PELATIHAN

LRMPHP telah banyak melakukan pelatihan mekanisasi perikanan di stakeholder diantaranya yaitu Kelompok Pengolah dan Pemasar (POKLAHSAR), Kelompok Pembudidaya Ikan, Pemerintah Daerah/Dinas Terkait, Sekolah Tinggi/ Universitas Terkait, Swasta yang memerlukan kegiatan CSR, Masyarakat umum, dan Sekolah Menengah/SMK

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Kerjasama

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Kamis, 20 Juli 2017

Mahasiswa Universitas Brawijaya Malang Buktikan Kebijakan Peralihan Alat Tangkap KKP Efektif

Ilustrasi Gill Net (sumber : http://www.montereyfish.com)

Penelitian yang dilakukan sejumlah mahasiswa Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang membuktikan, kebijakan peralihan alat tangkap ikan dari cantrang menjadi gillnet millenium merupakan kebijakan yang tepat. Adalah Alinda Putri A, Irfan Miftahudin, Putri Inova Novita, dan Septiana Sri Astuti, empat mahasiswa Jurusan Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Unibraw yang melakukan penelitian hasil tangkapan ikan kembung atau Rastrelliger brachysomadi laut perairan Kabupaten Pasuruan.

Pada penelitian yang dilakukan sepanjang Mei 2017 tersebut ditemukan fakta bahwa penggunaan gillnet millenium jauh lebih menguntungkan daripada cantrang karena ikan yang tertangkap oleh gillnet millenium merupakan ikan yang sudah matang dan sudah pernah bertelur.

Gillnet millenium dapat menangkap ikan yang sudah besar dan sudah bertelur dan tidak merusak karang,” kata Putri Inova Novita dalam Young Scientist International Seminar and Expo Universitas Brawijaya, Kamis (13/7/2017), sebagaimana dikutip dari kompas.com.

Sebagai informasi, gillnet adalah salah satu alat tangkap yang diperbolehkan pemerintah setelah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 yang diperbaharui dengan Permen KP Nomor 71 Tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI). Di mana dalam Permen tersebut penggunaan pukat tarik dan pukat hela, termasuk cantrang dilarang.

Dari hasil penelitian mereka didapatkan fakta bahwa gillnet millenium yang memiliki ukuran mata jaring 3,5 inchi hanya dapat menangkap ikan yang besarnya berukuran 18,275 cm ke atas. Sedangkan berdasarkan hasil laboratorium, ikan kembung yang besarnya sudah 18,275 cm sudah matang gonad pertama kali atau telurnya sudah matang.

“Ikan yang tertangkap kami bedah dan kami ambil telurnya, kami identifikasi tingkat kematangannya berapa. Dan sudah matang,” jelasnya.

Karenanya, ia menilai kebijakan mengganti pukat dengan gillnet millenium sebagai alat tangkap ikan efektif untuk menseleksi ikan yang sudah layak ditangkap.

Sumber: Kompas.com/AFN dan KKP news

Rabu, 19 Juli 2017

Potensi Pemanfaatan Udang Dan Rajungan Rucah Sebagai Bahan Baku Alternatif Pakan Ikan

Tepung ikan merupakan produk penting untuk menunjang usaha peternakan dan budidaya perikanan karena menjadi komponen utama sumber protein dalam formulasi pakan. Hal ini mengingat kandungan protein pada ikan yang cukup besar dan mencapai lebih dari 20%. Sejalan dengan berkembangnya industri peternakan dan budidaya perikanan, kebutuhan tepung ikanpun semakin meningkat. Permintaan tepung ikan berkisar antara 150.000 - 200.000 ton per tahun, dan diprediksi setiap tahunnya mengalami kenaikan 10 -15%. Dengan produksi lokal sekitar 45.000 ton, kebutuhan tepung ikan di dalam negeri harus dipenuhi dari impor. Sampai saat ini impor bahan baku pakan ikan, terutama tepung ikan setiap tahunnya mencapai 35% dari total impor perikanan Indonesia, padahal Indonesia memiliki banyak potensi perikanan yang dapat dimanfaatkan menjadi tepung ikan, misalnya udang dan rajungan rucah.

Udang dan rajungan merupakan komoditas penting perikanan di tingkat internasional. Namun demikian, terdapat udang maupun rajungan dalam jumlah besar yang tidak laku terjual oleh pemasar ikan lokal, baik karena kualitas yang tidak memenuhi standar maupun penurunan daya beli konsumen. Udang dan rajungan yang tidak laku terjual ini nilai ekonomisnya menjadi turun, tidak layak dikonsumsi manusia dan dapat dikategorikan sebagai udang dan rajungan rucah.

Melihat besarnya potensi udang dan rajungan rucah, serta kebutuhan akan bahan alternatif sebagai bahan baku pakan ikan, maka LRMPHP telah melakukan penelitian potensi pemanfaatan udang dan rajungan rucah sebagai bahan baku alternatif pakan ikan. Bahan untuk pembuatan tepung berupa udang dan rajungan yang diperoleh dari pasar ikan di pantai Depok, Bantul, DIY. Udang dan rajungan dicuci menggunakan air, lalu dikukus dengan menggunakan alat pengukus selama 30 menit, selanjutnya dilakukan proses penirisan dan penggilingan dengan menggunakan grinder. Material dalam kondisi lumat kemudian dijemur di bawah sinar matahari selama 2-3 hari hingga kering (estimasi kadar air w/w = 10%). 

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tepung udang dan rajungan rucah yang diperoleh, keduanya mempunyai kenampakan warna khas tepung ikan sebagaimana terlihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Tepung udang dan rajungan rucah

Rendemen tepung udang dan rajungan yang diperolah masing-masing sebesar 15,87% dan 23,20%, penurunan bobot tersebut terjadi karena proses pengolahan dan pada saat pengeringan. Hasil pengujian kadar nutrisi, kimia, organoleptik dan mikrobiologi (Salmonella) tepung udang dan rajungan selengkapnya disajikan pada Tabel berikut.

Tabel. Hasil pengujian nutrisi, kimia, organoleptik dan Salmonella tepung udang dan tepung rajungan
Produk
Kadar Nutrisi dan Kimia (%)
Organo-leptik
Salmo-nella
Kalsi-um
Fos-for
NaCl
Air
Abu
Protein
Lemak
Serat
Tepung udang rucah
7,36
4,88
1,07
7,01
48,39
45,61
3,78
5,32
3,53
negatif
Tepung rajungan rucah
15,75
5,04
1,11
6,46
47,84
35,91
1,00
11,52
4,38
negatif
SNI Tepung Ikan 2016 (Mutu III)
2,5-7,0
1,6-4,0
≤4
≤12
≤30
≥45
≤12
≤3
≥6
negatif










Berdasarkan hasil pengujian tersebut terlihat bahwa kadar air, lemak, protein (tepung udang) dan NaCl masih memenuhi standar SNI, sedangkan kalsium, fosfor belum memenuhi standar SNI sehingga perlu dilakukan modifikasi/penambahan nutrien tertentu agar dapat memenuhi standar SNI. Hasil pengujian secara organoleptik juga menunjukkan bahwa tepung udang dan rajungan rucah yang dihasilkan dari percobaan ini belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan SNI. Selain pengujian secara kimia dan organoleptik, pengujian secara mikrobiologi (Salmonella) kedua jenis tepung juga dilakukan dan hasilnya negatif sehingga memenuhi persyaratan SNI.

Sumber : Prosiding Semnaskan UGM 2015

Tingkatkan Transparansi dan Efisiensi, KKP Luncurkan Petunjuk Teknis Online dan Help Desk Bantuan Pemerintah


Salah satu program Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk meningkatkan transparansi, efektivitas, dan efisiensi di tubuh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah program perubahan tata kelola Bantuan Pemerintah. Hari ini, Senin (17/7), KKP mengumumkan jenis, syarat, dan jumlah bantuan yang tercantum dalam dokumen petunjuk teknis Bantuan Pemerintah KKP di tahun 2017.

Pengumuman melalui laman daring KKP (www.kkp.go.id) juga mencakup unit pengelola informasi (Help Desk Unit) untuk menjawab pertanyaan dan menampung saran, pendapat, atau pengaduan masyarakat terkait Bantuan Pemerintah KKP tahun 2017.

Menteri Susi Pudjiastuti ingin supaya masyarakat dapat memiliki akses langsung terhadap informasi bantuan pemerintah. Semua program KKP harus dapat diterima langsung oleh stakeholders. 

Bantuan pemerintah dalam hal ini KKP merupakan program pembangunan yang diterima langsung oleh masyarakat bidang kelautan dan perikanan sebagai stakeholders KKP. Bantuan Pemerintah ini berjumlah 36 jenis yang dilaksanakan oleh unit-unit Eselon 1 KKP, seperti Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (DJ PRL), Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJ PT), Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJ PB), dan Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (DJ PDSPKP).

Di masa kepemimpinan Menteri Susi Pudjiastuti, perubahan tata kelola Bantuan Pemerintah KKP meliputi, antara lain, pengumuman jenis, syarat, dan jumlah bantuan yang tercantum dalam dokumen petunjuk teknis Bantuan Pemerintah. KKP juga tidak lagi memberikan bantuan dalam bentuk uang tunai yang bertujuan untuk menurunkan potensi penyelewengan.

Dengan adanya perubahan tata kelola ini, diharapkan pelaksanaan Bantuan Pemerintah KKP dapat terhindar dari praktik pencaloan dan penipuan, dan masyarakat memiliki kesempatan yang sama dalam menerima bantuan dari KKP.

Lebih lanjut, informasi Bantuan Pemerintah KKP Tahun 2017 dapat diakses melalui:


Sumber : KKP news

Jumat, 14 Juli 2017

Desain Bilah Pisau Bowl Cutter dan Lama Pengadonan pada Pembuatan Nugget Ikan

Upaya untuk meningkatkan nilai tambah dan mengoptimalkan pemanfaatan produksi perikanan adalah pengembangan produk bernilai tambah. Beberapa produk yang telah dikembangkan menggunakan bahan baku ikan di antaranya bakso, otak-otak, sosis dan nugget ikan. Selain meningkatkan nilai tambah, produk olahan ikan tersebut sejalan dengan kebutuhan masyarakat yang menuntut makanan cepat saji serta mengandung cukup gizi. Jadwal yang padat dan gaya hidup masyarakat yang sibuk menuntut seseorang untuk dapat makan dengan cepat. Selain cepat, kebutuhan makanan cepat saji juga harus memenuhi standar gizi dan kesehatan. Salah satu makanan cepat saji dari pengolahan produk perikanan adalah nugget ikan. Produk olahan hasil perikanan tersebut menggunakan lumatan daging ikan dan atau surimi minimum 30 % dicampur tepung dan bahan lainnya, dibaluri dengan tepung pengikat, dimasukkan ke dalam adonan butter mix kemudian dilapisi dengan tepung roti dan dipanaskan.

Proses pembuatan nugget ikan dilakukan dengan menggiling daging ikan kemudian mencampur dengan bahan lainnya seperti tepung dan bumbu sampai dihasilkan adonan yang homogen. Setelah homogen adonan dicetak kemudian dikukus selama kurang lebih 10 menit, dilapisi dengan larutan buttermix dan breadcrumbs selanjutnya digoreng. Proses pembuatan nugget ikan skala UKM dilakukan secara manual dan menggunakan peralatan sederhana. Peralatan yang diperlukan dalam proses pembuatan nugget ikan di antaranya mesin pengiling daging, mesin pengadon dan alat pengukus. Mesin pengadon untuk pembuatan nugget yang biasa digunakan adalah bowl cutter. Fungsi utama dari bowl cutter adalah melumatkan daging ikan serta mengaduk campuran adonan untuk menghasilkan adonan nugget ikan yang homogen.

Bowl cutter yang ada di pasaran dapat digunakan untuk mencincang daging dan sayuran serta dapat pula digunakan untuk membuat adonan bakso, sosis maupun nugget. Komponen utama bowl cutter adalah bilah pisau dan motor penggerak. Bilah pisau berfungsi untuk mencacah daging sedangkan motor penggerak berfungsi untuk menggerakkan mangkuk dan bilah pisau secara bersamaan. Bentuk dan jumlah bilah pisau bowl cutter tersebut didesain umumnya untuk berbagai olahan dan berbagai jenis adonan. Bentuk dan jumlah bilah pisau yang bervariasi tentunya akan menghasilkan mutu adonan dan konsumsi energi yang beragam. 

Penggunaan bowl cutter dalam pengolahan nugget ikan di beberapa UKM di Gunungkidul menunjukkan beberapa kendala diantaranya pencampuran adonan membutuhkan waktu yang relatif lama dan kualitas adonan kurang homogen. Jumlah dan bentuk bilah pisau serta lamanya proses pengadonan yang dilakukan dalam pengolahan nugget ikan di beberapa UKM sangat bervariasi. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas adonan nugget serta biaya operasional dan waktu pengadonan menjadi hal penting untuk diketahui. Bowl cutter yang biasa digunakan UKM menggunakan motor listrik dengan daya berkisar antara 1100 sampai 1900 Watt. Kebutuhan listrik tersebut cukup besar untuk skala UKM, sehingga pengadonan yang dilakukan sesingkat mungkin dengan mempertimbangkan kualitas nugget dan dapat menghemat biaya operasional.

LRMPHP telah mengembangkan beberapa bentuk dan susunan bilah pisau Bowl cutter salah satunya dengan 3 buah bilah pisau melengkung (Gambar 1.).

Gambar 1. Desain bowl cutter dengan 3 buah bilah pisau melengkung

Bahan yang digunakan untuk membuat bilah pisau bowl cutter adalah plat SS 304 tebal 2 mm dan batang teflon berdiameter 11 cm. Desain bilah pisau melengkung mempunyai bentuk ± 3/8 lingkaran dengan panjang 80 mm dari sisi luar dudukan. Lebar bilah pisau sebesar 22 mm dengan tebal 3 mm. Radius putar bilah pisau dari pusat poros sebesar 130 mm. Kelengkungan bilah pisau mempunyai radius 50 mm dengan sisi tajamnya terletak pada lengkung bagian luar. Sudut ketajaman sekitar 120 pada salah satu sisi bilah pisau. 

Uji kinerja alat dilakukan menggunakan volume bowl sebesar 10 L dengan pesifikasi mesin 1700 W dengan komponen utama adalah motor listrik, pupy, belt, poros dan bowl. Kecepatan putar bilah pisau dan bowl masing-masing sebesar 1535 dan 29 rpm. Selama proses pengadonan kebutuhan rata-rata arus listrik sebesar 4,2 A pada tegangan 220 Volt dengan kebutuhan daya berkisar 895 - 928 Watt.

Gambar 2. Uji kinerja bowl cutter

Hasil uji kinerja terhadap bowl cutter menunjukkan bahwa dengan desain 3 bilah pisau melengkung dengan lama pengadonan 8 menit kebutuhan biaya operasional listrik sebesar Rp. 2.700/100 kg adonan, dengan mutu nugget sesuai standar SNI. Nugget yang dihasilkan pada kondisi tersebut mempunyai kadar air 54,2 %, tektur sebesar 12,6 N, susut masak 16,7 %, WHC 32,9 % dan nilai organoleptik lebih dari 7. 

Sumber : Jurnal Pasca Panen dan Bioteknologi KP, Vol 11 No. 1 (2016)

Rabu, 12 Juli 2017

Peti Ikan Segar Berpendingin Roda Tiga untuk Pedagang Ikan Keliling

Ikan merupakan produk pangan yang mudah rusak, karena proses pembusukan terjadi segera setelah ikan mati. Pembusukan ikan adalah faktor utama penyebab terjadinya penurunan mutu ikan segar. Aktivitas pembusukan secara kimiawi dan enzimatis dapat diperlambat dengan menerapkan sistem rantai dingin. Penanganan ikan segar selama transportasi dan penyimpanan sebaiknya dilakukan pada suhu di bawah 5 0C. 

Tempat penyimpanan ikan yang digunakan oleh pedagang ikan keliling umumnya menggunakan kotak stirofom yang ditambahkan es sebagai pendingin kemudian diletakkan di atas sepeda motor. Penggunaan bongkahan es yang besar dan kasar serta tajam dapat menyebabkan kerusakan fisik ikan akibat gesekan yang terjadi antara es dengan permukaan ikan selama kegiatan transportasi. Selain itu penambahan es dapat mengurangi kapasitas peti serta menambah bobot sehingga dapat mengganggu keseimbangan berkendaraan karena kapasitas angkut sepeda motor terbatas. 

Untuk mengatasi hal itu, LRMPHP telah mengembangkan sespan berpendingin untuk pedagang ikan keliling yang mampu mempertahankan suhu dan mutu kesegaran ikan selama proses penjualan ikan eceran oleh pedagang ikan keliling. Peti berpendingin tersebut terbuat dari bahan Polyurethane berukuran 81 x 53 x 83 cm (PxLxT) yang dikonstruksikan dengan menambahkan sebuah roda pada peti pada bagian samping sebelah kiri sepeda motor (Gambar 1). Sistem pendingin mengadopsi sistem pendingin chest freezer merk Modena tipe MD 15 dengan spesifikasi kompresor Panasonic 123 Watt.


Gambar 1. Peti insulasi berpendingin roda tiga yang didesain LRMPHP
Peti insulasi berpendingin roda tiga dengan kapasitas hingga 90 kg di atas telah diuji coba oleh pedagang ikan keliling di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Hasilnya menunjukkan bahwa peti ikan berpendingin tersebut dapat mempertahankan suhu ikan di bawah 3 0C pada saat dilakukan penjualan ikan secara eceran selama 3,8 jam. Suhu peti pada uji coba dalam kondisi kosong selama 120 menit mencapai 11,1 0C - 15,5 0C. Nilai organoleptik ikan setelah kegiatan transportasi adalah 7,1 - 7,3, sedangkan nilai TPC adalah 23 x 103 - 24 x103 koloni/g. Nilai TPC dan organoleptik ikan setelah transportasi memenuhi standar mutu ikan segar (SNI), hal ini menunjukkan bahwa peti ikan segar berpendingin dapat mempertahankan mutu ikan segar selama proses penjualan ikan secara eceran. 

Sumber : Jurnal Pasca Panen dan Bioteknologi KP, Vol 10 No. 1 (2015)

Jumat, 07 Juli 2017

Para Nelayan Ini Sebagian Beralih Menggunakan Energi Surya Saat Melaut

Sejumlah kapal nelayan di Brondong yang Mulai Menggunakan Panel Surya beberapa tahun ini. (Foto: Luh De Suriyani)
Di sebuah aliran sungai yang bermuara di pesisir utara Laut Jawa, belasan perahu terlihat menonjol dengan panel-panel energi surya. Perahu-perahu motor ini mengalihkan penggunaan energi terutama untuk penerangan dari aki setrum ke energi terbarukan, solar panel.

Ketika negara sibuk menggelar konferensi-konferensi tingkat tinggi energi terbarukan, puluhan nelayan ini sudah mendahului mengeksekusinya secara swadaya. Pun banyak proyek besar energi terbarukan mangkrak. 

Para nelayan tak banyak pertimbangan teori soal ramah lingkungan karena alasannya praktis, sesuai kebutuhan nelayan di pesisir pantai utara Lamongan ini. Aki-aki yang disetrum listrik rumahan mudah rusak karena tiap hari bongkar pasang dari perahu.

Aki yang digunakan untuk menyimpan energi dari panas matahari ini sekitar 70 ampere. Tak pernah kehabisan daya untuk lampu-lampu penerangan yang dipasang di perahu dan sangat membantu saat melaut malam.

Sementara sebelumnya mereka tergantung pada listrik PLN. Aki harus dicabut untuk disetrum dengan biaya sekitar Rp15 ribu sekali setrum. Masalahnya bukan di biaya saja, tetapi juga pada umur aki. Menurut mereka daya cepat habis dan umur aki pendek atau cepat rusak karena sering bongkar pasang.

Pemasangan Panel Surya di Kapal (Foto: Luh De Suriyani)
Modal awal sekitar Rp 2 juta untuk membeli aki dan panel suryanya. Tapi investasi ini menurut mereka sepadan dengan mudahnya menggunakan energi surya dan hemat waktu untuk menyetrum aki yang membutuhkan waktu berjam-jam. 

Saat ini ada sekitar 200 nelayan yang sudah menggunakan panel surya sebagai sumber energi. Faktor pendukungnya adalah kebutuhan yang sama yaitu untuk mendapat energi yang mudah dikelola.

Sumber : http://www.mongabay.co.id

Kamis, 06 Juli 2017

Nelayan Pantai Depok Memilih Tidak Menjual Ikan di TPI

(foto : Arief Junianto/JIBI/Harian Jogja)
Meskipun sudah disediakan fasilitas Tempat Pelelangan Ikan (TPI), nelayan Pantai Depok ternyata belum sepenuhnya memanfaatkan fasilitas tersebut. Mereka lebih memilih menjual ikan hasil tangkapannya secara langsung kepada pembeli. Dengan cara ini, mereka menilai keuntungan yang diperoleh jauh lebih besar ketimbang melelangnya di TPI.

Terkait hal itu, Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan Bantul Pulung Haryadi menjelaskan bahwa TPI Depok memang perlu segera dilakukan penataan, baik secara fisik maupun sistem pelelangannya. Itulah sebabnya, di tahun ini pihaknya memang sudah berencana akan melakukan perbaikan TPI Depok tersebut.

Sementara menyinggung soal banyaknya nelayan yang memilih menjual ikan secara langsung kepada pengunjung tanpa harus melalui TPI, ia menganggap hal itu wajar dilakukan oleh nelayan, terutama nelayan perahu. Pasalnya, hasil tangkapan ikan dari nelayan perahu harian itu memang tak begitu banyak.

Itulah sebabnya, ia berharap nelayan di Bantul mengubah pola kerjanya, dari nelayan harian menjadi nelayan kapal. Harapannya saat ombak tinggi mereka tetap bisa melaut. Harapan Pulung ini mengacu karakteristik Pantai Selatan, yang ombaknya lebih besar dibanding gelombang di Pantai Utara Jawa. Menurutnya dari 596 nelayan di Bantul, tidak lebih dari 15 orang saja yang menjadi nelayan kapal.


Sumber: http://www.solopos.com