksin, giberelin, dan sitokinin dalam cairan rumput laut (SAP). Namun sayangnya, penggunaan pupuk rumput laut masih belum banyak dilakukan atau dikomersialkan di Indonesia.

Pembuatan pupuk rumput laut sebenarnya cukup mudah, dan dapat dilakukan oleh rumah tangga. Beberapa cara pembuatan pupuk rumput laut, antara lain:

Cara pertama, rumput laut segar dipotong-potong kemudian direbus menggunakan air destilata, setelah itu air rebusannya disaring seperti yang dilakukan oleh Bhosle dkk. (1975). Air hasil saringan mengandung seluruhnya ekstrak rumput laut yang dapat diaplikasikan langsung ke tanaman.

Cara kedua dilaporkan oleh Challen dan Hemingway (1966), yaitu seperti halnya cara pertama namun berasal dari rumput laut yang telah dikeringkan. Rumput laut kering digiling menjadi tepung kemudian dimasukan kedalam air destilata dan didiamkan selama beberapa waktu. Campuran rumput laut tersebut kemudian dipanaskan hingga mendidih kemudian didiamkan lagi untuk beberapa waktu. Setelah itu campuran disaring menggunakan kain saring untuk menghilangkan ampas/padatan. Sedangkan cairan hasil saringan disentrifugasi untuk memisahkan padatan yang masih terikut. Untuk aplikasi ke tanaman, cairan ekstrak rumput laut yang didapatkan biasanya diencerkan menggunakan air terlebih dahulu.

Sedangkan cara ketiga seperti yang dilakukan oleh Sedayu dkk (2014). Rumput laut segar dicuci bersih menggunakan air keran kemudian digiling menggunakan grinder hingga lumat. Rumput laut yang telah digiling tersebut kemudian ditambahkan air dan juga ditambahkan daging ikan rucah yang telah dihaluskan untuk meningkatkan unsur nitrogennya. Selanjutnya campuran rumput laut di fermentasi atau dikompos dalam wadah tertutup selama beberapa hari. Cairan ekstrak rumput laut hasil pengomposan rumput laut dapat diambil melalui pipa yang dipasang pada blong pengomposan, dan untuk aplikasi penyemprotan ke tanaman perlu diencerkan dengan air terlebih dahulu.

Pupuk cair rumput laut dari jenis Eucheuma cottonii

 

Berbagai hasil penelitian telah membuktikan bahwa pupuk cair rumput laut dapat mempercepat pertumbuhan tanaman, mempercepat tumbuhnya buah, bahkan membuat hasil panen holtikultura meningkat. Pupuk cair rumput laut juga memiliki khasiat tinggi untuk digunakan pada tanaman bunga. Dengan mudahnya cara membuat pupuk rumput laut seperti yang telah diterangkan di atas, maka kita bisa membuat sendiri pupuk cair rumput laut untuk tanaman atau kebun kita di rumah.

Perbandingan tanaman yang tidak diberi cairan ekstrak rumput laut (A) dan yang diberi (B)


Penulis: Bakti Berlyanto Sedayu - LRMPHP


Kamis, 23 Desember 2021

LRMPHP Kembangkan Mesin Penggiling Bertingkat untuk Pembuatan Tepung Ikan

Tepung ikan memiliki potensi pasar yang cukup luas di Indonesia dengan permintaan mencapai 0,25 - 0,75 juta ton per tahunnya. Tetapi menurut Anam & Indarto (2018) yang dimuat dalam Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat menyampaikan bahwa sekitar 70% kebutuhan tersebut dipenuhi dari impor, yang artinya hanya sekitar 30% dipenuhi dari dalam negeri. Kondisi tersebut salah satunya disebabkan karena kurangnya volume produksi tepung ikan lokal dan juga kualitasnya masih rendah. 

Telah banyak dilakukan usaha untuk meningkatkan produksi tepung ikan lokal supaya dapat mengurangi ketergantungan dari impor. Salah satu usaha yang dilakukan adalah memanfaatkan ikan dari hasil tangkap samping yang tidak memilki nilai ekonomis tinggi dan belum termanfaatkan. Selain itu, pengembangan peralatan produksi yang memadai perlu dilakukan sehingga dapat meningkatkan volume dan kualitas tepung ikan lokal. Pengolah tepung ikan lokal sebagian besar masih menggunakan peralatan yang sederhana dan tradisional. Selain itu proses yang dilakukan juga bervariasi. Seperti disampaikan oleh Erlania (2012) dalam Media Akuakultur, bahwa proses pembuatan tepung ikan di kota Tegal, proses pemasakan bahan baku masih dilakukan dalam wadah perebusan diatas tungku dengan bahan bakar kayu bakar. Kemudian setelah selesai direbus dilakukan penjemuran dibawah sinar matahari. Setelah kering maka dilakukan penggilingan untuk membuat menjadi butiran halus yang siap dipasarkan.

Proses penggilingan merupakan tahapan yang penting dalam pembuatan tepung ikan. Penggilingan yang dilakukan oleh pengolah lokal biasanya menggunakan alat penggiling daging yang beredar di pasaran. Sebelum dilakukan proses penggilingan, bahan baku dipanaskan melalui proses perebusan atau pemasakan. Kendala yang sering dihadapi biasanya adalah kapasitas wadah / drum perebusan bahan baku yang terbatas, dan sering terjadi macet saat proses penggilingan.

Pada peralatan pengolah tepung ikan hasil rancangbangun Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan (LRMPHP) seperti disajikan pada gambar 1,  proses pemasakan dan penggilingan dilakukan dalam satu alat yaitu menggunakan alat penggiling tepung ikan sistem bertingkat. Fungsi kerja alat ini adalah menggabungkan proses pemasakan dan penggilingan dalam satu alat. Alat terdiri dari dua ekstruder, ekstruder pertama untuk pemasakan, dan ekstruder kedua untuk penggilingan. Pada tahap pertama dilakukan pemanasan bahan baku di dalam ekstruder pertama. Sumber panas diperoleh dari uap boiler yang disalurkan ke barrel ekstruder tersebut. Pada tahap kedua adalah proses penggilingan bahan baku yang masih dalam kondisi panas. Di dalam ekstruder kedua dilengkapi dengan ulir yang berfungsi untuk mendorong ikan ke bagian ujung ekstruder. Bagian ujung ekstruder terdapat pisau yang berfungsi untuk memotong ikan yang akan dikeluarkan dari ekstruder dan die.

Gambar 1. Mesin Penggiling Bertingkat

Hasil uji kinerja alat menunjukkan bahwa nilai rendemen penggilingan sudah cukup baik yaitu diperoleh rendemen optimum 83%. Tetapi nilai kapasitas yang diperoleh masih belum optimal yaitu sebesar 25.68 kg/jam. Kondisi tersebut diduga disebabkan karena terjadi penumpukan bahan pada ujung ekstruder. Penumpukan tersebut disebabkan karena proses pengangkutan tidak seimbang dengan proses penggilingan atau pemotongan di ujung ekstruder. Selain itu diduga juga disebabkan karena proses pemasakan yang kurang optimal dan ketidakseragaman karakteristik bahan baku ikan yang digiling.

Penulis : Wahyu Tri H. - LRMPHP

Rabu, 22 Desember 2021

Membuat Cendol Dawet dari Rumput Laut

Dawet, ya…dawet atau cendol, siapa yang tidak mengenal minuman yang satu ini. Disaat panas terik menyengat, segelas es cendol dawet sangat mneyegarkan untuk sekedar pengusir rasa haus dan dahaga. Bahkan minuman ini juga dikenal lewat lagu mendiang Didi Kempot yang sempat hits beberapa waktu yang lalu. 

Ilustrasi minuman dawet 

Dawet biasanya terbuat dari tepung beras, tepung Hun Kwe dan agar-agar jeli. Beberapa bahan seperti pewarna kadang ditambahkan untuk menambah variasi rasa atau sekedar penggugah selera ataupun pembeda, seperti dawet ireng yang khas dari Purworejo menggunakan merang yang dibakar sebagai pewana alaminya. 

Ternyata, rumput laut jenis E. cottoni juga dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan cendol dawet lho. Rumput laut diketahui banyak mengandung PUFA (Polyunsaturated Fatty Acid – asam lemak tak jenuh), serat dan diketahui memiliki efek sebagai antioksidan, antimutagenik, anti tumor dan dapat membantu metabolisme lipid dalam tubuh. Lalu bagaimana cara membuatnya? 

Pertama-tama yang harus dilakukan adalah menyiapkan bahan dan alatnya terlebih dahulu yaitu : rumput laut Eucheuma cottoni kering, tepung beras, Nutrijell, tepung Hun Kwe, air, kelapa, gula merah, gula pasir, garam, daun pandan. Sedangkan alat yang digunakan antara lain panci, spatula, kompor, timbangan, gelas ukur, cetakan dawet, baskom, pisau, telenan, mangkok, dan pengaduk kayu. Untuk adonan dibuat 2 macam, adonan pertama adalah bubur rumput laut dan yang kedua yaitu adonan dawet pada umumnya. Bubur rumput laut dibuat dengan cara rumput laut kering dicuci dibawah air mengalir sampai bersih lalu dipotong dengan ukuran panjang 0,5 cm sampai 1 cm. Rumput laut yang telah dipotong dimasukkan ke dalam panci, ditambah air sampai terendam, lalu direbus dengan api sedang sambil terus diaduk hingga mendidih. Setelah mendidih, api segera dimatikan dan dibiarkan hingga dingin. Adonan dawet dibuat dengan cara tepung Hun Kwe dicampur dengan tepung beras dan bubuk agar-agar jeli terlebih dahulu di dalam mangkok. Setelah tepung tercampur rata, dilarutkan dengan air sambil diaduk hingga terlarut sempurna. Selanjutnya larutan tepung tersebut dimasukkan ke dalam panci dan dimasak dengan api kecil sambil terus diaduk hingga menjadi adonan dawet setengah matang. 

Berdasarkan tulisan Illiyatus Sholiha berjudula Pengolahan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Menjadi Dawet Rumput Laut dalam Jurnal Biologi dan Pembelajarannya yang terbit pada April 2019 lalu, menyatakan bahwa campuran yang memberikan rasa, aroma dan tekstur dawet rumput laut terbaik adalah 500 gr adonan dawet dan 250 gr adonan bubur rumput laut. Selanjutnya campuran kedua adonan dimasak hingga matang dan menjadi adonan dawet rumput laut yang siap untuk dicetak. Adonan dicetak dalam keadaan panas menggunakan cetakan dawet di atas air matang yang sudah diberi es. Sebagai minuman, dawet rumput laut disajikan dengan santan dan larutan gula merah. Cukup mudah bukan pembuatan dawet rumput laut ini.

Dawet rumput laut di marketplace

Nah, untuk yang tidak ada waktu membuat sendiri, dawet ini sudah mulai banyak tersedia di supermarket kesayangan anda bahkan beberapa sudah ada yang menjual di lapak marketplace secara online. 


Penulis : Iwan Malhani Al Wazzan - LRMPHP

Selasa, 21 Desember 2021

Maggot, Alternatif Sumber Protein untuk Pakan Ikan

Sumber : Chia et al dalam PLOS ONE https://doi.org/10.1371/journal.pone.0206097

Permasalahan pakan ikan merupakan masalah yang selalu dialami para pembudidaya ikan. Hal ini disebabkan karena harga pakan di pasaran yang mahal karena bahan baku pembuatan pakan masih impor. Menanggapi hal tersebut, pemerintah sebenarnya sudah turun tangan dengan terus mencari cara supaya bisa menghasilkan pakan ikan yang berkualitas dengan harga yang terjangkau. Salah satu cara yang ditempuh adalah memanfaatkan bahan baku pakan ikan alternatif yang bisa ditemukan di Indonesia sebagai pengganti tepung ikan yang sebagian besar masih impor.

Maggot merupakan salah satu bahan baku alternatif yang cukup potensial. Hal ini karena maggot memiliki kandungan protein yang tinggi, harganya murah dan mudah diadopsi pengembangannya. Selain itu keunggulan lainnya adalah maggot bisa diproduksi dalam waktu singkat dengan jumlah yang diperkirakan cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan ikan.

Menurut Cickova et al (2015) dalam Amandanisa & Suryadharma, 2020 yang dimuat dalam Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat menyampaikan bahwa maggot dengan nama latin Hermetia illucens merupakan organisme yang berasal dari lalat Black Soldier Fly (BSF). Maggot dihasilkan pada metamorfosis fase kedua setelah fase telur dan sebelum fase pupa yang nantinya akan menjadi BSF dewasa. Lalat BSF bukan merupakan vector penyakit. BSF berasal dari Amerika dan selanjutnya tersebar ke wilayah subtropis dan tropis di dunia.

Maggot dapat dibudidayakan dengan memanfaatkan sampah organik yang ada di lingkungan kita. Sampah organic akan terdegradasi dan dapat digunakan sebagai pupuk, sedangkan maggot dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein pakan ikan dan ternak. Berdasarkan informasi dari Widiarti (2012) yang dimuat dalam Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan dan juga dalam Agroinovasi - Badan Litbang Pertanian (2011) bahwa sampah organik dari sampah rumah tangga proporsinya dapat mencapai kisaran 70%. Jumlah sampah organic yang cukup besar tersebut sangat potensial dimanfaatkan sebagai media budidaya maggot. Bahkan mungkin setiap kampong bisa melakukan pengumpulan sampah organic yang dapat dimanfaatkan sebagai media maggot. Maggot yang dihasilkan bisa dimanfaatkan untuk pakan sumber protein pakan dan hasil degradasi sampah digunakan untuk pupuk.

Sudah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa maggot potensial sebagai pengganti protein pakan ikan. Berdasarkan informasi dari Elwert et al (2010) dalam In: Tagung Schweine-und Gefugelernahrung, menyampaikan bahwa maggot (Hermetia illucens) memiliki potensi besar untuk substitusi tepung ikan karena kandungan protein yang cukup tinggi (30 – 50 %). Sedangkan menurut Fahmi et al (2009) yang dimuat dalam J. Ris. Akuakultur menyatakan bahwa kandungan protein maggot ukuran kecil (10-15 mm) mencapai 60,2 %, dan maggot ukuran besar (20-25 mm) kandungan proteinnya 32,3%.

Pada penelitian uji coba pertumbuhan ikan yang dilakukan oleh Fahmi et al. (2009) dalam J. Ris. Akuakultur, menyampaikan bahwa pada uji coba pertumbuhan ikan, pemanfaatan maggot sebagai suplemen pakan ikan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ikan Balashark. Dampak penggunaan maggot juga terlihat pada peningkatan status kesehatan ikan. Penelitian yang hampir sama dilakukan oleh Priyadi et al (2009) yang disampaikan dalam J. Ris. Akuakultur juga menyatakan bahwa substitusi maggot sebagai sumber protein pengganti tepung ikan sangat potensial. Dari hasil penelitian yang dilakukan direkomendasikan bahwa substitusi maggot sebagai sumber protein pengganti tepung ikan tidak lebih dari 16,47%.

Bahkan berdasarkan informasi yang diperoleh dari Mongabay 2020, menyatakan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan fokus untuk menjadikan Maggot sebagai bahan baku alternatif unggulan untuk pembuatan pakan ikan, dan sudah menggandeng beberapa perusahaan yang tertarik untuk melaksanakan produksi Maggot.

Penulis : Wahyu Tri H. - LRMPHP

Sabtu, 18 Desember 2021

Pengaruh Penambahan Jumlah Gliserol terhadap Kadar Air dan Sifat Fisik Pellet Bioplastik Berbahan Dasar Karagenan

Timbunan sampah tiap orang di Indonesia diperkirakan akan mencapai 2,1 kg/hari pada tahun 2020, disampaikan oleh Saputro pada tahun 2017 dalam Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia. Sampah plastik susah untuk diurai organisme pengurai, membutuhkan waktu ratusan tahun agar bisa terurai sempurna. Selain itu, sampah plastik dapat menimbulkan masalah pencemaran lingkungan, diantaranya yaitu mengenai marine debris. Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan bioplastik, yaitu plastik yang sebagian atau hampir seluruh komponennya berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui. 

Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa jumlah produksi rumput laut di Indonesia tahun 2019 mencapai 9.746.946 ton. Karaginan, salah satu hasil olahan rumput laut, menunjukkan kemampuan pembentukan film yang baik dan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioplastik.

Pada tahun 2020, LRMPHP telah menciptakan serangkaian alat pembuat biji/pellet bioplastik, yaitu mixer, single screw extruder, dan pelletizer. 

Rangkaian alat pembuat biji/pellet bioplastik(a) Single screw extruder, (b) conveyor dan (c) pelletizer. (Sumber : Wullandari, et al., 2021. Prosiding Seminar Nasional Tahunan XVIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan)

Untuk mendukung performansi alat tersebut, peneliti LRMPHP telah melakukan penelitian mengenai pengaruh penambahan jumlah gliserol terhadap kadar air dan sifat fisik pellet bioplastik berbahan dasar karagenan. Tahapan pembuatan pellet bioplastik yaitu : pencampuran dengan food processor, ekstrusi menggunakan single screw extruder hasil rancangan Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan (LRMPHP), dan pemotongan dengan pelletizer hasil rancangan LRMPHP. Variasi penambahan gliserol sebagai plasticizer masing – masing sebanyak 20%, 30% dan 40%, sedangkan campuran tepung Refined Carrageenan (RC) dan Poli Vinil Alkohol (PVA) masing – masing sebanyak 80%, 70% dan 60%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan jumlah gliserol tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar air dan diameter pellet bioplastik namun berpengaruh secara nyata terhadap panjang dan warna pellet bioplastik. 

Pellet bioplastik dengan formulasi RC : PVA : gliserol = (a) 30% : 30% : 40%, (b) 35% : 35% : 30% dan (c) 40% : 40% : 20%



Penulis : Putri Wullandari - LRMPHP





Kamis, 16 Desember 2021

Deteksi Ikan Menggunakan Algoritma YOLO

Obyek Deteksi Menggunakan YOLO

Potongan scene dalam sebuah film bergenre science fiction menggambarkan visualisasi dari robot yang mampu mendeteksi berbagai bentuk obyek disekitarnya. Hmm.. jika kita agak kurang kerjaan sedikit dengan memikirkan software apa yang digunakan agar si robot tersebut bisa mendeteksi obyek disekitarnya? Rupanya teknologi tersebut sudah dapat kita jumpai dikehidupan kita sehari hari hari. Beberapa sistem cctv yang canggih telah menerapkan metode obyek deteksi untuk pengenalan beberapa jenis obyek. Obyek deteksi merupakan suatu proses yang digunakan untuk menentukan keberadaan obyek tertentu, biasanya obyek tersebut divisualisasikan dalam sebuah penanda berupa kotak. 

Obyek deteksi tersebut dapat dibuat menggunakan metode deep learning. Saat ini telah banyak berkembang algoritma yang dapat menfasilitasi metode tersebut. YOLO dikenal sebagai algoritma obyek deteksi yang memiliki performa yang bagus. YOLO dikenalkan pertama kali oleh penciptanya Joseph Redmon pada sebuah konferensi internasional IEEE Conference on Computer Vision and Pattern Recognition pada tahun 2016. Hingga saat ini, YOLO telah berkembang hingga YOLOV5 dimana pada setiap seri terdapat perbaikan dan penyempurnaan algoritma. Kabar baiknya dari setiap seri YOLO tersebut beredar bebas di internet tepatnya di laman github.com dan tentu saja tutorial terpisahnya di media sosial youtube.

Untuk membangun sebuah weight custom (sesuai keinginan kita) diawali degan pengumpulan dataset, setidaknya diatas 100 gambar untuk setiap obyek. Dilanjutkan dengan anotasi gambar tersebut atau bahasa awam “menandai” dimana letak gambar itu. Selanjutnya mengubah beberapa file konfigurasi yang disesuaikan dengan data latih yang akan kita bangun. Jika ingin melatih weight dengan personal computer (pc) kita sepertinya diperlukan spesifikasi yang cukup tinggi dibanding dengan kebutuhan pc untuk mengetik misalnya. Namun demikian, sebuah web editor dengan nama google colab dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan fasilitas setara computer dengan performa tinggi. Selama waktu training beberapa parameter dapat diketahui untuk melihat apakah weight yang kita training telah cukup baik untuk digunakan mendeteksi atau perlu lebih lama lagi waktu trainingnya, diantaranya accuracy training, accuracy loss, validasi training dan validasi loss. Semakin tinggi nilai accuracy dan semakin rendah nilai loss maka model tersebut semakin baik. 

Dalam paper yang ditulis oleh Joseph Redmon diatas disebutkan bahwa YOLO memiliki tingkat akurasi yang tinggi untuk mendeteksi suatu obyek benda. namun demikian rupanya belum banyak yang menerapkannya pada ikan. LRMPHP telah berhasil membangun deteksi gambar berbasis pada arsitektur YOLO pada sebuah paper berjudul Deteksi Ikan Nila Menggunakan Arsitektur YOLO pada Iterasi yang Berbeda. Paper tersbut diterbitkan pada buku Prosiding Semnaskan UGM ke XVIII tahun 2021 oleh Departemen Perikanan Fakultas Pertanian UGM. 

Dalam penelitian tersebut digunakan 97 ekor ikan nila sebagai data latih untuk membangun weight dan digunakan 19 ikan yang berbeda sebagai data uji. Perlakuan berupa perbedaan iterasi selama training. Tiga perlakuan iterasi digunakan yaitu I1 menggunakan 500 iterasi, I2 menggunakan 1000 iterasi dan I3 menggunakan 2000 iterasi. Untuk mempermudah selama training data latih menggunakan web editor berupa google colab. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok I2 menunjukkan nilai akurasi, sensitivitas dan spesivitas lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang lain. Dimana nilai akurasi, sensitivitas dan spesivitas mencapai 84,2 %, 90 % dan 77,78 %

Kira kira, adakah yang tertarik untuk mencoba metode obyek deteksi tersebut ? <smile>



Penulis : Koko Kurniawan - LRMPHP

Jumat, 10 Desember 2021

UJI KINERJA ICE MAKER BERTENAGA SURYA DI BANTUL

Selama ini, para pedagang ikan yang berada di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) baik di Pulau Jawa (Cirebon) serta di Pulau Sumatra (Lampung) menggunakan es untuk mengawetkan ikan segar. Es ini mereka beli dalam bentuk bongkahan besar, yang harus dihancurkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam wadah penyimpanan ikan. Es dalam bentuk bongkahan besar ini dapat melukai badan ikan yang nantinya dapat menyebabkan kemunduran mutu ikan, selain itu para pedagang juga harus mengeluarkan dana lebih untuk membeli es tersebut. Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) memaparkan dalam situs Pertamina Gas bahwa elektrifikasi di Indonesia masih 55-60%, dan mayoritas wilayah yang belum teraliri listrik adalah wilayah pedesaan atau daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Oleh karena itu, energi surya dapat menjadi salah satu energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di desa atau daerah 3T. 

LRMPHP telah merancang sistem kerja ice maker yang menghasilkan es serut bertenaga surya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Rangkaian sistem kerja ice maker ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu : 1) Ice maker, 2) Panel surya, dan 3) Kotak yang berisi inverter. 

Gambar 1. (a) Ice maker, (b) Panel surya

(Sumber : Wullandari P, Hakim A R and Sarwono W 2019 Mesin pembuat es hibrid untuk mencukupi kebutuhan es di daerah 3T Aplikasi teknologi pengelolaan perikanan tangkap Amafrad Press, p. 59 – 189)

Panel surya yang digunakan pada mesin pembuat es hibrid menggunakan tipe polycrystalline.  Keunggulan panel surya tipe ini yaitu toleransi terhadap suhu yang lebih baik. Panel yang digunakan pada mesin ini berjumlah sembilan dengan daya maksimal 200 Wp (watt peak) per panel. Tiga panel disusun secara seri yang kemudian ketiga panel seri tersebut  disusun paralel.

Daya yang dibutuhkan mesin pembuat es hybrid yaitu 760 watt yang akan dioperasikan selama 8 jam pada siang hari. Total daya yang dibutuhkan untuk 8 jam operasional yaitu 760 watt x 8 jam adalah 6080 Wh atau 6,08 kWh.

Uji kinerja ice maker bertenaga surya ini telah dilakukan di Bantul pada kondisi cuaca cerah, mendung dan hujan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas daya baterai sesuai dengan intensitas cahaya matahari pada saat cuaca cerah dengan korelasi  y = 0,009x - 26,08, sedangkan pada kondisi mendung dan hujan laju kapasitas daya baterai menunjukkan penurunan dengan korelasi: y = 0,008x - 23,92 dan y = 0,007x + 69,41. Kapasitas produksi es pada cuaca cerah, mendung dan hujan yaitu antara 4,17 kg es/jam sampai dengan 4,63 kg es/jam yang sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari.


Penulis : Putri Wullandari - LRMPHP


Kamis, 09 Desember 2021

LRMPHP CIPTAKAN MINI BUNKER PENYIMPAN RUMPUT LAUT UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU KARAGINAN

Mini bunker penyimpan rumput laut dengan chiller
 
Sumber : (Wullandari, et al., 2019. Laporan Teknis Rancang Bangun Silo Rumput Laut. Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan)

Selama ini, para pembudidaya maupun pengepul rumput laut menyimpan rumput laut kering dalam karung, kemudian ditumpuk tumpuk dalam gudang yang ventilasi udaranya kurang baik, kurang terjaga kebersihannya dan kelembabannya. Hal ini dapat mengakibatkan kontaminasi dari jamur maupun hewan – hewan seperti tikus dan serangga, serta kualitas rumput lautnya tidak dapat dijaga karena tidak adanya pengontrol suhu dan kelembaban udara.

Peneliti LRMPHP telah merancang mini bunker, suatu alat penyimpan rumput laut kering yang tertutup dan dilengkapi dengan chiller sebagai pengontrol suhu dan kelembaban udara. Alat ini diharapkan dapat mempertahankan mutu rumput laut kering yang disimpan, dengan masa simpan sampai dengan enam bulan. Salah satu parameter mutu rumput laut kering yang dapat terukur yaitu dari mutu karaginan yang dihasilkan.

Menurut Supriyantini, Santosa dan Dermawan dalam Buletin Oseanografi Marina bulan Oktober 2017, karaginan adalah senyawa hidrokoloid yang diekstraksi dari rumput laut merah jenis Kappaphycus alvarezii. Mutu karaginan yang dianalisa dalam penelitian ini yaitu kekuatan gel, viskositas dan derajat putih. Kekuatan gel dianalisa dengan menggunakan TA.XT Texture Analyzer, viskositas dengan Viscometer dan derajat putih dengan Kelt Whiteness Tester. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan kemudian dianalisa secara statistik.

Hasil penelitian peneliti LRMPHP yang dipaparkan dalam Seminar Nasional Tahunan XVII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan memaparkan bahwa kekuatan gel menunjukkan kemampuan karaginan dalam pembentukan gel. Tepung karaginan mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah bentuk sol menjadi gel yang bersifat reversible. Sementara itu, pengujian viskositas bertujuan untuk mengetahui tingkat kekentalan karaginan sebagai larutan, dimana garam-garam yang terlarut dalam karaginan akan menurunkan muatan sepanjang rantai polimer. Menurut Asikin, et al. (2015) dalam Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan Tropis 7(1), konsumen menghendaki produk karaginan dengan derajat kecerahan yang tinggi, kekuningan yang rendah dan keputihan yang tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan gel karaginan dari E. Cottonii kering yang disimpan dalam mini bunker yaitu 423,54 g/cm2, viskositas karaginan dari E. Cottonii kering yang disimpan dalam mini bunker yaitu 90 cPs, sedangkan derajat putih karaginan dari E. Cottonii kering yang disimpan dalam mini bunker yaitu 54,24%.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan gel dan viskositas karaginan dari E.cottonii yang disimpan dalam mini bunker masih memenuhi standard mutu.


Penulis : Putri Wullandari - LRMPHP


Rabu, 08 Desember 2021

SISTEM ALREF SEBAGAI COLD STORAGE UNTUK PEYIMPANAN IKAN DI KAPAL 10-15 GT

Salah satu usaha untuk mempertahankan mutu ikan setelah penangkapan dan transportasi di atas kapal nelayan adalah metode pendinginan. Es masih banyak dipakai sebagai media pendingin karena mudah digunakan dan memiliki kapasitas pendinginan yang besar. Namun penggunaan es balok memiliki kekurangan di antaranya ikan di bagian bawah palka rusak karena tertekan oleh ikan di bagian atasnya. Bongkahan es yang tajam dapat merobek kulit/perut ikan ditambah adanya guncangan di kapal.

Untuk memperbaiki kelemahan penggunaan es, antara lain dengan perbaikan metode pendinginan sistem refrigerated sea water (RSW) atau sistem ALREF (air laut yang direfrigerasi) pada pendinginan dengan suhu sekitar 0 ºC. Sistem RSW memiliki beberapa kelebihan seperti potensi kerusakan fisik yang relatif kecil, penurunan suhu yang cepat, serta suhu yang lebih stabil dan merata.  Salah satu sistem RSW / ALREF untuk penyimpanan ikan pada kapal 10-15 GT telah dibuat oleh Widianto tahun 2018 yang dimuat dalam Jurnal Pasca Panen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018. 

Sistem ALREF (Gambar 1) terdiri dari komponen utama berupa palka dengan volume sekitar 2,03 m3, evaporator, kondensor, kompresor, palka, refrigerant dan katup ekspansi. Sistem ALREF memiliki kapasitas penyimpanan optimal 1,3 ton ikan dan dapat mempertahankan suhu ikan di bawah 5 °C.. Salah satu komponen utama sistem ALREF adalah evaporator yang berbentuk pipa mengelilingi palka dengan diameter 5/8 inch dan panjang 84 meter. Evaporator berfungsi menyerap panas media pendingin oleh refrigeran di dalam evaporator. Komponen ini sangat menentukan performansi  pendinginan dan daya listrik yang dibutuhkan.  

Gambar 1. Ikan dengan es balok (kiri) dan sistem ALREF beserta palka dengan pipa evaporator (kanan) dari Widianto (2018)

Media pendingin di dalam palka dapat berupa air laut untuk jenis ikan misalnya tuna dan cakalang. Namun beberapa jenis ikan lain misalnya ikan pelagis kecil kurang cocok dengan media pendingin air laut dan lebih tepat dengan sistem penyimpanan dengan media udara dingin (sistem cold storage) di mana suhu dijaga agar di bawah -18 °C.  Sehingga perlu dilakukan kajian pada sistem yang sudah ada apakah dapat diterapkan sistem cold storage  di samping yang sudah ada yaitu ALREF dengan media pendinginan air laut. Sehingga sistem ALREF akan menjadi multi fungsi dan lebih efektif.

Senada dengan hal tersebut, salah satu penelitian penggunaan sistem ALREF sebagai cold storage telah dilakukan oleh LRMPHP tahun 2021 yang dimuat dalam Prosiding Seminar Nasional Perikanan Tahun 2021 yang menargetkan suhu udara palka mencapai sekitar -18 °C. Penelitian mereka menggunakan sistem ALREF dengan pendinginan ruang palka sistem cold storage atau dengan pendinginan udara palka tanpa air laut sampai suhu di bawah -18 °C. Pengujian dilakukan pada kondisi palka tanpa beban selama 250 menit dengan parameter yang diukur berupa suhu udara yang didinginkan di dalam palkah serta daya listrik yang dibutuhkan. 

Hasil pengujian menunjukkan bahwa sistem ALREF dapat mendinginkan ruang palka sampai -18 °C dalam waktu 250 menit seperti pada Gambar 2. Kecepatan pendinginan udara pada rata-rata berkisar 10,92 - 11,37 °C/jam dengan rata-rata 11,23 oC/jam. Daya listrik aktual sebesar 2,42 kW dan daya kompresor 1,83 kW.  

Gambar 2. Penurunan suhu udara dalam palka pada titik tengah dan pinggir terhadap waktu

Pada pengujian ini, beban pendinginan palka cold storage lebih ringan yaitu sebesar 0,44 kW bila dibandingkan dengan ALREF air laut sebesar 2,14 kW dan air tawar 3,47 kW. Dengan beban pendinginan yang lebih kecil maka kecepatan pendinginan menjadi lebih besar, sehingga dapat mencapai suhu di bawah -18 ℃ dengan lebih cepat. Pada pengujian ini suhu tersebut dapat dicapai dalam waktu 250 menit. Dengan demikian maka sistem cold storage  ini dapat dipertimbangkan sebagai alternatif aplikasi pendinginan untuk ikan yang kurang cocok dengan media pendingin air laut. Sistem ALREF dapat menjadi multifungsi dan lebih efektif jika digunakan.


Penulis : Ahmat Fauzi - LRMPHP


Senin, 06 Desember 2021

Membedakan Jenis ikan yang Mirip dengan Convolutional Neural Network

Membedakan jenis ikan

Cara paling mudah untuk membedakan dua anak kembar adalah dengan memanggil namanya. Namun apa jadinya membedakan ikan yang berbeda spesies namun memiliki bentuk fisik yang sangat mirip bagi masyarakat awam. Dua jenis ikan yaitu Rastrelliger kanagurta dan Rastrelliger brachysoma memiliki bentuk fisik yang hampir sama dan kebanyakan masyarakat awan akan sulit untuk membedakanya. LRMPHP berhasil membedakan dua jenis ikan tersebut menggunakan metode image classification dalam sebuah paper berjudul “Classification of Rastrelliger kanagurta and Rastrelliger brachysoma using Convulational Neural Network” yang telah disampaikan pada acara Engineering International Conference ke-10 oleh Universitas Negeri Semarang pada tahun 2021. 

Rastrelliger kanagurta dan Rastrelliger brachysoma (Gambar 1) merupakan komoditas ikan yang penting terutama di sekitar Laut Jawa. Ikan jenis ini dimanfaatkan untuk konsumsi, karena cukup digemari di masyarakat. Sulitnya membedakan dua jenis ikan ini dijadikan sebagai latar belakang kegiatan penelitian ini dengan mencoba metode image classification sebagai jalan keluarnya.

Gambar 1. a. Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta); b. ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)

Dua jenis ikan tersebut diperoleh dari TPI di wilayah Kabupaten Pekalongan. Setidaknya 217 ekor untuk setiap jenis dijadikan sebagai data latih. Ikan tersebut difoto di ruang yang telah dikondisikan secara khusus terutama pencahayaan dan latar belakang gambarnya. Selanjutnya data latih tersebut di training menggunakan Empat arsitektur Convolutional Neural Network (CNN) yang berbeda yaitu CNN1 (CNN dengan dua lapisan convulasi), CNN2 (CNN dengan tiga lapisan convulasi), CNN3 (CNN dengan empat lapisan convulasi) dan CNN4 (CNN dengan lima lapisan convulasi). Selama training data set digunakan 35 epoch.  

Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa arsitektur CNN 3 mendapatkan hasil paling baik dibandingkan dengan arsitektur CNN lainnya dengan nilai akurasi, sensitifitas dan spesivitas adalah 0,94 ; 1 ; 0,875. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa 100 ekor ikan yang dideteksi oleh arsitektur CNN 3 memberikan hasil 94 ikan dijawab dengan benar. Jadi, apakah metode ini bisa menggantikan pemanggilan nama seperti membedakan anak kembar diatas ?? sayangnya ikan tidak akan menyahut ketika dia dipanggil.


Penulis : Koko Kurniawan - LRMPHP

Selasa, 23 November 2021

Karakteristik Teknis Pengeringan Nori Dari Campuran Ulva lactuca dan Gracilaria

Nori (Sumber : https://www.tribunnewswiki.com/2021/07/07/nori-rumput-laut-kering)

Sepertinya kita akan mengenal jenis makanan berbentuk lembaran, terbuat dari rumput laut dan memiliki citarasa sedikit asin dan gurih. Nori adalah jawabannya, jenis makanan ini sebenarnya berasal dari pesisir Asia Timur dan terbuat dari jenis rumput laut Pophyra sp, yang merupakan jenis rumput laut endemik di wilayah tersebut. Karena terbuat dari jenis rumput laut endemik, maka negara yang mampu memproduksi nori menjadi produsen utama. Sehingga nori menjadi sebuah komoditas makanan yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi atau bahasa sehari hari bisa dikatakan cukup mahal.

Berbagai usaha untuk meniru nori yang ada dipasaran telah dilakukan salah satunya dengan mengganti bahan rumput laut Porphyradengan Ulva lactuca dan Gracilaria seperti yang dilaporkan dalam sebuah artikel yang berjudul  Engineering analysis in manufacturing process on nori made from mixture of Ulva lactuca and Gracillaria yang telah diterbitkan dalam IOP Conference Series, 3rd International Symposium on Agricultural and Biosystem Engineering. Paper tersebut menitik beratkan pada pembahasan cirikhas yang terjadi selama pengeringan nori seperti bagaimana pola pengeringannya dan penerapan model pengeriangan. Mungkin sedikit pertanyaan bahwa, apa menariknya kita mengetahui pola pengeringan? Bahwa dengan mengetahui pola pengeringan suatu produk maka kita akan bisa tahu perubahan yang terjadi selama proses pengeringan. Sehingga akan dapat dibuat sebuah produk yang sesuai dengan yang diharapkan.

Untuk membuat sebuah nori imitasi diperlukan campuran rumput laut lokal dengan perbandingan komposisi 97% Ulva lactuca dengan 3% Gracilaria yang diproses melalui tiga tahapan. Pertama adalah persiapan, dilakukan dengan membersihkan rumput laut dari kotoran yang menempel dan merendam Gracilaria dengan cuka selama 6 jam. Kedua adalah pencampuran, dilakukan dengan blender dengan menambahkan 8x bagian air bersih. Dan ketiga adalah pemasakan yang dilakukan menggunakan kompor hingga air menguap setengahnya dan menghasilkan bubur rumput laut. Bubur dikeringakan menggunakan oven dengan tiga suhu yang berbeda, yaitu 50 C, 60 C dan 70 C. Empat model pengeringan digunakan untuk mengevaluasi ketiga suhu pengeringan tersebut yaitu Henderson dan Pabis, Lewis, Page dan Page modifikasi. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan maka kadar air nori akan semakin rendah. Kadar air ini berhubungan langsung dengan tingkat kerenyahan produk, bahwa produk dengan kadar air lebih yang lebih tinggi akan lebih liat atau alotdalam bahasa daerahnya. Sehingga nori yang dikeringkan dengan suhu yang lebih tinggi maka terasa lebih renyah. Laju pengeringan tertinggi diperoleh pada suhu pengeringan 70 C, sehingga semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan maka semakin cepat pula nori masak. 

Dari semua suhu pengeringan yang dipakai menunjukkan bahwa laju pengeringan tetap lebih mendominasi selama proses pengeringan. Hal ini disebabkan karena kandungan air bebas yang banyak pada bubur rumput laut. Laju pengeringan menurun hanya teramati pada akhir pengeringan dimana ketika kadar air bebas pada bubur rumput laut telah habis. Dari keempat model pengeringan yang dipakai, menujukkan bahwa model pengeringan Page paling mendekati dengan data observasi selama proses pengeringan pada semua suhu pengeringan. Hal ini dikuatan pula dengan nilai  R2 dan RMSE Model Page yang lebih baik dibandingkan model lainnya. Nilai R2 dan RMSE dapat dilihat pada Tabel 1 dan secara visual grafik perbandingan antara model yang dipakai dan data observasi dapat dilihat pada Gambar 1.


                           Gambar 1. Grafik kadar air dari model pengeringan yang dipakai dan observasi selama pengeringan

(Sumber: Kurniawan K, Bintoro N. 2019. Engineeringanalysis in manufacturing process of norimade from mixture of Ulva lactuca andGracillaria sp. IOP Conf. Series: Earth andEnvironmental Science 355 (2019) 012036.The 3rd International Symposium onAgricultural and Biosystem Engineering6–8 August 2019, South Sulawesi,Indonesia)


Penulis : Koko Kurniawan - LRMPHP

Selasa, 02 November 2021

PENTINGNYA LAJU ALIR AIR PENDINGIN KONDENSOR PADA “CHILLING STORAGE” IKAN DI KAPAL

Chilling storage adalah salah satu usaha untuk menjaga mutu ikan atas kapal menggunakan media pendinginan air atau air laut pada palkah dengan suhu sekitar 0°C yang disebut juga air laut yang direfrigerasi (ALREF) atau refrigerated sea water (RSW). Sistem RSW memiliki beberapa kelebihan seperti potensi kerusakan fisik ikan yang relatif kecil, penurunan suhu yang cepat, serta suhu yang lebih stabil dan merata. Salah satu rancangan termal sistem refrigerasi di atas kapal nelayan yang telah dibuat adalah rancangan Widianto et al (2016) yang dimuat dalam Prosiding Seminar Nasional Hasil Litbang Produk dan BIoteknologi Kelautan dan Perikanan 2016. Secara teknis, rancangan tersebut dapat diaplikasikan pada kapal kecil sebagai alternatif penganti es batu yang lebih menguntungkan. Rancangan berupa rancangan termal mini chilling storage dengan sistem RSW menggunakan sistem kompresi uap dengan komponen utama evaporator, kompresor, kondensor, dan katup ekspansi. 

Kondensor adalah salah satu komponen penting yang berfungsi untuk melepas panas dari sistem. Untuk melepas panas tersebut, kondensor didinginkan dengan air sebagai pendingin dengan debit/laju alir tertentu. Kondensor ini sangat menentukan performansi mesin pendingin. Salah satu faktor penentu kerja kondensor adalah laju alir pendingin. Penelitian tentang laju alir pendingin kondensor ini antara lain dilaporkan oleh LRMPHP tahun 2018 yang dimuat dalam Prosiding Seminar Nasional Perikanan UGM Tahun 2018. Hubungan antara laju alir air pendingin kondensor dengan performansi (COP) chilling storage pada kapal kapasitas sampai 1,3 ton telah dipelajari. Serangkaian pengujian chilling storage telah dilakukan di Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan dengan variasi laju alir air pendingin kondensor 0,6 dan 0,9 liter/detik. Bahan dan peralatan yang digunakan adalah  910 liter air garam 3,5% dan rangkaian simulasi sistem chilling storage dengan sistem RSW seperti pada Gambar 1. Sistem RSW  mendinginkan air garam di dalam palkah yang ditargetkan menjadi suhu 0 sampai -1 ºC. Rangkaian peralatan chilling storage meliputi mesin pendingin kompresi uap kompresor 3 hp, kondensor 25 kW berpendingin air, katup ekspansi 15 kW dan palkah volume 2,05 m3 dengan pipa evaporator. Kondensor menggunakan tipe shell and tube  dengan kapasitas 25 kW untuk refrigeran R-22 berpendingin air. Air pendingin kondensor disirkulasi dengan pendinginan udara. Pengujian dilakukan pada chilling storage selama 8,5 jam.

Rangkaian alat pendingin chilling storage dan sistem air pendingin kondensor (atas), bawah: palkah (kiri) dan kondesor (kanan)

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kecepatan penurunan suhu air pada laju alir air 0,6 dan 0,9 liter/detik masing-masing adalah 3,0 dan 3,1 oC/jam. Sedangkan Kecepatan penurunan suhu udara pada laju alir 0,6 dan 0,9 liter/detik masing-masing adalah 3,20 oC/jam dan 3,32 oC/jam. 

Grafik penurunan suhu air (kiri) dan udara (kanan) terhadap waktu

Hasil pengujian laju alir air pendingin kondensor menunjukkan bahwa pada 0,9 liter/detik kecepatan rata-rata penurunan suhu air palkah 3,1 oC/jam, lebih tinggi 0,1 oC dibanding pada debit 0,6 liter/detik 3,0 oC/jam. Daya kompresor yang dibutuhkan pada 0,9 liter/detik sebesar 2,80 kW lebih kecil 0,01 kW dibandingkan pada 0,6 liter/detik sebesar 2,81 kW. Beban pendinginan (Wk) dan beban kalor kondensor (Qc) pada 0,9 liter/detik juga lebih besar masing-masing 0,1 kW yang menunjukkan bahwa penyerapan dan pembuangan panas lebih besar/efektif. Sehingga COP pada 0,9 liter/detik juga lebih besar sebesar 1,25 dibandingkan pada 0,6 liter/detik sebesar 1,23. 

Peningkatan kalor kondensor yang dilepas (Qc) ini berhubungan dengan angka perpindahan panas pada sisi pipa/sisi air pendingin kondesor (hi). Kenaikan laju alir mengakibatkan hi mengalami kenaikan sehingga angka perpindahan panas total (Utotal) kondensor juga naik. Kenaikan Utotal membuat panas yang dibuang kondensor lebih besar. Tekanan dan suhu kondensor yang turun membuat daya kompresor (Wk) juga menurun. Kombinasi dari kenaikan Qc dan penurunan Wk menghasilkan COP yang lebih tinggi / performansi yang lebih baik. Hasil pengujian secara umum menunjukkan bahwa laju alir 0,9 liter/detik menghasilkan performa yang lebih baik. Suhu air kondensor yang semakin tinggi maka tekanan dan daya kompresor akan naik pula. Sehingga perlu dijaga suhu air pendingin kondensor serendah mungkin. 


Penulis : Ahmat Fauzi - LRMPHP


Selasa, 03 Agustus 2021

Peneliti LRMPHP Raih Pemakalah Terbaik Pada Semnaskan-UGM XVIII 2021

Sertifikat pemakalah terbaik yang diraih peneliti LRMPHP

Peneliti Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan Bantul, Ahmat Fauzi meraih Pemakalah Terbaik dalam Seminar Nasional Tahunan XVIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan 2021 yang diselenggarakan oleh Departemen Perikanan, Fakustas Pertanian, Universitas Gadjah Mada secara daring pada 26 - 27 Juli 2021 dengan platform Zoom. Semnaskan-UGM XVIII ini merupakan agenda tahunan sebagai wahana berbagi ilmu pengetahuan dan teknologi hasil penelitian dari para peneliti di Indonesia dalam rangka penyebarluasan informasi untuk dapat diterapkan dan diintegrasikan dalam kegiatan pengembangan sektor perikanan dan kelautan.

Pada Semnaskan-UGM XVIII 2021, pemakalah yang registrasi secara online mencapai 150 peserta, baik kalangan akademisi maupun instansi pemerintah. Ahmat Fauzi merupakan salah satu dari lima peneliti LRMPHP yang mempresentasikan karya tulis ilmiah (KTI) secara oral. Keikutsertaan peneliti LRMPHP ini selain untuk meningkatkan kompetensi dan wawasan, juga untuk mempublikasikan hasil karya tulis ilmiah (KTI). 

Ahmat Fauzi terpilih menjadi pemakalah terbaik atau best presenter pada kelompok panel kategori bidang Penangkapan Ikan-Kelautan-Biologi Perikanan. Pada bidang ini terdapat 15 makalah yang dipresentasikan secara oral. Selain itu masih ada beberapa kategori bidang lain yang dipresentasikan dalam Semnaskan-UGM XVIII 2021 yaitu bidang Genetika dan Pembenihan, Nutrisi - Pakan, Rekayasa Budidaya dan Kesehatan Ikan, Manajemen Sumber Daya Perikanan, Sosial Ekonomi Perikanan, Mutu dan Keamanan Pangan, Pasca Panen dan Bioteknologi, Rekayasa Budidaya Perikanan, Kesehatan Ikan, Manajemen Sumber Daya Perikanan - Penangkapan Ikan, Sosial Ekonomi Perikanan - Biologi Perikanan, dan Mutu Keamanan Pangan - Pasca Panen.

Pada Semnaskan-UGM XVIII, Ahmat Fauzi mempresentasikan KTI berjudul “PENGUJIAN SISTEM ALREF SEBAGAI COLD STORAGE UNTUK PEYIMPANAN IKAN PADA KAPAL NELAYAN 10-15 GT” yang ditulis bersama Tri Nugroho Widianto. Dalam paparannya, penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan mutu ikan setelah penangkapan dan transportasi di atas kapal nelayan dengan metode pendinginan. Penerapan metode pendinginan yang digunakan adalah sistem ALREF (air laut yang direfrigerasi) untuk penyimpanan ikan pada kapal 10-15 GT. Komponen utama sistem ALREF adalah palka, evaporator, kondensor, kompresor, refrigerant dan katup ekspansi. 

Penelitian yang dilakukan Ahmat Fauzi bersama Tri Nugroho Widianto ini bertujuan untuk mendapatkan performansi suhu ruang palka pada sistem ALREF dengan pengujian media dingin berupa udara (sistem cold storage). Perlakuan yang dilakukan yaitu pengujian sistem cold storage pada sistem ALREF sampai suhu udara palka mencapai sekitar -18 °C. Pengujian dilakukan pada kondisi palka tanpa beban dengan parameter pengamatan yaitu suhu udara yang didinginkan di dalam palka pada 5 titik, arus/daya listrik yang dibutuhkan, tekanan dan suhu kondensor dan tekanan dan suhu evaporator. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sistem ALREF dapat mendinginkan ruang palka sampai -18 °C dalam waktu 250 menit. Kecepatan pendinginan udara pada 5 titik berkisar 10,92 - 11,37 °C/jam dengan rata-rata 11,23 °C/jam. Daya listrik aktual 2,42 kW dan daya kompresor 1,83 kW. Berdasarkan hasil pengujian di atas, sistem ALREF dapat digunakan sebagai cold storage hingga suhu -18 °C sebagai alternatif penyimpanan pada ikan yang kurang cocok dengan media pendingin air laut.

 


Senin, 26 Juli 2021

SENJATA RAHASIA NINJA HATTORI DI DALAM "BOWL CUTTER"

Kalau menyaksikan film “Ninja Hattori” ada sebuah senjata rahasia yang disebut “SHURIKEN” yang menjadi senjata andalan dalam menaklukkan lawanya. Senjata tersebut berupa mata pisau terbuat dari logam yang dibentuk seperti bintang  yang biasanya terdiri dari lima buah mata pisau yang dapat dilempar untuk melumpuhkan musuh-musuhnya. Seperti halnya Ninja, bowl cutter juga mempunyai senjata rahasia yang tersembunyi di bawah penutup mangkuk. Bowl cutter (Gambar 1)  adalah mesin pencacah sekaligus pengaduk adonan yang biasa dipergunakan pada proses pembuatan bakso maupun produk fish jelly lainya. Bowl cutter yang ada di pasaran dapat digunakan untuk mencincang daging dan sayuran serta dapat pula digunakan untuk membuat adonan bakso, sosis maupun nugget. Komponen utama bowl cutter adalah bilah pisau dan motor penggerak. Bilah pisau (Gambar 2) berfungsi untuk mencacah daging sedangkan motor penggerak berfungsi untuk menggerakkan mangkuk dan bilah pisau secara bersamaan. 

Gambar 1. Bowl cutter (Sumber : www.astromesin.com)

Pada tahun 2016, Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan (LRMPHP) telah mendesain sekaligus mensimulasi bilah pisau pada bowl cutter khususnya dalam rangka untuk mendapatkan jumlah mata pisau dan lama pengadonan untuk pembuatan nugget ikan menggunakan alat tersebut.  Terkait dengan jumlah dan bentuk mata pisau tentunya akan sangat tergantung dengan peruntukanya. Pada penelitian tersebut yang diungkap adalah desain bilah pisau bowl cutter untuk produksi nugget ikan. Penelitian tersebut telah dilaporkan oleh Widianto, dkk., pada Jurnal Pasca Panen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan pada tahun 2016. Pada penelitian tersebut didesain duan buah bentuk mata pisau melengkung dan lurus dengan masing masing terdiri dari tiga dan enam buah bilah pisau. Desain bilah pisau melengkung mempunyai bentuk ± 3/8 lingkaran dengan panjang 80 mm dari sisi luar dudukan. Lebar bilah pisau sebesar 22 mm dengan tebal 3 mm. Radius putar bilah pisau dari pusat poros sebesar 130 mm. Kelengkungan bilah pisau mempunyai radius 50 mm dengan sisi tajamnya terletak pada lengkung bagian luar. Sudut ketajaman sekitar 120 pada salah satu sisi bilah pisau. Desain bilah pisau lurus mempunyai spesifikasi dan dimensi sama dengan desain pisau melengkung kecuali pada radius kelengkungan sebesar 75 mm serta ujung bilah pisau dibengkokkan dengan sudut 300 dengan jarak yang dibengkok 25 mm dari ujung bilah pisau. Material bilah pisau terbuat dari plat SS 304, sedangkan dudukan bilah pisau menggunakan bahan teflon.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa desain bilah pisau terbaik adalah 3 buah bilah pisau melengkung dengan lama pengadonan 8 menit. Nugget yang dihasilkan pada kondisi tersebut mempunyai kadar air 54,2 %, tektur sebesar 12,6 N, susut masak 16,7 %, WHC 32,9 %, nilai organoleptik lebih dari 7 dan biaya operasional listrik sebesar Rp. 2.700,-/100 kg adonan. 

Gambar 2. Bilah pisau pada Bowl cutter (Sumber : Widianto, dkk., 2016)


Penulis : Tri Nugroho W. - LRMPHP


Rabu, 21 Juli 2021

Potensi Penggunaan Microwave untuk Ekstraksi Karaginan

Ilustrasi Karaginan (Sumber : https://rico.com.ph/products/pure-carrageenan/)

Indonesia yang sebagian besar wilayahnya berupa kepulauan memiliki komoditas kelautan dan perikanan yang melimpah, salah satunya adalah rumput laut. Berdasarkan Laporan Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Tahun 2017 produksi rumput laut Indonesia mencapai 10,81 juta ton. Tetapi hampir sekitar 80% produksi tersebut hanya dijual dalam bentuk bahan baku tanpa ada proses pengolahan lebih lanjut sehingga memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. 

Salah satu diversifikasi produk rumput laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi adalah karaginan yang diperoleh dari proses ekstraksi rumput laut. Karaginan adalah polisakarida linear berupa galaktan tersulfatasi yang diekstrak dari rumput laut merah (Rhodophyceae). Tiga jenis karaginan komersial yang paling penting adalah karaginan iota, kappa, dan lambda. Dikutip dari Polymers 3 yang disampaikan oleh Kadajji & Betageri (2011), pengguaan karaginan cukup luas baik untuk produk pangan maupun non pangan. Karaginan larut dalam air panas dan air dingin sehingga dapat digunakan sebagai pengental dan penstabil pada minuman dan makanan. Pada produk non pangan karaginan bisa digunakan sebagai coating, pengental, pembentuk gel pada produk kosmetik, farmasi, cat dan lain sebagainya.

Proses pengambilan atau ekstraksi karaginan merupakan kunci diperolehnya produk karaginan yang baik. Diperoleh dari beberapa sumber kualitas dan rendemen karaginan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Asikin et al (2015) dalam Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis menyampaikan bahwa kualitas karagenan tidak hanya dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan, tetapi juga oleh konsentrasi pelarut yang digunakan. Selain itu seperti disampaikan Wenno et al (2012) dalam Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan bahwa umur panen rumput laut juga merupakan faktor penting yang menentukan kualitas karaginan.

Secara umum, ekstraksi karaginan dari rumput laut memerlukan beberapa tahapan, yaitu proses perendaman, ekstraksi, pemisahan karaginan dengan pelarut, dan kemudian pengeringan karaginan. Setiap tahapan proses ini akan mempengaruhi jumlah dan kualitas karaginan. Kendala yang dialami pada proses ekstraksi karaginan konvensional salah satunya adalah membutuhkan waktu yang lama dan rendemen yang dihasilkan masih kurang baik. Oleh karena itu diperlukan alternatif metode ekstraksi karaginan, salah satunya yaitu menggunakan teknologi microwave atau gelombang mikro yang sering disebut sebagai Microwave Assisted Extraction (MAE). Skema prinsip kerja ekstraksi berbasis microwave seperti disajikan pada gambar 1.

Gambar 1. Skema mekanisme ekstraksi berbasis microwave (sumber : Wang et al, 2005 dalam Journal of Food Engineering)

Dikutip dari Handbook of microwave technology for food applications yang disampaikan oleh Datta & Anantheswaran (2001), microwave adalah gelombang elektromagnetik dengan interval frekuensi antara 300 MHz hingga 300 GHz dan panjang gelombang antara 1 mm hingga 1 m. Wray & Ramaswamy (2015) dalam Jurnal Drying Technology menyatakan bahwa frekuensi yang digunakan untuk aplikasi pemanasan microwave yaitu 915 MHz, 2450 MHz, dan 5800 MHz, tetapi yang umum digunakan untuk pengolahan makanan dan khususnya untuk oven microwave adalah 2450 MHz.

Proses ektraksi dengan menggunakan microwave lebih cepat karena pemanasan yang terjadi adalah pemanasan volumetrik. Dikutip dari Momentum (2010) diperoleh informasi bahwa ektraksi berbasis microwave memiliki kelebihan karena memiliki kontrol terhadap temperatur yang lebih baik dibandingkan proses pemanasan konvensional. Selain itu juga memiliki beberapa keunggulan lain, diantaranya adalah waktu ekstraksi yang lebih singkat, konsumsi energi dan pelarut yang lebih sedikit, hasil yang lebih tinggi, akurasi dan presisi yang lebih tinggi.

Beberapa penelitian terkait dengan ekstraksi rumput laut menggunakan microwave telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Delfin et al (2013) yang disampaikan dalam Journal of Applied Phycology. Penelitian dilakukan dengan melakukan ekstraksi karaginan dari rumput laut Hypnea musciformis dengan metode konvensional dan berbasis microvawe. Ekstraksi berbasis microwave menggunakan frekuensi 2450 MHz dengan melakukan beberapa variasi suhu pemanasan. Hasil penelitian diperoleh bahwa meskipun hasil karaginan yang dihasilkan lebih rendah selama ekstraksi, tetapi karaginan yang dihasilkan dengan metode baru ini sebanding dengan yang diekstraksi dengan teknik konvensional. Penelitian lain dilakukan oleh Sjahriza et al (2012) yang disampaikan dalam Prosiding Seminar Nasional Sains V. Dalam penelitiannya dilakukan ekstraksi karaginan dari rumput laut jenis Eucheuma Cottonii menggunakan metode konvensional dan menggunakan microwave. Dari dua metode tersebut dilakukan perbandingan kualitas karaginan yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraksi karaginan menggunakan microwave menghasilkan rendemen yang tinggi dan waktu yang lebih cepat dibandingkan metode konvensional. Berdasarkan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dan dikembangkan hasilnya menunjukkan bahwa metode ekstraksi karaginan berbasis microwave memiliki potensi yang cukup baik.


Penulis : Wahyu Tri Handoyo - LRMPHP