Jumat, 22 Mei 2020

Penggunaan Xanthine Sebagai Indikator Kesegaran Ikan Dalam Pengembangan Biosensor Portabel dengan Teknologi Nanokomposit-Polimer

Pengembangan dan pengujian biosenor xanthine untuk indikator kesegaran ikan dalam pengembangan biosensor portabel dengan teknologi nanokomposit-polimer telah dipubliaksikan dalam Food Chemistry 181 (2015) 277–283. Kesegaran daging ikan menjadi salah satu syarat penting bahan baku untuk digunakan pada industri makanan sehingga dapat dihasilkan produk olahan yang aman dan bermutu. Segera setelah ikan mati, proses respirasi dan biosintesis Adenosin Tryposfat (ATP) akan terhenti sehingga nukleotida pada otot akan terurai menjadi produk hasil degradasi dengan urutan sebagai berikut: ADP, AMP, IMP, inosine, hipoxanthine, xanthine, dan asam urat.

Dari sejumlah produk degradasi terebut, IMP berkontribusi paking besar terhadap perubahan aroma kesegaran ikan sementara hipoxanthine turut berperan pada munculnya rasa pahit pada daging ikan. Di sisi lain, keberadaan xanthine pada sampel darah manusia dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan penyakit gout, hyperuricemia, xanthinuria, kegagalan renal. Selain itu xanthin juga seringkali ditemukan pada kopi dan teh sebagai stimulus ringan. Hal ini menandakan pentingnya peran xanthine dari aspek kesehatan maupun industri. Konsentrasi xanthine dan hipoxanthine yang dapat diukur secara kontinyu oleh biosensor akan sangat bermanfaat pada proses kendali mutu yang lebih baik terhadap kesegaran daging maupun ikan.

Sejumlah metode yang saat ini seringkali digunakan untuk menganalis konsentrasi xanthine meliputi HPLC, fluorometric enzimatis, spektrometer massa fluorometric fragmentography., serta Kromatografi Gas kolom kapiler, serta kolorimeter enzimatis. Namun metode-metode tersebut memiliki sejumlah keterbatasan yaitu perlu waktu ekstra untuk preparasi sampel, perangkat yang mahal menuntut operator dengan keahlian tinggi, kurangnya tingkat spesifitas dan sensitifitas, serta perkembangannya cukup berbeda dengan tren teknologi saat ini yang cenderung menggunakan perangkat atau device dengan ukuran kecil dan portable.

Proses pembuatan biosensor (Sumber : M. Dervisevic et al. (2015))

Proses pembuatan biosensor dimulai dengan pembuatan kopolimer nanokomposit untuk dituangkan pada elektroda berbahan grafit pensil (PGE) yang telah dicuci dengan aseton dan air destilasi. Proses penuangan kopolimer pada PGE harus dilakukan secara merata. Selanjutnya gabungan kopolimer dan PGE dikeringkan dengan cepat menggunakan oven pada suhu 60oC hingga kopolimer terserap sepenuhnya ke dalam PGE. Setelah tahap netralisasi pH, casting PGE kopolimer direndam dalam xanthine oksidase lalu disimpan pada suhu 4oC. Proses pembuatan biosensor diuji dengan SEM, untuk respon elektrokimia dikuur menggunakan cyclic voltameter dan spektrometer impedansi elektrokima.

Hasil uji menunjukan biosensor xanthine mampu mencapai respon maksimum pada pH 7, suhu 45oC, +0,35 volt serta mampu mencapai kondisi steady state 95% setelah 4 detik. Uji kinerja biosensor menunjukkan hasil yang reliable dengan batas deteksi minimum 0,12 uM. Hasil pengujian keseluruhan menunjukkan bahwa biosensor yang dikembangkan menunjukkan respon positif terhadap keberadaan xanthine. Penggunaan kopolimer nanokomposit sangat menunjang kinerja tersebut. Pada pengujian daya simpan dan ketahanan terhadap gangguan operasional juga menunjukkan hasil yang memuaskan.

 

Penulis:  I Made Susi Erawan

 

 


0 comments:

Posting Komentar