PELATIHAN

LRMPHP telah banyak melakukan pelatihan mekanisasi perikanan di stakeholder diantaranya yaitu Kelompok Pengolah dan Pemasar (POKLAHSAR), Kelompok Pembudidaya Ikan, Pemerintah Daerah/Dinas Terkait, Sekolah Tinggi/ Universitas Terkait, Swasta yang memerlukan kegiatan CSR, Masyarakat umum, dan Sekolah Menengah/SMK

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Kerjasama

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Selasa, 31 Maret 2020

Teknologi Baru Pembekuan Produk Perikanan


Proses pembekuan bertujuan untuk mengurangi pertumbuhan bakteri dan laju reaksi ezim dengan merubah air dalam tubuh ikan menjadi butiran es pada suhu -10 oC atau lebih rendah. Ada 4 metode pembekuan ikan yang dikenal umum selama ini yaitu (a) blast freezing, udara dingin (- 40 oC) dialirkan ke ikan dengan kecepatan tertentu dalam suatu ruang maupun konveyor ; (b) contact freezing yaitu ikan diletakkan secara langsung pada permukaan logam dingin; (c) cryogenic freezing yaitu ikan dibekukan dengan cara disemprot dengan nitrogen cair dan (d) immersion freezing yaitu ikan atau produk perikanan direndam dalam larutan super dingin.

Meskipun teknologi pembekuan cepat telah dikembangkan selama bertahun-tahun, kerusakan pada makanan beku dan penurunan kualitas tidak bisa dihindari. Hal tersebut dikarenakan sel-sel dalam bahan makanan hancur dan bahan makanan menjadi kering atau teroksidasi akibat pembekuan. Lalu, apakah ada teknologi pembekuan untuk mengatasi masalah tersebut. Menurut Javier Borderías dan Helena M. Moreno dalam bukunya berjudul Recent Advances in Seafood Technology an Overview tahun 2018 menjelaskan beberapa teknologi pembekuan dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut.

Pressure Shift Freezing
Pada metode ini, peralihan dari molekul air ke es dilakukan dalam kondisi tekanan isostatik tinggi (lebih dari 100 MPa), ikan selanjutnya akan menjadi beku (- 22 oC) dan lalu tekanan dilepas untuk menginduksi nukleasi melalui produk. Pelepasan tekanan bisa cepat maupun lambat. Pelepasan tekanan secara cepat, akan menghasilkan derajat pembekuan lebih tinggi dan sebaliknya. Metode ini mampu menjadikan tekstur ikan beku tidak banyak berubah. Namun tekanan yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kerusakan pada protein. Sehingga perlu diketahui tekanan optimum dari suatu produk perikanan.     
Gambar 1. Skema pressure shift freezing
(Sumber : Jia You et al. 2016 dalam jurnal High pressure processing of food)

Impingement Freezing
Prinsip kerja dari metode ini adalah penyemprotkan hembusan udara dingin sangat cepat (20-30 m.s-1) dari atas dan bawah secara langsung  secara langsung ke permukaan ikan. Hembusan dari semprotan akan membuka gas pada lapisan luar ikan, hal ini akan menyebabkan terjadinya turbulensi gas di permukaan ikan sehingga pertukaran panas menjadi sangat efektif. Metode ini sangat sesuai untuk produk olahan ikan yang tidak tebal ( ± 2 cm) misalnya filet. Produk yang sudah sukses dibekukan dengan metode ini adalah filet ikan dan udang, dengan parameter drip loss yang rendah serta analisa sensori yang bagus. Saat ini Impingement technology sudah dipasarkan dibeberapa Negara.  
Gambar 2. Impingement Freezing
(Sumber : 
Albrecht macinery.com)
Magnetic Freezing
Teknologi pembeku yang menghasilkan medan magnet di sekitar bahan makanan dengan menggunakan gelombang medan magnet berfrekuensi rendah dan beberapa jenis energi yang lemah. Dengan menggabungkan CAS (cells alive system) freezer, molekul-molekul air dalam bahan makanan menjadi beku seketika sehingga teknologi ini mampu meminimalkan kerusakan pada sel-sel. Dengan menggunakan medan elektromagnetik dan getaran mekanik, teknologi ini berhasil membatasi pembentukan kristal es yang menghancurkan sel serta tekstur bahan makanan ketika proses pembekuan. Energi yang tercipta dari teknologi magnetic freezer membuat kandungan air bergetar, lalu mencegah berkumpulnya molekul air dan menjaga mereka di bawah kondisi pembentukan kristal es berukuran kecil. Karena kristal esnya berukuran kecil, membran sel terhindar dari kerusakan dan kesegaran asli dari bahan makanan bisa dipulihkan setelah pencairan. 
Gambar 3. Skema magnetic freezing
(Sumber : https://www.coolingindia.in/magnetic-field-assisted-freezing/)

Hydro-fluidization freezing
Teknologi ini merupakan kombinasi dari immersion freezing dan forced liquid fluidization. Larutan berupa cairan dingin digunakan sebagai bahan pendingin. Cairan tersebut dipompa ke atas melalui lubang atau nozzle ke dalam wadah di mana produk makanan laut dimuat, sehingga menciptakan jet agitasi dan agitasi turbulen produk. Kemudian tercapai koefisien perpindahan panas yang tinggi. Dalam kondisi ini, zona kristalisasi kritis air dalam bahan dengan cepat dilampaui dan ukuran kristal yang terbentuk sangat kecil, mencegah kerusakan jaringan sel. Sistem ini sesuai untuk ikan kecil atau udang tetapi tidak untuk fillet ikan karena lunak, yang bisa merusak daging ikan.

Gambar 4. Skema hydro-fluidization freezing


Penulis : Arif Rahman Hakim, Peneliti LRMPHP


Penerapan Solar Energy di Bidang Perikanan Budidaya


Budidaya perikanan merupakan salah satu sektor perikanan yang produksinya berkembang pesat saat ini dan merupakan penghasil protein dan nutrisi yang murah. Pada beberapa tahun terakhir sektor budidaya booming disaat perikanan tangkap mengalami penurunan. FAO tahun 2018 melaporkan produksi tahunan perikanan budidaya sebesar ± 80 juta ton di seluruh dunia. Saat ini biaya pakan, obat, listrik, gaji dan bahan bakar adalah problem utama sector budidaya. Sebagai contoh pada budidaya udang intensif, pengadaan BBM dan listrik menjadi biaya terbesar kedua setelah pakan. Jika penggunaan renewable energy bisa diterapkan tentu biaya tersebut bisa ditekan.

Energi terbarukan adalah energi yang berasal dari proses alami dan bisa terus diperbaharui. Energi ini meliputi sinar matahari, panas bumi, angin, arus laut, air dan berbagai jenis biomasa. Energi terbarukan juga sering disebut sebagai clean energy atau green energy karena tidak mengeluarkan polusi ke lingkungan. Sehingga penggunaan energy terbarukan di bidang perikanan budidaya akan mengurangi biaya produksi dan meningkatkan keberlanjutannya. Diantara sumber energi terbarukan yang bisa diterapkan di sektor bududaya ialah energi sinar matahari (solar energy).

Solar energy ialah energi yang dipancarkan oleh matahari yang berupa radiasi gelombang elektromagnetik. Agar bisa dimanfaatkan sebagai energi suatu alat mekanik, radiasi harus dikonversi menjadi energi panas maupun energi listrik. Di sektor budidaya solar energy bisa digunakan dalam beberapa cara:

a. Solar power generator:
Suatu kolam budidaya membutuhkan pompa dan aerator untuk suplai oksigen, mengalirkan dan menyaring air. Pada metode ini sinar matahari dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik dan dikenal sebagai photovoltaic. Komponen utama untuk menangkap energi yang disebut panel surya bisa dipasang diatas kolam, listrik yang dihasilkn lalu disimpan dalam baterai kemudian bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk aerator, pompa, lampu penerangan dan automatic feeder. Contoh penggunaan solar power generator ditampilkan pada Gambar 1. 

Gambar 1. Photovotaic di kolam ikan
(Sumber : Bharathi et al, 2019, Aqua International)


b. Solar water heat system:
Pada metode ini, sinar matahari dimanfaatkan energi panasnya (thermal) sebagai energi panas. Dalam budidaya ikan/udang, laju pertumbuhan ikan akan lebih tinggi pada air hangat dibandingkan air dingin terutama udang usia larva hingga post larva, karena laju metabolism akan berlangsung lebih optimal pada air bersuhu hangat. Pada kolam-kolam hatchery sering kali digunakan pemanas untuk menjaga atau mengatur suhu air. Di beberapa tempat yang budidaya udang nya maju, Thailand dan Hawai, sistem pemanas tenaga surya dipasang bersama dengan pipa-pipa suplai air. Metode lain, sumber air dipanaskan dengan solar energy lalu disimpan dalam suatu tanki (Gambar 2). 
Gambar 2. Skema solar heat system pada kolam ikan
(Sumber : Youngwoon, 2018, Dissertations, University of South Florida)
Keuntungan penggunaan solar energy adalah merupakan energi yang bisa diperbaharui dan gratis, 100% ramah lingkungan, biaya lebih murah dan mengurangi biaya produksi. Sedangkan kekurangannya meliputi memerlukan pemeliharaan terus-menerus, hanya tempat tertentu yang sesuai untuk instalasi solar power, solar energy tidak bisa diproduksi saat malam hari dan baterai penyimpan energi besar dan berat, membutuhkan tempat dan ruang khusus serta penggantian berkala.


Penulis : Arif Rahman Hakim, Peneliti LRMPHP

Senin, 30 Maret 2020

KKP Tingkatkan Kompetensi ASN dengan e-Milea

E-Milea, sarana belajar online bagi ASN KKP (Foto: KKP) 

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Diklat Aparatur (BDA) Sukamandi, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) mengembangkan sistem pembelajaran online, Electronic Millennial Learning aliasn e-Milea.

E-Milea hadir untuk menjawab kebutuhan pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam ranah kediklatan nonklasikal sebagaimana diamanatkan Peraturan Lembaga Administrasi Negara Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pengembangan Kompetensi Pegawai Negari Sipil.
Kepala BRSDM Sjarief Widjaja mengatakan, pengembangan kompetensi ASN melalui e-Milea dibutuhkan agar Indonesia dapat berkompetisi di era revolusi industri 4.0. “Di era revolusi industri 4.0 ini, hampir segala aspek kegiatan manusia menggunakan teknologi. Untuk itu, ASN kita juga harus melek teknologi,” tuturnya.
E-Milea sebenarnya bukanlah hal baru. Sistem pembelajaran online ini sudah mulai digunakan sejak Februari lalu. Sistem ini telah digunakan pada Diklat Dasar Jabatan Fungsional Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir (Diklat Dasar Jabfung PELP) yang diselenggarakan dalam waktu yang cukup panjang.
E-Milea juga saat ini sedang mengembangkan penyelenggaraan diklat-diklat fungsional lainnya sesuai kebutuhan di KKP, diantaranya pengawas perikanan, pengendali hama dan penyakit ikan, pengelola produksi perikanan tangkap, dan sebagainya.
Aplikasi ini juga hadir sebagai solusi media bekerja dari rumah (work from home) bagi ASN KKP di tengah pandemi virus corona (Covid-19), sebagaimana arahan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Sjarief menyebut, sebagai upaya pencegahan penyebaran virus corona, pihaknya telah melakukan perubahan strategi pembelajaran yang semula klasikal menjadi blended learning (pembelajaran campuran).
Di tengah wabah ini, e-Milea telah dimanfaatkan pada penyelenggaraan Diklat Pengangkatan Jabatan Fungsional Arsiparis Tingkat Keterampilan yang berlangsung sejak 9 Maret 2020 hingga 7 April 2020 nanti. Adapun materi pengembangan kompetensi ASN KKP yang telah tersedia di e-Milea di antaranya diklat Budaya Kerja, Pelayanan Publik, dan Kewirausahaan.
Melalui e-Milea, ASN KKP dapat mengikuti diklat secara gratis, memperoleh sertifikat, dan meningkatkan kompetensi melalui berbagai pengetahuan yang disajikan.
Tak kalah penting, pembelajaran online melalui e-Milea dipastikan dapat mendukung terpenuhinya Indeks Profesionalitas (IP) ASN KKP. Sebagaimana diatur dalam Peraturan LAN Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengembangan Kompetensi Pegawai Negeri Sipil Melalui E-Learning, penyelenggaraan e-learning mendapatkan hak dan pengakuan yang sama dengan penyelenggaraan pengembangan kompetensi secara klasikal.
Selain itu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PP Manajemen PNS), yang telah diubah Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2020 telah diatur pengembangan kompetensi bagi setiap PNS dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelatihan (JP) dalam 1 (satu) tahun.
“Adanya e-learning diklat online ini sangat membantu ASN KKP yang tengah bekerja dari rumah. Kita harapkan sistem pembelajaran seperti ini juga dapat membantu mewujudkan SDM Unggul, Indonesia Maju,” ucap Sjarief.
ASN KKP dapat mengakses e-Milea dengan mudah. Cukup dengan mengunjungi laman http://elearning.kkp.go.id, kemudian melakukan pendaftaran dengan menggunakan email KKP yang dimiliki sesuai kebijakan Single Sign On (SSO). Usai aktivasi pendaftaran, ASN dapat masuk dengan menggunakan email dan password yang telah didaftarkan.
Untuk terus mengembangkan sarana peningkatan kompetensi ASN KKP, saat ini, BDA Sukamandi juga tengah mempersiapkan Diklat Tata Naskah Dinas dan Revolusi Mental.
Sjarief berharap, ke depan e-Milea dapat terus dikembangkan melalui berbagai platform digital lainnya.

Sumber : KKPNews

Jumat, 27 Maret 2020

Dissolved Oxygen, Oksigennya Organisme Akuatik

Semua organisme membutuhkan oksigen untuk kelangsungan hidup mereka, kecuali beberapa mikroorganisme yang bersifat anaerob. Organisme akuatik pun membutuhkan oksigen untuk menopang metabolisme mereka, termasuk ikan. Berbeda dengan organisme terestrial yang dapat memanfaatkan oksigen langsung dari udara, ikan hanya bisa memanfaatkan oksigen yang terlarut dalam air. Perbedaan tekanan osmosis antara air dan insang, memungkinkan oksigen terdifusi masuk ke dalam peredaran darah ikan. Ada beberapa spesies ikan yang bisa mengambil oksigen langsung dari udara karena memiliki alat bantu pernafasan, yaitu lele dan gurami, akan tetapi sifatnya hanya membantu fungsi insang bukan menggantikan.

Ketersediaan oksigen terlarut adalah hal yang mutlak untuk organisme akuatik. Dalam perikanan budidaya, terutama untuk komoditas bernilai ekonomis tinggi seperti udang, ketersediaan oksigen ini sangat dijaga. Berdasarkan hasil penelitian Andi Sahrijanna dan Early Septiningsih (2017), mengenai kualitas air pada budidaya tambak udang, oksigen terlarut akan drop di waktu malam hingga titik terendah pada dini hari. Hal ini disebabkan, fitoplankton yang pada siang hari berfotosisntesis menghasilkan oksigen terlarut, melakukan respirasi yang membutuhkan oksigen sehingga terjadi kompetisi antara udang dengan fitoplankton. Sedangkan kebutuhan oksigen terlarut untuk budidaya udang yang optimal berkisar antara 3-6 ppm. Jika pada saat kompetisi tersebut berlangsung tidak ada suplai oksigen tambahan, maka oksigen terlarut dalam tambak akan drop bahkan  hingga 0 ppm sehingga sangat dimungkinkan terjadinya kematian massal udang. Oleh sebab itu, penggunaan kincir di malam hari mutlak diperlukan untuk menunjang kebutuhan oksigen terlarut yang tinggi tersebut. 

Sumber utama oksigen terlarut dalam suatu perairan berasal dari fotosintesis fitoplankton, mikro dan makroalgae yang hidup di perairan tersebut dan proses difusi dari udara bebas. Laju difusi oksigen dari udara bebas ke dalam perairan dipengaruhi oleh suhu air, tekanan udara, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus/gelombang serta kedalaman air. Hubungan masing-masing parameter terhadap oksigen terlarut dapat dilihat pada Tabel 1.


Konsep untuk penambahan oksigen terlarut dalam air dibagi menjadi dua, yaitu aerasi dan agitasi. Aerasi merupakan suatu bentuk proses penambahan udara atau oksigen di dalam air dengan cara membawa air dan udara tersebut ke dalam kontak yang dekat, dengan menyemprotkan udara ke dalam air melalui suatu pori-pori yang kecil sehingga membentuk gelembung udara yang halus serta membiarkannya untuk bisa naik melalui air. Agitasi prinsipnya adalah mengaduk sehingga terbentuk arus/gelombang air yang memercik dengan tujuan memperluas dan memperlama bidang kontak dengan udara sehingga memungkinkan oksigen lebih banyak terdifusi dalam air. Kincir air yang banyak digunakan pada tambak menggunakan konsep agitasi air, sedangkan konsep aerasi banyak dijumpai pada akuarium.

Penulis : Iwan M. Al Wazzan, Peneliti LRMPHP

Pakan Mandiri, Solusi Dampak Ekonomi Akibat Pandemi

Dok. Pakan mandiri , solusi KKP untuk menekan biaya produksi pada perikanan budidaya (Foto: KKP)

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya memastikan kondisi ekonomi UMKM perikanan budidaya tetap stabil di tengah wabah Covid-19. Salah satu yang diandalkan yakni program Gerakan Pakan Mandiri (GERPARI) benar-benar berdampak positif bagi perbaikan Nilai Tukar Usaha Pembudidaya Ikan, khususnya skala kecil.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto di Jakarta, Kamis (26/3). Slamet menegaskan, KKP akan memastikan pembudidaya skala kecil yang jumlahnya mencapai 80% dapat tetap berusaha di tengah ketidakpastian wabah Covid-19.
“Instruksi Presiden jelas, bahwa setiap Kementerian harus melakukan re-focusing program yang secara langsung menjamin daya beli masyarakat tetap terjaga. Kami terjemahkan instruksi tersebut untuk fokus mendorong program yang memberikan efek langsung bagi terciptanya efisiensi produksi. Dengan demikian, nilai tambah tetap didapat dan pada akhirnya daya beli tetap terjaga,” tegas Slamet.
Dia juga menyinggung permasalahan naiknya biaya produksi di kalangan pembudidaya akibat harga pakan pabrikan yang naik. Slamet memperkirakan, jika tidak ada intervensi program yang tepat, pembudidaya bisa kehilangan margin keuntungan sekitar Rp500 hingga Rp700 per kg produksi. Itu dari dampak naiknya harga pakan. Belum lagi menurutnya jika ada tren penurunan harga jual lokal.
“Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar US telah memicu naiknya harga pakan pabrikan. Ini jelas akan memicu biaya produksi juga turut naik, karena 70% komposisi biaya produksi adalah berasal dari pakan. Oleh karenanya, KKP menyarankan pembudidaya skala kecil untuk menggunakan pakan mandiri. Tahun ini kita akan terus dorong agar pakan mandiri ini bisa menjangkau sentra sentra produksi budidaya skala kecil. Disisi lain, ketersediaan bahan baku juga kita akan jamin dengan membangun sistem logistiknya di masing-masing kawasan. Kita akan percepat realisasinya, khususnya dalam mengantisipasi dampak ekonomin wabah Covid-19 ini,” jelas Slamet.
Di tengah wabah Covid-19 ini, kata dia, KKP akan meamstikan stok pangan terjamin dan siklus produksi di hulu tidak terganggu. Selain itu stimulus untuk pakan terus akan didorong dan program gerpari terus digalakan agar menjangkau pembudidaya skala kecil. Slamet memprediksi, wabah Covid-19 ini akan mempengaruhi nilai NTUPi. Pihanya karena itu akan berupaya untuk mengendalikan dampaknya agar tidak terlalu dalam. Salah satunya dengan menstimulus agar input produksi seperti pakan lebih efisien.
Pakan Mandiri Andalan Pembudidaya Skala Kecil
Salah satu produk pakan mandiri yang saat ini telah berhasil tembus pangsa pasar pembudidaya ikan skala kecil yakni pakan yang diproduksi kelompok pakan mandiri TRIMINO di Desa Tlogoweru Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, yang merupakan salah satu binaan dari Balai Besar Budidaya Air Payau (BBPAP) Jepara, salah satu UPT DJPB.
Pakan mandiri yang diberi merk “Jali Lele” ini diperkenalkan sejak dua tahun lalu semakin diminati di kalangan pembudidaya ikan air tawar. Hal ini terbukti dengan semakin tingginya permintaan baik dari Kabupaten Demak maupun di luar daerah seperti Semarang, Kudus, Jepara dan lainnya.
Ketua Kelompok Pakan Mandiri, Kasnadi atau lebih dikenal dengan nama bang Jali, mengatakan bahwa kelompoknya yang menerima bantuan mesin pakan mandiri tahun 2015 saat ini telah mampu menggenjot kapasitas produksi pakan mandiri merk Jali Lele hingga 400 kg per jam. Menurutnya, tingginya permintaan terhadap pakan akhir akhir ini telah mendorong kelompok yang ia gawangi meningkatkan kapasitas produksi rata rata per hari 1.500 kg.
Dok. Pakan mandiri dari Pembudidaya Jepara (Foto: KKP)
"Saat ini kami telah menggunakan ektruder sehingga dapat memproduksi pakan apung. membuat mesin extruder modifikasi dengan kapasitas lebih besar. Jika semula bisa hanya 50 kg per jam, saat ini kami telah mampu memproduksi hingga 400 kg per jam. Kalau tidak begini, kami kewalahan untuk memenuhi kebutuhan pembudidaya. Minat pada pakan merk Jali Lele ini luar biasa tinggi,” terang Jali.
Untuk penyediaan bahan baku, Jali menambahkan bahwa setidaknya dalam seminggu, harus mensuplai bahan baku minimal 4 ton, terutama untuk tepung ikan dan kedelai. Untuk menjamin kontinyuitasnya, ia mengatakan telah menjalin kerjasama dengan BBPAP Jepara terutama untuk tempat konsultasi.
Ditanya mengenai nilai ekonominya, Jali membeberkan, bahwa biaya produksi pembuatan pakan sekitar Rp 5.600,- per kg. Ia menjualnya dengan harga Rp. 8.000,- per kg untuk jenis apung dan Rp 6.700,- per kg untuk jenis tenggelam. Dari hasil penjualan tersebut, kelompok mampu meraup keuntungan bersih rata-rata Rp. 1.500,- per kg.
Dok. Mesin produksi untuk pakan mandiri (Foto: KKP)
“Kualitas pakan kami juga terjamin. Rata-rata kami bikin protein di atas 28% tergantung komoditas. Intinya produk kami selalu berpatokan pada SNI. Alhamdulillah pakan kami juga sudah terdaftar dan telah mendapat sertifikat Cara Pembuatan Pakan Ikan Yang Baik (CPPIB). Saat ini masalah kami cuman satu, yakni logistik. Kami sangat butuh alat transportasi dengan kapasitas agak besar (minimal truk kapasitas 4 ton). Kami sudah sampaikan langsung ini kepada bapak Menteri saat audiensi di Jepara dan beliau menyanggupi. Jadi kami sangat berharap ini bisa terealisasi,” ungkap Jali.
Rohmad, salah satu pembudidaya pengguna Jali Lele di desa Tlogoweru Demak, mengaku setelah menggunakan pakan merk Jali Lele, nilai tambah untungnya meningkat. Menurutnya pakan lebih efisien dan bagus untuk pertumbuhan ikan lele. Hal yang sama juga diakui oleh Sayuti, pembudidaya minapadi yang menggunakan merk Jali Lele.
Sumber : KKPNews

Kamis, 26 Maret 2020

Air Akuarium Cepat Kotor Meski Belum Lama Diganti : UV-In Aja

Pecinta akuarium pasti pernah dipusingkan dengan kondisi air yang cepat kotor padahal baru saja dilakukan penggantian. Jika sudah demikian, kaca akuarium biasanya akan cepat berlumut sehingga mengganggu keindahan. Kondisi ini terjadi karena penyuburan air (eutrifikasi) yang disebabkan pertumbuhan mikroalga yang meningkat dalam air. Peningkatan pertumbuhan mikroalga ini disebabkan karena tingginya kandungan bahan organik terlarut dalam air utamanya fosfat, nitrogen dan karbon.

Untuk mengatasi hal ini sebenarnya cukup mudah, yaitu dengan memasang lampu UV submersible di akuarium. Lampu ini sudah banyak dijual di toko akuarium ataupun e-commerce dengan daya beragam mulai dari 5 - 45 watt. Contoh lampu UV submersible komersial ditunjukkan oleh Gambar 1. Nah, agar tidak salah pilih dalam menerapkan lampu UV ini untuk akuarium, hal yang harus diperhatikan adalah ukuran akuarium. Agar lampu UV efektif menghambat proses penyuburan air oleh mikroalga dalam akuarium, daya yang dibutuhkan minimal 2.000 mikrowatt sec/cm2 sedangkan untuk membunuh bakteri dibutuhkan daya yang lebih besar lagi yaitu lebih dari 30.000 mikrowatt sec/cm2. Sehingga untuk akuarium berukuran 60 x 40 x 50 cm paling tidak membutuhkan lampu UV dengan daya 5 watt. Penelitian yang dilakukan oleh Thomas Sydney dkk pada tahun 2018, menunjukkan bahwa lampu UV B 1,5 watt sudah mampu dipergunakan untuk menghancurkan sel mikroalga C. reinhardtii hanya dalam waktu 232 detik saja.

Gambar 1. Lampu UV submersible untuk akuarium
Pemasangan lampu UV di akuarium pun tidak boleh asal. Ikan dalam akuarium dan orang yang menikmati keindahannya tidak boleh terpapar sinar UV karena dapat menyebabkan iritasi kulit dan masalah pada mata. Sinar UV juga diketahui sebagai salah satu agen penyebab kanker kulit. Lampu UV sebaiknya diletakkan dalam talang air di atas akuarium yang diatasnya diberi kaca, air dipompa dan mengalir di atas kaca tersebut dan talang bagian atas ditutup. Dengan demikian yang disinar oleh UV hanya airnya saja, tidak termasuk ikan dan orang yang melihatnya. 

Penulis : Iwan M. Al Wazzan, Peneliti LRMPHP

Memahami Perbedaan antara Tepung Semi Refined Carrageenan (SRC) dan Tepung Refined Carrageenan (RC)

Kenampakan tepung SRC dan RC
Indonesia merupakan salah satu negara bahari yang terbesar di dunia, dengan karakterisiik geografisnya sebagian besar merupakan lautan. Salah satu sumberdaya kelautan yang dominan yaitu rumput laut. Rumput laut merah (rhodophyceae) merupakan salah satu penghasil karagenan. Menurut Distantina et al. dalam tulisannya yang dipaparkan pada Seminar Rekayasa Kimia dan Proses pada tahun 2010, karagenan merupakan galaktan tersulfatasi linear hidrofilik. Polimer ini merupakan pengulangan unit disakarida yang diklasifikasi menurut adanya unit 3,6-anhydro galactose (DA) dan posisi gugus sulfat. Menurut Sormin et al. dalam tulisannya yang disajikan pada journal.ipb.ac.id pada tahun 2018, karagenan secara luas digunakan dalam industri pangan karena sifat fisik dan fungsionalnya, misalnya sebagai pengental, pembentuk gel, dan memiliki kemampuan stabilisasi, suspensi protein, juga dalam bidang industri farmasi sebagai bahan pembungkus pil atau tablet, kosmetik, percetakan dan industri tekstil

Jurnal Ilimiah Tindalung tahun 2015 mengungkapkan bahwa Semi Refined Carrageenan (SRC) merupakan salah satu produk karagenan dengan tingkat kemurnian lebih rendah dibandingkan dengan Refined Carrageenan (RC) karena masih  mengandung  sejumlah  kecil  selulosa  yang  ikut  mengendap  bersama  karagenan. Refined  carrageenan sendiri merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan air atau larutan alkali dari kelas rhodophycae (alga merah).

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Universitas Diponegoro, vol.2, no.3, tahun 2013, mengungkapkan cara pembuatan SRC dan RC adalah sebagai berikut : rumput laut kering direndam dengan menggunakan aquadest selama 2 jam, saring rumput laut tersebut kemudian direndam dengan larutan HCl encer (pH 5 – 6) selama 15 menit. Selanjutnya rumput laut tsb dicuci dengan air kemudian direndam dengan larutan KOH selama 24 jam pada pH 9 – 10. Rumput laut kemudian disaring, dibilas dengan air, dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah kering, rumput laut diekstraksi dengan perbandingan rumput laut kering : aquadest = 1 g : 60 ml pada suhu 75 - 85°C pH 8 – 9 selama 3 jam kemudian saring. Filtrat diendapkan dengan menggunakan larutan KCl 2,5% dengan perbandingan filtrate : volume KCl yaitu 1 : 2. Gel yang diperoleh dikeringkan dan ditepungkan, hasilnya berupa SRC. SRC yang sudah kering kemudian dilarutkan kembali pada suhu 75 -  85°C selama 30 menit kemudian disaring dengan Whatman No. 41 dan 42 lalu dikeringkan dan ditepungkan sehingga diperoleh RC.

Berdasarkan hasil uji laboratorium, perbedaan antara tepung SRC dan RC ini dapat dilihat dari segi :
1.    Kenampakan
Tepung SRC berwarna kuning kecoklatan, sementara tepung RC berwarna putih.
2.    Ukuran partikel
Ukuran partikel tepung SRC lebih besar dibandingkan tepung RC. Tepung SRC berukuran sekitar 60 mesh, sedangkan tepung RC berukuran sekitar 80 mesh.
3.    pH
pH tepung SRC bersifat sedikit basa dibandingkan dengan tepung RC. Tepung SRC memiliki pH sekitar 8, sedangkan tepung RC memiliki pH sekitar 7.
4.    Kekuatan gel atau gel strength
Gel strength menunjukkan kemampuan karagenan dalam  pembentukan gel. Kekuatan gel tepung SRC jauh lebih rendah dibandingkan dengan tepung RC. Tepung SRC memiliki kekuatan gel sekitar 560 g/cm2 sedangkan tepung RC memiliki kekuatan gel sekitar 1140 kg/cm2
5.    Viskositas
Viskositas tepung SRC lebih tinggi dibandingkan dengan tepung RC. Viskositas tepung SRC sekitar 80 mPas sedangkan viskositas tepung RC sekitar 35 mPas.
Dengan demikian, tepung RC memiliki sifat yang lebih unggul dibandingkan dengan  tepung SRC, namun hal itu menjadikan harga tepung RC lebih mahal.

Penulis : Putri Wullandari, Peneliti LRMPHP