PELATIHAN
LRMPHP telah banyak melakukan pelatihan mekanisasi perikanan di stakeholder diantaranya yaitu Kelompok Pengolah dan Pemasar (POKLAHSAR), Kelompok Pembudidaya Ikan, Pemerintah Daerah/Dinas Terkait, Sekolah Tinggi/ Universitas Terkait, Swasta yang memerlukan kegiatan CSR, Masyarakat umum, dan Sekolah Menengah/SMK
Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan
LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020
Tugas Pokok dan Fungsi
Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan
Kerjasama
Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru
Sumber Daya Manusia
LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.
Sabtu, 23 Mei 2020
SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1 SYAWAL 1441 H
Jumat, 22 Mei 2020
Menteri Edhy Ajak Masyarakat Budayakan “Lebaran Ikan”
Dua hari menjelang Idul Fitri, Menteri Kelautan
dan Perikanan Edhy Prabowo kembali mengeluarkan gebrakan. Kali ini, dia
mengenalkan kegiatan sosial bertajuk “Lebaran Ikan” dengan melibatkan unit
pelaksana teknis (UPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di seluruh
Indonesia.Menteri Edhy menenteng dua ekor Bawal Bintang
Melalui kegiatan tersebut, dia mengajak
masyarakat untuk merayakan momen lebaran dengan menu makanan yang berbeda,
yakni produk perikanan.
“Merayakan lebaran tidak harus memasak opor ayam atau rendang daging, tapi juga bisa produk perikanan yang memiliki manfaat dan kandungan gizi yang tinggi,” jelas Menteri Edhy dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/5).
Rencananya, dalam kegiatan tersebut KKP akan
membagikan ikan segar seberat 5 kilogram untuk masyarakat kurang mampu. Adapun
sasaran penerima paket lebaran ikan ialah 15.000 kepala keluarga yang tersebar
di Indonesia.
“Kegiatan ini menjadi wujud bakti kita kepada
masyarakat di hari raya Idul Fitri,” sambungnya.
Produk ikan segar dalam “Lebaran Ikan” berasal
dari para nelayan dan pembudidaya. Selain bertujuan untuk menyerap produksi
mereka, Menteri Edhy berharap kegiatan ini bisa meningkatkan minat masyarakat
dalam mengonsumsi ikan.
“Jadi gerakan ayo konsumsi ikan akan kita terus
suarakan, dan lebaran ikan ini menjadi salah satu bentuknya,” urainya.
Sebelumnya, Menteri Edhy menginisiasi pembagian
15.000 nasi ikan perhari selama bulan suci ramadan. Kegiatan tersebut tidak
menggunakan dana APBN, melainkan berasal dari donasi seluruh pegawai, baik
pusat maupun UPT KKP. Gerakan nasi ikan juga mendapat apresiasi dari sejumlah
kalangan seperti anggota DPR, organisasi nelayan serta praktisi pangan.
Bahkan Guru Besar Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB),
Profesor Nurjanah menyarankan pemerintah untuk menjadikan nasi ikan sebagai
program nasional. Tujuannya agar jangkauan manfaat gerakan ini bisa lebih lebih
luas, mulai dari sektor hulu hingga hilir.
Selain nasi ikan, KKP juga memiliki sejumlah
kegiatan lain selama pandemi seperti pembentukan Satuan Tugas (Satgas)
Penanggulangan Covid-19, Bulan Mutu Karantina 2020, Siaga Nelayan, serta bantuan
pakan untuk pembudidaya dalam rangka penanganan dampak covid-19.
Sumber : KKPNews
Perikanan Pasca COVID-19 : Peluang dan Tantangan
Pandemi COVID-19 belum usai, penambahan kasus positif masih terus terjadi setiap hari. Bahkan menurut beberapa ahli epidemiologi, masih menuju puncaknya. Namun, sudah hampir dapat dipastikan bahwa akan ada peta baru setelah pandemi usai, terutama setelah kondisi berangsur normal. Perubahan peta politik, ekonomi, bisnis maupun keuangan akan mempengaruhi pergerakan arus barang dan jasa serta arus modal. Demikian yang disampaikan Dody Budi Waluyo, Deputi Gubernur Bank Indonesia pada pembukaan ISPIKANI Talk #2 pada 20 Mei 2020 lalu. Lebih lanjut disampaikan terkait tantangan industri perikanan pasca pandemi yaitu perbaikan faktor produksi harus berfokus pada upgrading industri perikanan domestik serta peningkatan infrastruktur dan teknologi. Fokus perbaikan yang kedua adalah dari sisi pengaturan dan kelembagaan termasuk didalamnya dari sisi kesehatan dan quality control yang baik. Dan faktor ketiga adalah perbaikan dari sisi penguatan kerjasama perdagangan dan promosi. selain itu, transformasi digital menjadi keharusan yang menciptakan nilai bagi konsumen untuk menggunakan layanan tanpa batasan waktu dan ruang. Sebagai contoh adalah usaha yang mengambil model bisnis “resiliensi melalui diversifikasi” yang tetap dapat menciptakan customer value dalam kondisi apapun melalui transformasi digital, yaitu GoFood, GrabFood dan Uber Food. Disaat kinerja taksi/ojek online mengalami kesulitan karena kebijakan lockdown, layanan tersebut masih tetap eksis dan berjalan sebagaimana biasanya dengan beberapa protokol tertentu. Pedagang makanan UMKM dan fast food yang menggunakan layanan tersebut masih survive karena memang sudah lama fokus pada delivery dan segmen pasar yang lebih luas, berbeda dengan restoran atau rumah makan karena model bisnis dan basis pelanggan yang lebih restriktif. Hal ini merupakan salah satu peluang yang harus dapat digarap oleh industri perikanan di kala pandemi ini, karena pasca pandemi kita akan menemui “dunia baru” yang lebih minimalis, minim interaksi fisik dan dunia yang lebih spartan.
Sedangkan menurut Jamaluddin
Jompa, Dekan Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar sekaligus Ketua
ISPIKANI Sulawesi Selatan, terkait peluang industri perikanan pasca pandemi
beberapa diantaranya yaitu pengembangan budidaya lobster dari puerulus alam, pengembangan
bisnis kepiting bakau, pengembangan tatakelola ekspor karang hias, dapat dioptimalkan
secara berkelanjutan (pasar cukup besar), perbaikan pengelolaan/penangkapan dan
ekspor ikan kerapu hidup, perbaikan dan pengembangan ekspor ikan hias, dan berbagai
komoditas lainnya. Kaitannya dengan transformasi digital seperti yang
disampaikan diatas, perlu penguatan sistem logistik dan rantai pemasaran serta
penguatan kualitas pasca panen dan teknologi pengolahan ikan dengan berbagai
skala.
Senada dengan apa yang telah
disampaikan diatas, dalam menghadapi tantangan pandemi COVID-19 KKP akan
memperkuat kerjasama regional terutama negara-negara ASEAN, mendorong tumbuhnya
startup di bidang perikanan untuk
memacu tranformasi digital pada sistem rantai pemasaran dan logistik, meningkatkan
ekspor produk perikanan serta memberi jaring pengaman sosial terutama bagi
nelayan dan pekerja perikanan yang rentan terkena dampak pandemi ini. Hal ini
disampaikan oleh Kepala Biro Humas dan Kerjasama Luar Negeri KKP pada
kesempatan yang sama. Langkah-langkah kebijakan yang telah dan akan ditempuh dalam
memitigasi COVID-19 ini harus didukung oleh segenap pihak, dan hal terpenting
dalam menghadapi pandemi ini adalah tetap optimis dan saling bekerja sama untuk
mendukung pemulihan negeri ini.
Penggunaan Xanthine Sebagai Indikator Kesegaran Ikan Dalam Pengembangan Biosensor Portabel dengan Teknologi Nanokomposit-Polimer
Pengembangan dan pengujian biosenor xanthine untuk indikator kesegaran ikan dalam pengembangan biosensor
portabel dengan teknologi nanokomposit-polimer telah dipubliaksikan dalam Food Chemistry 181 (2015) 277–283. Kesegaran
daging ikan menjadi salah satu syarat penting bahan baku untuk digunakan pada
industri makanan sehingga dapat dihasilkan produk olahan yang aman dan bermutu.
Segera setelah ikan mati, proses respirasi dan biosintesis Adenosin Tryposfat (ATP) akan terhenti sehingga nukleotida pada
otot akan terurai menjadi produk hasil degradasi dengan urutan sebagai berikut:
ADP, AMP, IMP, inosine, hipoxanthine, xanthine, dan asam urat.
Dari sejumlah produk degradasi terebut, IMP berkontribusi
paking besar terhadap perubahan aroma kesegaran ikan sementara hipoxanthine turut berperan pada
munculnya rasa pahit pada daging ikan. Di sisi lain, keberadaan xanthine pada sampel darah manusia dapat
digunakan untuk mendeteksi keberadaan penyakit gout, hyperuricemia, xanthinuria,
kegagalan renal. Selain itu xanthin juga seringkali ditemukan pada kopi dan teh
sebagai stimulus ringan. Hal ini menandakan pentingnya peran xanthine dari aspek kesehatan maupun
industri. Konsentrasi xanthine dan hipoxanthine yang dapat diukur secara
kontinyu oleh biosensor akan sangat bermanfaat pada proses kendali mutu yang
lebih baik terhadap kesegaran daging maupun ikan.
Sejumlah metode yang saat ini seringkali digunakan untuk
menganalis konsentrasi xanthine meliputi
HPLC, fluorometric enzimatis,
spektrometer massa fluorometric
fragmentography., serta Kromatografi Gas kolom kapiler, serta kolorimeter
enzimatis. Namun metode-metode tersebut memiliki sejumlah keterbatasan yaitu
perlu waktu ekstra untuk preparasi sampel, perangkat yang mahal menuntut
operator dengan keahlian tinggi, kurangnya tingkat spesifitas dan sensitifitas,
serta perkembangannya cukup berbeda dengan tren teknologi saat ini yang
cenderung menggunakan perangkat atau device
dengan ukuran kecil dan portable.Proses pembuatan biosensor (Sumber : M. Dervisevic et al. (2015))
Proses pembuatan biosensor dimulai dengan pembuatan kopolimer nanokomposit untuk dituangkan pada elektroda berbahan grafit pensil (PGE) yang telah dicuci dengan aseton dan air destilasi. Proses penuangan kopolimer pada PGE harus dilakukan secara merata. Selanjutnya gabungan kopolimer dan PGE dikeringkan dengan cepat menggunakan oven pada suhu 60oC hingga kopolimer terserap sepenuhnya ke dalam PGE. Setelah tahap netralisasi pH, casting PGE kopolimer direndam dalam xanthine oksidase lalu disimpan pada suhu 4oC. Proses pembuatan biosensor diuji dengan SEM, untuk respon elektrokimia dikuur menggunakan cyclic voltameter dan spektrometer impedansi elektrokima.
Hasil uji menunjukan biosensor xanthine mampu mencapai respon
maksimum pada pH 7, suhu 45oC, +0,35 volt serta mampu mencapai kondisi steady
state 95% setelah 4 detik. Uji kinerja biosensor menunjukkan hasil yang reliable dengan batas deteksi minimum
0,12 uM. Hasil pengujian keseluruhan menunjukkan bahwa biosensor yang
dikembangkan menunjukkan respon positif terhadap keberadaan xanthine. Penggunaan kopolimer nanokomposit
sangat menunjang kinerja tersebut. Pada pengujian daya simpan dan ketahanan
terhadap gangguan operasional juga menunjukkan hasil yang memuaskan.
Penulis: I Made Susi Erawan
Rabu, 20 Mei 2020
Hygiene and Sanitation in Food Industry for Preventing COVID-19
“Secara umum bisnis food industry tidak terpengaruh oleh
pandemi COVID-19, bahkan bahan makanan yang dapat disimpan dalam waktu yang
lama seperti makanan kaleng dan makanan beku cenderung meningkat permintaannya.
Hal ini disebabkan karena semua membutuhkan makanan baik pada kondisi normal
apalagi pada saat pandemi. Namun, dalam operasional produksi dan distribusi
bahan makanan tersebut tetap membutuhkan suatu protokol khusus yang dapat
mencegah transmisi virus COVID-19.” Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Dr.
Nuri Andarwulan, Direktur SEAFAST
Center, dalam opening speechnya pada
webinar yang bertajuk Hygiene and
Sanitation in Food Industry for Preventing COVID-19 pada 18 Mei 2020 lalu.
Pada kesempatan yang sama, Prof.
Dr. Lilis Nuraida, Peneliti di SEAFAST Center sekaligus Dosen di Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB menyampaikan bahwa berdasarkan
publikasi terbaru, virus COVID-19 dapat ditemui pada feses manusia yang positif
terinfeksi sehingga ada kemungkinan dapat menyebar melalui air (waterborne). Namun demikian, pada air
yang sudah ditreatment¸ virus ini
belum pernah ditemukan. Hal ini membuktikan bahwa sanitasi sangat penting dalam
mencegah penyebaran virus ini. Air yang akan dipergunakan harus dilakukan klorinasi
sesuai tandard air baku yaitu kandungan klorin setelah 30 menit waktu kontak
untuk disinfeksi adalah > 0,5 ppm. Lebih jauh lagi, dalam kaitannya dengan food industry, beliau menyatakan bahwa
peran HACCP dalam pencegahan COVID-19 harus memperhatikan prerequisite baru selain yang sudah ada, begitu pula critical point yang sudah ada harus
diriviu kembali apakah sudah mampu untuk mengatasi penyebaran virus COVID-19
ini. Perlu diketahui bahwa karton makanan dapat menjadi media transmisi
penularan virus dan penyimpanan makanan dingin/beku tidak dapat membunuh virus
melainkan hanya membuatnya dalam kondisi inaktif sebagaimana mikrobia yang
lain.
Oleh sebab itu, pekerja di food industry harus diberikan pelatihan tentang
food hygienie dengan SOP baru yang
telah disesuaikan dengan kondisi pandemi saat ini. Para pekerja harus mematuhi protokol umum yang
telah ditetapkan seperti memakai masker, melakukan social distancing, memakai alat pelindung diri (APD), serta tidak
sering-sering memegang wajah. Melakukan pre-screening,
cuci tangan dengan sabun minimal 60 detik pada seluruh bagian tangan dan
disinfeksi sebelum masuk ruang produksi juga harus dilakukan sebagai langkah preventif.
Disinfektan yang sering digunakan adalah alkohol yang dapat mendenaturasi
protein pada virus dan bakteri. Namun, penggunaannya harus hati-hati karena
sifatnya yang dapat mendenaturasi protein tersebut dapat menyebabkan terjadinya
iritasi pada saluran pernafasan jika terhirup. Disinfektan lain yang juga sudah
biasa dipakai adalah klorin dan sinar UV-C. penggunaan klorin pada logam harus
berhati-hati karena sifatnya yang korosif sedangkan penggunaan UV-C tidak boleh
mengenai kulit dan mata karena sifatnya yang karsinogenik. Ketika ditemukan
adanya pekerja yang sakit harus ada SOP yang jelas untuk meminimalisir
penyebaran dan melakukan tracing. SOP
tersebut harus meliputi penyakit tidak menular maupun penyakit menular dengan
resiko tinggi seperti COVID-19. Pada akhirnya, HACCP harus mencapai standar
higienis yang lebih tinggi, agar tidak terjadi penularan virus COVID-19 melalui
makanan maupun kemasannya.
Sumber : Webinar dengan tema “Hygiene and Sanitation in Food Industry for
Preventing COVID-19”