Rabu, 20 Mei 2020

Membangun Kembali Industri dan Masyarakat Perikanan Yang Lebih Tangguh Pasca Pandemi

Rantai pasok perikanan yang terganggu oleh penerapan PSBB dan penurunan permintaan pasar akibat banyaknya pasar dan restoran yang terpaksa tutup menyebabkan hasil perikanan tidak terserap, bahkan di beberapa daerah hasil perikanan hanya dikubur begitu saja karena tidak laku sehingga harga di pasaran anjlok yang pada akhirnya menyebabkan daya beli pelaku usaha perikanan mengalami penurunan. Disisi lain harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan karena masyarakat membeli dalam jumlah yang lebih banyak dari biasanya karena kekhawatiran akan kelangkaan barang pokok di masa pandemi ini. Hal-hal tersebut adalah beberapa diantara banyak dampak pandemi COVID-19 yang dirasakan oleh masyarakat perikanan. Hal ini disampaikan oleh Dr. Ir. Sri Yanti JS, MPM, Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas, selaku Narasumber dalam webinar “Membangun Kembali Industri dan Masyarakat Perikanan Yang Lebih Tangguh Pasca Pandemi” yang diselenggarakan oleh Bappenas pada 15 Mei 2020 lalu.

Menurutnya, pandemi COVID-19 ini adalah kesempatan untuk me-reset paradigma pembangunan perikanan yang ada, mulai dari perijinan yang berdasar daya dukung lingkungan pada masing-masing WPP maupun pengelolaan lingkungan hidup berbasis pada perikanan yang berkelanjutan untuk meningkatkan ketahanan terhadap bencana dan perubahan iklim serta penggunaan teknologi digital dalam perikanan, baik untuk membantu distribusi produksi maupun meningkatkan logistik perikanan secara umum guna memperkuat ketahanan ekonomi perikanan di masa yang akan datang.

Hal senada juga disampaikan Arif Wijaya dari WRI Indonesia, bahwa inovasi-inovasi di bidang perikanan harus selalu mengedepankan ekosistem dan sumberdaya pesisir yang sehat dan harus menyasar masyarakat yang paling rentan yaitu nelayan kecil dan masyaraskat pembudidaya sebagai pilar ketangguhan masyarakat perikanan.

Penggunaan teknologi digital dalam dunia perikanan air tawar sudah mulai diterapkan. Gibran Huzaifah, CEO eFishery Technology dalam webinar yang sama menyampaikan bahwa saat ini di 24 provinsi di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi sudah diterapkan alat pemberi pakan otomatis yang dilengkapi dengan sensor-sensor yang selalu terhubung dengan smartphone melalui suatu aplikasi khusus. Dengan aplikasi ini pembudidaya dapat memonitor jumlah kematian ikan, jumlah dan jenis pakan yang diberikan tanpa harus turun langsung ke kolam.

Sementara dari sisi perlindungan bagi nelayan, Kurnia Yuniakhir dari PT. Asuransi Jasa Indonesia menyampaikan bahwa berdasarkan surat No 4120/PL.420/d5/IX/2016 tanggal 15 September 2016, KKP telah menunjuk PT. Asuransi Jasa Indonesia (Persero) sebagai pelaksana asuransi bagi nelayan. Program ini ditargetkan bagi 600.000 nelayan kecil dengan jumlah premi pada tahun 2019 sebesar Rp. 140.000,- yang sepenuhnya ditanggung olah negara.

Jaminan pertanggungan asuransi nelayan tahun 2019

Selain untuk nelayan, pembudidaya skala kecil juga bisa mendaftarkan asuransi perikanan untuk memberikan perlindungan terhadap resiko-resiko budidaya seperti penyakit ataupun bencana alam yang dapat menyebabkan terjaninya kegagalan panen.  

Skema Asuransi Perikanan untuk Pembudidaya Ikan Kecil

Proses recovery sektor kelautan dan perikanan dapat dilakukan dalam jangka pendek maupun jangka menengah dan panjang. Dalam proses recovery jangka pendek yang harus dilakukan antara lain adalah recovery stakeholder yang terdampak langsung dengan membatasi kerusakan/kerugian yang terjadi melalui BLT, relaksasi kredit nelayan, aspek keamanan diri (kesehatan) pelaku perikanan dan memberikan stimulus pemulihan di sektor perikanan. Dalam proses recovery jangka menengah dan panjang yang harus dilakukan adalah meningkatkan daya tahan supply chain exsisting dan membuat supply chain baru, memperbaiki praktek penangkapan, membuat skema baru ketenagakerjaan sektor perikanan serta menciptakan metode pemasaran non-tradisional berbasis teknologi informasi seperti penggunaan e-market.

Pada akhirnya, recovery sektor kelautan dan perikanan pasca pandemi harus dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi, melibatkan semua pihak termasuk kementerian lain yang terencana secara harmonis, efisien, rasional dan cepat sehingga dampak intervensi harus bisa dilihat dalam jangka waktu pendek dan manfaat dapat secara cepat dirasakan oleh stakeholder perikanan. Selain itu, pelaksanaannya harus inklusif, partisipatif dan transparan untuk menghindari penyalahgunaan dan harus terbuka bagi siapa saja untuk melakukan monitoring. Demikian yang disampaikan oleh Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc., Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas sebagai keynote speaker dalam webinar ini.

Sumber : Webinar dengan tema "Membangun Kembali Industri dan Masyarakat Perikanan Yang Lebih Tangguh Pasca Pandemi" 

 

 





0 comments:

Posting Komentar