SIARAN PERS - KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
JAKARTA (11/6) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) untuk laporan keuangan tahun 2018. Opini tersebut disampaikan langsung oleh Anggota IV BPK RI Rizal Djalil kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudijastuti dalam acara Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI atas Laporan Keuangan KKP Tahun 2018 di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Selasa (11/6).
Turut hadir dalam acara tersebut pejabat eselon 1 KKP, Koordinator Staf Khusus Satgas 115, pejabat eselon 2 KKP dan BPK-RI, Direktur Badan Layanan Umum (BLU) – Lembaga Pengelola Moda Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP), serta para kepala bagian keuangan dan umum di lingkungan KKP.
“Saya mengucapkan selamat. Tahun ini Kementerian Kelautan dan Perikanan mendapatkan opini terbaik,” ucap Rizal dalam sambutannya.
Ia menyampaikan, capaian ini tak lepas dari peningkatan realisasi anggaran yang dikelola oleh para pejabat komitmen di KKP. Tak hanya dari segi realisasi belanja, BPK RI juga mencatat perkembangan yang signifikan di bidang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Rizal menilai, hal ini tak luput dari peningkatan ketersediaan sumber daya ikan berkat ketegasan Menteri Susi Pudjiastuti yang mengambil tindakan-tindakan tegas dalam menjaga laut Indonesia.
“Kami berharap, PNBP ke depan juga bisa lebih meningkat lagi seiring dengan masifnya, makin tersedianya sumber daya perikanan kita di laut kita karena tindakan-tindakan yang memang harus kita lakukan berdasarkan hukum kita,” ujarnya.
BPK Dorong KKP Belanja Modal
Rizal menambahkan, pihaknya mendorong agar KKP terus memperbesar belanja modal bagi masyarakat untuk mendorong kesejahteraan, yang akan turut berimbas pada meningkatnya penerimaan negara.
“Saya mendorong sepenuhnya Ibu Menteri dengan jajarannya agar belanja modalnya diperbesar sehingga kapasitas kita mendorong masyarakat lebih sejahtera, mendorong penerimaan negara menjadi lebih meningkat makin besar juga,” ucapnya.
Para pejabat pembuat komitmen, menurutnya, tidak boleh takut untuk melakukan belanja modal. Ia menjelaskan bahwa belanja modal adalah ruang yang diberikan oleh negara untuk memperbanyak aset dan kapasitas negara untuk mengelola sumber daya, termasuk menyejahterakan masyarakat.
Berkaca dari opini disclaimer yang didapatkan oleh KKP pada tahun-tahun sebelumnya, ia mendorong agar para pejabat pembuat komitmen tidak menjadikannya sebagai kekhawatiran melainkan sebagai pengalaman semata agar selanjutnya dapat melakukan koordinasi yang lebih baik dengan BPK.
Apresiasi Presiden Jokowi
Di akhir sambutannya, Rizal menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo turut senang dengan pencapaian WTP yang berhasil diraih oleh KKP tahun ini.
“Saya juga mendengar bahwa Pak Jokowi (walaupun) saya kebetulan tidak hadir di istana waktu itu, beliau senang KKP sudah mendapatkan WTP. Jadi, selamat,” katanya.
Sementara itu, Menteri Susi mengucapkan terima kasih kepada BPK-RI yang berkenan langsung mengunjungi KKP dan membawa berita baik. Hasil ini menjadi buah manis dari upaya-upaya yang terus dilakukan KKP dalam memperbaiki opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer) yang didapatkan di tahun-tahun sebelumnya.
“Saya rasa seluruh kementerian, baik eselon 1, 2, 3, dan staf itu setahun ini dag-dig-dug terus Pak semuanya. Saya bilang, ya kalian yang melaksanakan program-program pemerintah ya bagaimana kok bisa disclaimer. Pasti ada yang salah. Kalau tidak ada yang salah kan tidak mungkin seperti itu. Ya saya bilang terus perbaiki, lanjut perbaiki. Terbukti, hasilnya pun dapat dirasakan tahun ini,” tuturnya.
Meningkatnya PNBP
Menteri Susi menyatakan bahwa capaian itu tak lepas dari upaya KKP untuk terus melakukan efisiensi anggaran dalam empat tahun terakhir. Salah satunya, melalui kebijakan Susinisasi yaitu pembuangan kata-kata bersayap dalam nomenklatur anggaran untuk membuat anggaran yang tepat guna. Hasilnya, dalam empat tahun terakhir KKP dapat mengembalikan Rp9,3 triliun kepada negara. Selain itu, PNBP dan pajak juga turut meningkat.
“PNBP naik dari Rp150 miliar saat awal saya menjadi menteri, sekarang sudah jadi Rp600 miliar lebih. Pajak juga naik dari sebelumnya tak sampai Rp300 miliar, sekarang sudah Rp1,5 triliun,” ucapnya.
Menteri Susi mengakui bahwa masih banyak PR yang harus dilakukan dalam efisiensi dan efektivitas anggaran. Hal ini akan terus diupayakan oleh KKP ke depannya.
“Saya akui, dari sisi anggaran dan efektivitasnya masih banyak kita bisa perbaiki. Kemudian efisiensinya tentu saja juga pasti kita bisa perbaiki. Efektivitas ini sangat penting karena ini nanti yang akan menjadi ujung tombak daripada produktivitas perikanan kita,” ucapnya.
Imbau Pelaku Usaha Tingkatkan Keterbukaan
Dalam kesempatan itu, Menteri Susi juga menanggapi berkembangnya pendapat yang menilai proses perizinan di KKP. Ia menjelaskan bahwa dalam setahun terakhir pihaknya memang melakukan tata kelola perizinan untuk meningkatkan kejujuran dan kepatuhan dari para pelaku usaha. Pasalnya, banyak pengusaha yang memiliki banyak kapal tetapi hanya mendaftarkan sebagian kecil dari kapal yang dimilikinya.
“Ternyata, dari beberapa investasi kita itu banyak pengusaha punya kapal 20, yang dikasih izin cuma 2 atau 3. Dan kecenderungannya bukan hanya satu orang, hampir semuanya seperti itu yang punya kapal di atas lima. Pasti yang disembunyiin juga lebih dari lima, Pak. Mereka tukar-tukar saja VMS-nya (Vessel Monitoring System) satu sama lain,” jelasnya.
Guna mengatasi hal itu, saat ini KKP bersikap tegas untuk memperbaiki tata kelola perizinan. “Jadi ya bukan dipersulit, memang saya tidak mau kasih kalau kalian tidak jujur, saya bilang,” tegas Menteri Susi.
Ia mengimbau agar para pelaku usaha meningkatkan kepatuhan pelaporannya secara bertahap seiring dengan meningkatnya ketertelusuran (traceability) perikanan global.
Restrukturisasi Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Menteri Susi menjelaskan, saat ini ia tengah mengupayakan restrukturisasi ekonomi kelautan dan perikanan agar memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan. Salah satunya ialah dengan mendorong perubahan industri yang selama ini bersifat ekstraktif menjadi produktif.
Dalam sektor perikanan, ia mendorong agar para pelaku usaha menjual produk ekspor berupa ikan hidup dan ikan yang sudah diproses (after-processed), yang memiliki nilai jual lebih tinggi dibandingkan ikan whole raw.
“Nah, ini yang saya coba untuk membawa KKP nanti mengarahkan perdagangan di Indonesia ini hanya bisa mengekspor after-processed dan ikan hidup/segar. Karena kalau whole raw itu masih bisa diekspor, tidak ada nilai tambah,” jelasnya.
Selain itu, Menteri Susi juga berharap agar rantai logistik Indonesia diefisiensikan dengan membangun lebih banyak lagi pelabuhan-pelabuhan hub dan rute pelayaran untuk menciptakan konektivitas yang baik.
Ia juga tengah terus mendorong pemerataan antara pengusaha besar dan nelayan kecil dengan memperkuat nelayan pesisir.
“Dari 4.500 kapal besar, pemiliknya hanya kurang lebih 20-30 orang. Nah ini yang harus kita seimbangkan karena kalau tidak, nanti akan ada ketimpangan-ketimpangan. Itu yang tidak kita inginkan. Saya ingin memperkuat nelayan pesisir,” ucapnya.
Hal itu salah satunya dilakukan melalui pemberian bantuan kapal kepada para nelayan, sebagaimana yang telah dilakukan selama ini. Dengan opini WTP yang telah didapatkan oleh KKP tahun ini, Menteri Susi berharap agar program pemberian kapal dapat dilanjutkan dengan lebih baik lagi.
“Saya berharap, dengan bimbingan BPK, kita bisa kembali lagi memimpin KKP untuk mengadakan ‘kapalisasi’. Kapal-kapal kecil saja, tidak perlu kapal-kapal besar. Karena kalau kapal besar juga biasanya masyarakat tidak mampu untuk mengoperasionalkan dalam hal financing, Pak,” ujarnya pada Rizal yang hadir dalam kesempatan itu.
Guna mendukung tercapainya berbagai tujuan tersebut, Menteri Susi berharap agar BPK dapat turut mendukung KKP untuk mencapainya.
“Saya berharap, BPK akan menjadi salah satu supporter KKP dalam menuju pola pengelolaan sumber daya alam yang renewable untuk keberlanjutan dan pola industri yang tidak esktraktif,” tutupnya.
Lilly Aprilya Pregiwati
Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri