Kamis, 05 Desember 2019

Efisiensi Energi dan Industri Pengolahan Perikanan yang Berkelanjutan

Industri pengolahan ikan di Indonesia terus berkembang bahkan saat ini masuk 5 besar negara penyuplai produk perikanan dunia. Bahan baku produk olahan perikanan sebagian besar berasal dari perikanan laut / hasil tangkapan. Ikan-ikan ini kemudian diolah menjadi berbagai macam olahan (70%) dan hanya 30% yang dijual berupa produk segar. Industri perikanan (pengolahan produk) memerlukan bahan pendukung berupa energi dan suplai air bersih yang besar. Pemenuhan energi sejauh ini bertumpu pada bahan bakar minyak dari fosil (fuel) yang harganya terus naik karena ketersediaannya semakin berkurang, selain itu, penggunaan fuel dari fosil menyebabkan peningkatan CO2 di atmosfer sehingga menjadi salah satu penyebab perubahan iklim global. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah tepat agar industri perikanan tetap berkelanjutan dan ramah lingkungan. Salah satu langkah fundamental untuk mengurangi penggunaan fuel sebagai sumber energi adalah dengan efisiensi proses. Cara ini relative reliable karena tidak membutuhkan penambahan investasi modal yang signifikan (besar).

Tingkat konsumsi energi tergantung pada skala produksi, jenis produk dan level otomatisasi mesin yang digunakan. Energi diperlukan untuk operasi permesinan, produksi es, pemanasan, pendinginan dan pengeringan. Proses pengolahan ikan yang melibatkan pemanasan akan membutuhkan energi yang lebih intensif sedangkan proses tanpa pemanasan seperti produk filet ikan energi yang diperlukan lebih sedikit. Kebutuhan energi (secara umum) dan biaya pada beberapa jenis industri pengolahan ikan adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Kebutuhanenergiindustripengolahanikan
Jenispengolahan
Produksi (jutaton)
Konsumsi  (kWh/ton)
Total energiproduksi (GWh)
BiayaUSD0.15/kWh (USD million)
Pendinginan
50
28a)
1400
210
Filet
20
70
1400
210
Pembekuan
20
78b)
1560
234
Pengalengan
13
250
3250
487,5
Pengeringan
12
545
6540
981
Fishmeal / fish oil
21
400
8400
1260
Sumber : Food And Agricultural Organization, 2014

a) 60 kWh/ton es, rata-rata 1:3 (es:ikan), 40% untuk proses lanjutan at 20 kWh/ton. 
b)120 kWh/ton pembekuan tambah 20 kWh/ton penyimpanan, 50% pembekuan di kapal, 10% penyimpanan dikapal. 

Berdasarkan data tersebut, konsumsi energi merupakan area yang memerlukan biaya besar meski seringkali biaya untuk supali energi ini terabaikan. Beberapa langkah sederhana dalam efiesien energi tanpa menambahkan biaya modal investasi antara lain: 1) Implementasi program switch-off dan instal sensor untuk mati otomatis lampu penerangan dan peralatan yang tidak digunakan. 2) Memperbaiki insulasi pada perpipaan baik untuk proses panas maupun dingin. 3) Menggunakan peralatan secara efisein. 4) Melakukan pemeliharaan alat dan mesin secara rutin. 5) Menjaga / mempertahankan optimal pembakaran pada steam boiler. 6) Eliminasi kebocoran steam. 6)Memanfaatkan sisa energi panas atau dingin pada suatu mesin untuk input energi alat/mesin lainnya. 

Metode lain yang lebih advanced yaitu dengan memanfaatkan limbah yang dihasilkan sebagai sumber energi. Hal ini berhasil dilakukan salah satu industri perikanan di Thailand, Enerfish. Kebutuhan energinya sebesar 414 kWh per ton ikan bahan baku atau 1400 kWh per ton produk. Bersama dengan efisiensi unit pendingin dan pembekuan, kebutuhan energi dikurangi dengan mengkonversi limbah menjadi biofuel. Biofuel yang dihasilkan juga bisa menjadi produk penjualan. Rata-rata per hari industri ini menghasilkan 80 ton limbah, dari jumlah ini bisa dihasilkan 17 ton minyak ikan, 13 ton biodiesel yang setara dengan energi 126 MWh. Energi ini bisa digunakan untuk suplai daya unit pengolahan sebesar 57 MWh dan 77 MWh untuk energi panas.

Efisiensi energi melalui efektifitas penggunaan alat dan mesin serta pemanfaatan limbah yang dihasilkan diharapkan bisa diterapkan oleh industri perikanan di Indonesia. Selain untuk pengurangan biaya yang timbul juga untuk menjaga lingkungan tetap lestari.

Penulis : Arif Rahman Hakim, Peneliti Muda LRMPHP

0 comments:

Posting Komentar