EKONOMI BIRU

Arah Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan 2021 - 2024 Berbasis EKONOMI BIRU

ZI WBK? Yes, We CAN

LRMPHP siap meneruskan pembangunan Zona Integritas menuju satuan kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) yang telah dimulai sejak tahun 2021. ZI WBK? Yes, We CAN.

LRMPHP ber-ZONA INTEGRITAS

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan siap menerapkan Zona Integritas menuju satuan kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) 2021.

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Produk Hasil Rancang Bangun LRMPHP

Lebih dari 30 peralatan hasil rancang bangun LRMPHP telah dihasilkan selama kurun waktu 2012-2021

Kerjasama Riset

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Kanal Pengelolaan Informasi LRMPHP

Diagram pengelolaan kanal informasi LRMPHP

Senin, 24 Juni 2019

Potensi Ekspor Ikan Hias di Yogyakarta Besar

Ikan guppy (Foto: Dok: Wikimedia Commons)

Untuk pertama kalinya, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengekspor 1,2 juta ekor benih ikan hias jenis “Guppy” ke Filipina. Dengan ekspor langsung ini diharapkan para pembudidaya ikan di Yogyakarta dapat memperoleh keuntungan maksimal dengan memangkas perantara.

“Dulu tidak ada nama Yogyakarta karena (benih ikan) dikirim ke Surabaya atau Jakarta. Tapi, saat ini Yogyakarta sudah bisa ekspor sendiri,” ungkap Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Rina saat melepas ekspor perdana benih ikan hias jenis guppy di Yogyakarta, Minggu (23/6).

Rina berpendapat, potensi ekspor ikan hias air tawar cukup menjanjikan, termasuk dari DIY. Hal ini dapat terlihat dari lalu lintas ikan dari Yogyakarta yang didominasi oleh benih-benih ikan konsumsi air tawar. Oleh karena itu ia menilai, ekspor ikan hias air tawar pun dapat ditingkatkan, utamanya ke negara tujuan ekspor Eropa, Amerika Serikat, Singapura, dan Timur Tengah.

Ia mengakui, selama ini ekspor ikan hias paling banyak berasal dari Bali, Jakarta, dan Bandung. Dan peluang ekspor perdana ini dapat dimanfaatkan Yogyakarta untuk ikut ambil bagian.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan DIY, Bayu Mukti Sasongka menyebutkan, produksi ikan hias di DIY rata-rata mencapai satu juta ekor per tahun yang di antaranya mencakup ikan guppy, plati, koi, dan arwana. Sedangkan daerah yang paling banyak melakukan budidaya ikan hias yaitu Kabupaten Sleman.

Indonesian Guppy Popularized Association (IGPA) sebagai salah satu komunitas ikan guppy terbesar di Indonesia optimistis Indonesia mampu menjadi barometer produksi ikan guppy dunia. Ketua IGPA, Sahlan Rosyidi menyebut, hal ini mengingat potensi kekayaan lingkungan di Indonesia sangat mendukung untuk pembudidayaan ikan guppy.

“Potensi Indonesia sangat besar secara nilai keekonomian dalam pasar Ikan guppy dunia. Bila dihitung kemampuan skala produksi dengan nilai jual pasar dunia USD100 untuk satu pasang ikan guppy, nilai keekonomian ikan guppy nasional mampu mencapai Rp162 miliar hanya untuk 6 bulan,” jelas Sahlan.



Sumber : kkp.go.id

Partisipasi LRMPHP-BRSDMKP Dalam Acara Bulan Bakti Karantina & Mutu Hasil Perikanan 2019 di Yogyakarta

Penyerahan Altis-2 kepada pedagang ikan keliling oleh Sekretaris BRSDM
Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) melalui Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan (LRMPHP) berpartisipasi dalam Acara Bulan Bakti Karantina & Mutu Hasil Perikanan 2019 yang bertemakan 'Gema Satu Kata', pada 23 Juni 2019 di alun-alun utara Kraton Yogyakarta.

Hadir pada pembukaan acara, Sekretaris BRSDM Maman Hermawan. Pihaknya mengapresiasi langkah LRMPHP yang telah menciptakan inovasi yang mampu mempertahankan kesegaran ikan dan memudahkan proses penjualan ikan, serta mencegah losses.

Sebagaimana diketahui, LRMPHP menyerahkan 2 (dua) unit alat transportasi ikan segar untuk kendaraan roda 2 (ALTIS-2) kepada pedagang ikan keliling asal Bantul - Yogyakarta pada acara tersebut. ALTIS-2 merupakan salah satu inovasi riset dari LRMPHP yang telah mendapatkan nomor pendaftaran paten S00201402661 pada tahun 2014, termasuk dalam 108 Inovasi Indonesia dan Rekomendasi Teknologi KKP tahun 2016, serta menjadi runner up pada Kompetisi IPLAN Challenges 2018 yang diselenggarakan oleh Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN), Kementerian Kesehatan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Nanyang Technological University of Singapore. 

"Saya mengapresiasi kerja LRMPHP, di mana hasil riset dan rancangan kita dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Karena itulah intinya. Hasil riset, hasil penelitian kita, harus dapat digunakan masyarakat secara langsung. ALTIS-2 merupakan suatu inovasi yang telah berkembang dengan baik dan diharapkan menjadi karya nyata untuk masyarakat," tutur Maman Hermawan.

Tak hanya ALTIS-2, LRMPHP juga menyajikan hasil inovasi riset berupa prototype alat pengujian kesegaran ikan berbasis non destruktif. Alat ini mampu mengidentifikasi dan menilai kesegaran ikan dengan cepat berbasis 2 (dua) parameter, yaitu citra mata dan gas. Proses pengujian kesegaran ikan non destruktif berdasarkan citra mata dan deret sensor gas sendiri telah mendapatkan nomor pendaftaran paten P00201704950 pada tahun 2017.

"Ini membuktikan bahwa LRMPHP tidak hanya bicara bagaimana peneliti men-development teknologi, tapi juga sudah memilki outputnya. Semoga apa yang menjadi karya peneliti kita, kedepannya dapat menjadi acuan di Indonesia," tegas Maman Hermawan

Selasa, 18 Juni 2019

Dengan Sibudidikucir, Produksi Ikan Nila Bertambah

Teknologi Sibudidikucir
Guna memenuhi target produksi perikanan budidaya di tahun ini sebesar 95 ribu ton, Dinas Kelautan dan Perikanan DIY melakukan berbagai upaya. Salah satunya dengan meningkatkan produksi ikan nila melalui Sistem Budidaya Ikan Nila dengan Sentuhan Teknologi Kincir Air (Sibudidikucir) di Kabupaten Sleman.

Banyak keuntungan berlipat saat menggunakan Sistem Budidaya Ikan Nila dengan Sibudidikucir. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan DIY, Ir.Bayu Mukti Sasongko M.Si mengungkapkan, Sistem Budidaya Ikan Nila Dengan Sibudidikucir yang dikembangkan di Kabupaten Sleman dapat menjadi percontohan bagi daerah lain di DIY.

“Penerapan teknologi pembesaran ikan nila dengan teknologi kincir air adalah untuk menghasilkan nila konsumsi dalam jumlah dan waktu tertentu sesuai dengan yang direncanakan,” ujarnya Senin.

Sedang Kepala Bidang Perikanan Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman Ir. Sri Purwaningsih, MMA, Kabid Perikanan menambahkan latar belakang penggunaan teknologi ini untuk memenuhi permintaan pasar yang terbilang tinggi. Dia mengaku terinspirasi dari penggunaan kincir yang ada di tambak udang.

Menurut dia, pada 2019 dilakukan uji coba pada kelompok perikanan Mina Arum di dusun Karang Widodomartani Ngemplak Sleman. “Ternyata hasilnya bagus, kelebihan kincir ini bisa menekan waktu pemeliharaan, biasanya tiga bulan atau lebih, dengan teknologi ini bisa dua bulan sudah panen,” jelasnya.

Sri menuturkan, teknologi kincir air dapat diaplikasikan pada musim kemarau dengan debit air yang terbilang kecil, meningkatkan suplai oksigen ke dalam kolam, serta meningkatkan kepadatan tebar.

Saat ini, lanjut dia, di Kabupaten Sleman terdapat 637 kelompok pembudidaya ikan, dengan produksi ikan konsumsi pada tahun lalu mencapai 59.781,4 ton. Angka tersebut terbilang besar sebagai daerah dengan penyumbang terbesar kebutuhan ikan konsumsi di DIY.



Sumber : radarjogja

Rabu, 12 Juni 2019

KKP RAIH OPINI WAJAR TANPA PENGECUALIAN DARI BPK


SIARAN PERS - KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

JAKARTA (11/6) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) untuk laporan keuangan tahun 2018. Opini tersebut disampaikan langsung oleh Anggota IV BPK RI Rizal Djalil kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudijastuti dalam acara Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI atas Laporan Keuangan KKP Tahun 2018 di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Selasa (11/6). 

Turut hadir dalam acara tersebut pejabat eselon 1 KKP, Koordinator Staf Khusus Satgas 115, pejabat eselon 2 KKP dan BPK-RI, Direktur Badan Layanan Umum (BLU) – Lembaga Pengelola Moda Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP), serta para kepala bagian keuangan dan umum di lingkungan KKP. 

“Saya mengucapkan selamat. Tahun ini Kementerian Kelautan dan Perikanan mendapatkan opini terbaik,” ucap Rizal dalam sambutannya. 

Ia menyampaikan, capaian ini tak lepas dari peningkatan realisasi anggaran yang dikelola oleh para pejabat komitmen di KKP. Tak hanya dari segi realisasi belanja, BPK RI juga mencatat perkembangan yang signifikan di bidang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Rizal menilai, hal ini tak luput dari peningkatan ketersediaan sumber daya ikan berkat ketegasan Menteri Susi Pudjiastuti yang mengambil tindakan-tindakan tegas dalam menjaga laut Indonesia. 

“Kami berharap, PNBP ke depan juga bisa lebih meningkat lagi seiring dengan masifnya, makin tersedianya sumber daya perikanan kita di laut kita karena tindakan-tindakan yang memang harus kita lakukan berdasarkan hukum kita,” ujarnya. 

BPK Dorong KKP Belanja Modal
Rizal menambahkan, pihaknya mendorong agar KKP terus memperbesar belanja modal bagi masyarakat untuk mendorong kesejahteraan, yang akan turut berimbas pada meningkatnya penerimaan negara. 


“Saya mendorong sepenuhnya Ibu Menteri dengan jajarannya agar belanja modalnya diperbesar sehingga kapasitas kita mendorong masyarakat lebih sejahtera, mendorong penerimaan negara menjadi lebih meningkat makin besar juga,” ucapnya. 

Para pejabat pembuat komitmen, menurutnya, tidak boleh takut untuk melakukan belanja modal. Ia menjelaskan bahwa belanja modal adalah ruang yang diberikan oleh negara untuk memperbanyak aset dan kapasitas negara untuk mengelola sumber daya, termasuk menyejahterakan masyarakat. 

Berkaca dari opini disclaimer yang didapatkan oleh KKP pada tahun-tahun sebelumnya, ia mendorong agar para pejabat pembuat komitmen tidak menjadikannya sebagai kekhawatiran melainkan sebagai pengalaman semata agar selanjutnya dapat melakukan koordinasi yang lebih baik dengan BPK. 

Apresiasi Presiden Jokowi
Di akhir sambutannya, Rizal menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo turut senang dengan pencapaian WTP yang berhasil diraih oleh KKP tahun ini. 

“Saya juga mendengar bahwa Pak Jokowi (walaupun) saya kebetulan tidak hadir di istana waktu itu, beliau senang KKP sudah mendapatkan WTP. Jadi, selamat,” katanya. 

Sementara itu, Menteri Susi mengucapkan terima kasih kepada BPK-RI yang berkenan langsung mengunjungi KKP dan membawa berita baik. Hasil ini menjadi buah manis dari upaya-upaya yang terus dilakukan KKP dalam memperbaiki opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer) yang didapatkan di tahun-tahun sebelumnya. 

“Saya rasa seluruh kementerian, baik eselon 1, 2, 3, dan staf itu setahun ini dag-dig-dug terus Pak semuanya. Saya bilang, ya kalian yang melaksanakan program-program pemerintah ya bagaimana kok bisa disclaimer. Pasti ada yang salah. Kalau tidak ada yang salah kan tidak mungkin seperti itu. Ya saya bilang terus perbaiki, lanjut perbaiki. Terbukti, hasilnya pun dapat dirasakan tahun ini,” tuturnya. 

Meningkatnya PNBP
Menteri Susi menyatakan bahwa capaian itu tak lepas dari  upaya KKP untuk terus melakukan efisiensi anggaran dalam empat tahun terakhir. Salah satunya, melalui kebijakan Susinisasi yaitu pembuangan kata-kata bersayap dalam nomenklatur anggaran untuk membuat anggaran yang tepat guna. Hasilnya, dalam empat tahun terakhir KKP dapat mengembalikan Rp9,3 triliun kepada negara. Selain itu, PNBP dan pajak juga turut meningkat. 

“PNBP naik dari Rp150 miliar saat awal saya menjadi menteri, sekarang sudah jadi Rp600 miliar lebih. Pajak juga naik dari sebelumnya tak sampai Rp300 miliar, sekarang sudah Rp1,5 triliun,” ucapnya. 

Menteri Susi mengakui bahwa masih banyak PR yang harus dilakukan dalam efisiensi dan efektivitas anggaran. Hal ini akan terus diupayakan oleh KKP ke depannya. 

“Saya akui, dari sisi anggaran dan efektivitasnya masih banyak kita bisa perbaiki. Kemudian efisiensinya tentu saja juga pasti kita bisa perbaiki. Efektivitas ini sangat penting karena ini nanti yang akan menjadi ujung tombak daripada produktivitas perikanan kita,” ucapnya. 

Imbau Pelaku Usaha Tingkatkan Keterbukaan
Dalam kesempatan itu, Menteri Susi juga menanggapi berkembangnya pendapat yang menilai proses perizinan di KKP. Ia menjelaskan bahwa dalam setahun terakhir pihaknya memang melakukan tata kelola perizinan untuk meningkatkan kejujuran dan kepatuhan dari para pelaku usaha. Pasalnya, banyak pengusaha yang memiliki banyak kapal tetapi hanya mendaftarkan sebagian kecil dari kapal yang dimilikinya. 



“Ternyata, dari beberapa investasi kita itu banyak pengusaha punya kapal 20, yang dikasih izin cuma 2 atau 3. Dan kecenderungannya bukan hanya satu orang, hampir semuanya seperti itu yang punya kapal di atas lima. Pasti yang disembunyiin juga lebih dari lima, Pak. Mereka tukar-tukar saja VMS-nya (Vessel Monitoring System) satu sama lain,” jelasnya. 

Guna mengatasi hal itu, saat ini KKP bersikap tegas untuk memperbaiki tata kelola perizinan. “Jadi ya bukan dipersulit, memang saya tidak mau kasih kalau kalian tidak jujur, saya bilang,” tegas Menteri Susi. 

Ia mengimbau agar para pelaku usaha meningkatkan kepatuhan pelaporannya secara bertahap seiring dengan meningkatnya ketertelusuran (traceability) perikanan global. 

Restrukturisasi Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Menteri Susi menjelaskan, saat ini ia tengah mengupayakan restrukturisasi ekonomi kelautan dan perikanan agar memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan. Salah satunya ialah dengan mendorong perubahan industri yang selama ini bersifat ekstraktif menjadi produktif. 

Dalam sektor perikanan, ia mendorong agar para pelaku usaha menjual produk ekspor berupa ikan hidup dan ikan yang sudah diproses (after-processed), yang memiliki nilai jual lebih tinggi dibandingkan ikan whole raw. 

“Nah, ini yang saya coba untuk  membawa KKP nanti mengarahkan perdagangan di Indonesia ini hanya bisa mengekspor after-processed dan ikan hidup/segar. Karena kalau whole raw itu masih bisa diekspor, tidak ada nilai tambah,” jelasnya.

Selain itu, Menteri Susi juga berharap agar rantai logistik Indonesia diefisiensikan dengan membangun lebih banyak lagi pelabuhan-pelabuhan hub dan rute pelayaran untuk menciptakan konektivitas yang baik. 

Ia juga tengah terus mendorong pemerataan antara pengusaha besar dan nelayan kecil dengan memperkuat nelayan pesisir. 

“Dari 4.500 kapal besar, pemiliknya hanya kurang lebih 20-30 orang. Nah ini yang harus kita seimbangkan karena kalau tidak, nanti akan ada ketimpangan-ketimpangan. Itu yang tidak kita inginkan. Saya ingin memperkuat nelayan pesisir,” ucapnya. 

Hal itu salah satunya dilakukan melalui pemberian bantuan kapal kepada para nelayan, sebagaimana yang telah dilakukan selama ini. Dengan opini WTP yang telah didapatkan oleh KKP tahun ini, Menteri Susi berharap agar program pemberian kapal dapat dilanjutkan dengan lebih baik lagi.

“Saya berharap, dengan  bimbingan BPK, kita bisa kembali lagi memimpin KKP untuk mengadakan ‘kapalisasi’. Kapal-kapal kecil saja, tidak perlu kapal-kapal besar. Karena kalau kapal besar juga biasanya masyarakat tidak mampu untuk mengoperasionalkan dalam hal financing, Pak,” ujarnya pada Rizal yang hadir dalam kesempatan itu.

Guna mendukung tercapainya berbagai tujuan tersebut, Menteri Susi berharap agar BPK dapat turut mendukung KKP untuk mencapainya. 

“Saya berharap, BPK akan menjadi salah satu supporter KKP dalam menuju pola pengelolaan sumber daya alam yang renewable untuk keberlanjutan dan pola industri yang tidak esktraktif,” tutupnya.

Lilly Aprilya Pregiwati
Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri

Jumat, 31 Mei 2019

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1 SYAWAL 1440 H



Segenap pimpinan dan pegawai Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan - BRSDM KKP mengucapkan

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1440H

Taqabbalallahu minna wa minkum

Jumat, 17 Mei 2019

Ketika plastik biodegradable tak terurai sepenuhnya, akan lebih banyak plastik ketimbang ikan di lautan

Tidak lama lagi akan ada lebih banyak plastik daripada ikan di laut. MichaelisScientistsCC BY-SA
Konsep bahan plastik yang biodegradable atau dapat diurai oleh mikrorganisme seperti bakteri dan jamur merujuk pada sebuah materi yang akan terurai menjadi sedikit atau hilang sama sekali dalam periode waktu tertentu, sehingga tidak terlalu membahayakan hewan dan lingkungan.

Produsen platik sering membuat klaim seperti ini, namun penelitian terbaru mengungkap bahwa kantong plastik yang disebut-sebut biodegradable ternyata masih utuh setelah tiga tahun di laut atau terkubur di bawah tanah. Tas-tas plastik yang tidak terurai ini masih bisa menyimpan lebih dari dua kilo belanjaan.

Penulis penelitian ini, Imogen Napper dan Richard Thompson di University of Plymouth, telah menguji tas-tas plastik jenis kompos, biodegradable, oxo-biodegradable (terurai karena bereaksi dengan panas dan oksigen sehingga plastik pecah jadi molekul kecil yang bisa diurai oleh mikroorganisme jadi C02, H2O dan biomassa), dan polietilena konvensional (PE) di tiga lingkungan alami yang berbeda: terkubur di tanah, di luar ruangan yang terpapar udara serta sinar matahari, dan terendam dalam air laut. Tidak satu pun tas-tas itu rusak sepenuhnya di semua lingkungan yang diuji. Secara khusus, kantong biodegradable mampu bertahandi tanah dan laut hampir tanpa kerusakan. 

Ini mungkin mengejutkan, tapi realitas plastik yang “dapat terurai secara alami” belum memenuhi harapan kita. Ada berbagai jenis plastik yang dapat terbiodegradasi, yang menawarkan tingkat keteruraian yang berbeda dan umumnya memerlukan kondisi khusus untuk melakukannya.

Plastik terbuat dari molekul sangat panjang yang disebut polimer, yang terdiri dari ribuan atom yang dihubungkan bersama dalam suatu rantai. Ukuran molekul yang tipis membuat plastik memiliki sifat-sifatnya yang terkenal, yaitu padat, kuat, tangguh, fleksibel.

Banyak plastik yang kita gunakan setiap hari enggan bereaksi dengan bahan kimia lain, dan inilah mengapa mereka sangat tahan lama. Tapi daya tahan ini juga menjelaskan mengapa plastik menimbulkan masalah serius ke tempat-tempat yang seharusnya tidak mereka masuki-seperti laut.

Dapat terurai pada tingkat tertentu

Plastik yang didefinisikan sebagai “biodegradable” terbuat dari molekul-molekul yang dapat terurai secara alami, tapi tidak ada skala waktu spesifik untuk degradasi ini-bahkan dalam beberapa kondisi dibutuhkan waktu bertahun-tahun.

Beberapa plastik biodegradable juga dikatakan “dapat dibuat kompos”, dan dalam hal ini harus mematuhi standar yang lebih ketat. Salah satu contohnya adalah plastik berbahan dasar gula tebu atau disebut asam polilaktat (PLA), yang digunakan untuk membuat kemasan makanan. Plastik kompos yang disertifikasi untuk Standar Eropa EN13432 ini harus rusak dalam kondisi pengomposan industri dalam waktu kurang dari 12 minggu.

Sebuah pabrik kompos level industri menyediakan panas, kelembapan, udara, dan mikroorganisme yang seimbang yang dapat secara efisien mengomposkan makanan dan limbah kompos lainnya. Tapi dengan kebutuhan suhu 60 °C atau lebih, ini bukan kondisi suhu yang umum dialami plastik yang terkubur di tanah atau di tumpukan kompos di rumah.

Yang terpenting, baik istilah biodegradable maupun istilah compostable (dapat menjadi kompos) tidak menunjukkan kemampuan materi untuk terurai dengan cepat di lingkungan. Dalam studi tersebut, kantong plastik kompos hancur terpapar ke udara dan di laut, tetapi masih terkubur di tanah setelah lebih dari dua tahun. Plastik ini umumnya tidak dirancang untuk terdegradasi tanpa perlakuan khusus, yang berarti ketika bocor ke lingkungan sebagai sampah-seperti yang ditunjukkan oleh studi Plymouth-mereka dapat sama berbahayanya dengan plastik biasa yang berasal dari bahan bakar fosil. Tidak ada standar internasional untuk plastik kompos rumah, meskipun standar nasional telah ditetapkan di Austria dan Belgia.

Jenis plastik yang dapat terurai lainnya terbuat dari plastik oxo-biodegradable. Ini adalah plastik konvensional, tapi mengandung zat aditif. Seiring periode waktu tertentu, zat aditif ini memungkinkan plastik untuk bereaksi dengan oksigen yang memecahnya-hal ini mempercepat reaksi degradasi yang bisa terjadi selama ratusan tahun.

Tapi plastik jenis ini juga agak kontroversial. Ada bukti yang menunjukkan bahwa mereka tidak terurai sepenuhnya seperti yang diklaim produsen mereka, tetapi malah terurai menjadi plastik mikro yang dapat bertahan di lingkungan. Akibatnya, Uni Eropa mengambil langkah untuk membatasi penggunaan plastik ini.

Meningkatnya bioplastik

Keberadaan plastik di mana-mana di seluruh dunia menunjukkan bahwa kita perlu beralih ke bahan biologis untuk membuat plastik jika kita ingin mengakhiri ketergantungan kita pada bahan bakar fosil.

Ada beberapa bukti bahwa memproduksi plastik dari tumbuhan memiliki dampak lingkungan negatif yang lebih kecil daripada membuatnya dari minyak mentah. Tetapi seperti yang terjadi dengan biofuel, ini menimbulkan masalah baru melalui penggunaan lahan yang seharusnya bisa menjadi tanaman pangan. Hal ini akan membaik seiring dengan membaiknya proses industri bioplastik dan teknologi menjadi lebih efisien. Bahan baku, seperti sisa makanan, juga bisa digunakan.

Tetapi bioplastik juga harus dibuang dengan benar seperti halnya plastik konvensional, dan keberadaan plastik kompos tidak boleh menjadi alasan untuk membuang sampah sembarangan. Sebaliknya, plastik kompos dapat dimasukkan ke dalam model ekonomi berputar. Limbah dikumpulkan dan diubah jadi produk yang bermanfaat. Atau plastik kompos dan limbah makanan dikembalikan ke tanah sebagai pupuk.

Meskipun ada alternatif plastik yang lebih berkelanjutan, tanpa adanya infrastruktur untuk memproduksi, mengumpulkan, dan mendaur ulang mereka dalam skala besar mereka tidak bisa dijadikan solusi berkelanjutan. Pada saat ini, berbagai jenis plastik bio-degradable dan konvensional yang digunakan dapat menimbulkan masalah bagi sistem daur ulang yang mapan jika dicampur. Sementara 46% dari kemasan plastik di Inggris adalah plastik daur ulang, kompos, atau biodegradable yang tidak didukung oleh sistem daur ulang yang ada, akan pergi ke tempat
pembuangan sampah atau insinerasi.

Yang pasti, solusi dibutuhkan segera. Sekitar sepertiga dari kemasan plastik di seluruh dunia berakhir di lingkungan-dan tanpa perubahan yang signifikan, akan ada lebih banyak plastik daripada ikan di lautan pada 2050mendatang.



Sumber : theconversation.com

Senin, 06 Mei 2019

Bioetanol dari Limbah Rumput Laut (Bagian II)

Bioetanol adalah alkohol yang dihasilkan dari fermentasi karbohidrat dari tanaman yang mengandung gula atau serat. Menurut Karta, Puspawati dan Ciawi yang disampaikan dalam Jurnal Cakra Kimia Volume 3, Nomor 12 Tahun 2015, bioetanol digunakan sebagai bahan bakar alternatif karena memiliki kandungan oksigen yang tinggi, bilangan oktan yang tinggi, mudah terurai, dan merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui.

Bahan baku bioetanol yang sering dimanfaatkan yaitu singkong, tebu, nira, sorgum, nira nipah, ubi jalar, pisang kepok, dan sebagainya. Namun bahan baku tersebut memiliki keterbatasan ketersediaan karena bersaing untuk kebutuhan konsumsi manusia, selain itu bahan tersebut memerlukan lahan penanaman yang luas, dan bioetanol yang diperoleh belum maksimal. Oleh karena itu, perlu dikembangkan bahan baku alternatif untuk pembuatan bioetanol, salah satunya dengan menggunakan makroalga. Borines, de Leon, dan McHenry dalam Jurnal Renewable and Sustainable Energy Reviews Volume 15, tahun 2011, menyatakan bahwa makroalga yang dapat digunakan untuk bahan baku bioetanol yaitu makroalga dengan kandungan karbohidrat tinggi seperti Sargassum, Gracilaria, Prymnesium parvum, Euglena gracilis, Gelidium amansii, dan Laminaria.

Peneliti LRMPHP telah melakukan penelitian mengenai produksi bioetanol dari limbah alginat dengan menggunakan kapang Trichoderma viride. Produksi bioetanol tersebut terdiri dari empat tahap yaitu : pembuatan limbah alginat, pemurnian selulosa dari limbah alginat, proses hidrolisis enzimatis yang berlangsung selama 4 hari yang dilanjutkan dengan proses fermentasi selulosa dari limbah alginat selama 3 hari. Salah satu tahapan yang penting adalah proses hidrolisis enzimatisnya seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.
Gambar 1. Limbah alginat hasil ekstraksi (Dok. Wullandari dan Erawan, 2012)
Gambar 2. Diagram alir proses hidrolisis enzimatis selulosa dari limbah alginat dengan kapang Trichoderma viride (Dok. Wullandari dan Erawan, 2012)

Menurut Wullandari dan Erawan yang disampaikan dalam Prosiding Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, Tingkat pertumbuhan T. viride-OD600 dapat dilihat pada Gambar 5 dengan kisaran antara 0,0000-0,9744, dengan tingkat pertumbuhan T. viride-OD600 tertinggi terjadi pada hari ke-4 (Gambar 4).

Sementara itu, Total gula pereduksi (TGP) dapat dilihat kisaran nilainya antara 3,34-5,83% (b/b). Total gula pereduksi tertinggi terjadi pada hari ke-7 (Gambar 5). Aktivitas enzim CMCase T. viride pada proses hidrolisis enzimatis selulosa dari limbah alginat dapat dilihat pada Gambar 6 dengan kisaran antara 0,00-184,74 IU/mL substrat.

Gambar 4. Tingkat pertumbuhan T. viride-OD600 pada proses hidrolisis enzimatis
(Dok. Wullandari dan Erawan, 2012)
Gambar 5. Total gula pereduksi (TGP) dari proses hidrolisis enzimatis (Dok. Wullandari dan Erawan, 2012)
Gambar 6. Aktivitas enzim CMCase kapang Trichoderma viride pada proses hidrolisis enzimatis 
(Dok. Wullandari dan Erawan, 2012)

Penulis: Putri Wullandari, peneliti LRMPHP